Ditulis oleh Nana Sudiana – Direksi IZI & Sekretaris Jenderal Forum Zakat
Hasbunallah wanikmal wakil nikmal maulana waanikman nashir. (Cukuplah Allah sebagai sebaik-baiknya pelindung dan sebaik-baiknya penolong kami).
“Sebelum apapun, persiapan adalah kunci menuju kesuksesan.” – Alexander Graham Bell
Hari-hari ini ada sedikit kegundahan di wajah sejumlah pimpinan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) di negeri ini. Pergerakan pandemi Covid-19 semakin tak terbendung. Terus melaju kencang dan justru semakin luas. Kini malah ada sejumlah amil zakat terkena dampaknya secara langsung.
Kalau selama ini para amil berjibaku memastikan mustahik aman dan tak terpapar, kini kesibukan-nya jauh lebih rumit. Memastikan seluruh amil, baik yang ada di kantor maupun di lapangan, serta yang berada dalam skema kerja WFH juga aman, selamat dan terhindar dari wabah.
Pergerakan pasien Covid-19 di Indonesia terus meningkat signifikan. Dalam sehari bahkan tercatat lebih dari dua ribu-an kasus baru. Data yang ada terus meninggi, bahkan terus bertambah dari angka 100 ribu-an dua hari yang lalu. Data dari BNPB per hari Rabu (29/07), tepatnya kini tercatat sudah 104.432 orang.
Ditengah terus naiknya kasus Covid-19 di Indonesia, ternyata menurut prediksi sejumlah epidemiolog, ini belum memasuki fase gelombang kedua. Indonesia belum dianggap mencapai puncak penularan. Indikatornya antara lain masih tinggi-nya angka suspect (54.910 orang). Selain itu, angka positivity rate Indonesia juga masih tinggi (12,4 persen). Positivity rate ini menggambarkan rasio kasus positif berbanding total orang yang sudah di tes.
Sejak pertama diumumkan pada 2 Maret tahun ini, lembaga-lembaga zakat langsung bersiaga. Kemudian terlibat dalam berbagai kegiatan emergency respon hingga menuju “new normal” pada akhir bulan Juli ini.
Awalnya para amil banyak bekerja di Jakarta dan sekitarnya. Mengikuti pergerakan kasus yang memang banyak terjadi di sekitar ibukota. Kini, ledakan kasusnya, mulai menyebar, bahkan hingga ke ujung Timur negeri ini, yakni Papua.
Perkembangan kasus pandemi Covid-19 terkini, selain tetap menguat di DKI Jakarta, berkembang pula secara cepat di sejumlah propinsi seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Papua. Daerah lainnya juga tetap terjadi kasus penularan, namun lebih kecil angkanya.
Sejak Mei, dengan digulirkannya istilah “new normal”. Pemerintah secara bertahap mulai membuat kebijakan pelonggaran. Pelarangan penerbangan dan transportasi di daerah zona merah yang sebelumnya berlaku, kemudian dicabut. Mulai muncul juga kebijakan dibolehkannya warga usia muda bekerja di wilayah PSBB. Selanjutnya secara perlahan pelonggaran lain diberlakukan, sampai akhirnya dibuat juga kebijakan adanya relaksasi pembatasan di tempat ibadah.
Para Amil Waspadalah, Jangan Lengah
Di tengah dorongan pelonggaran yang dilakukan, apalagi dengan digaungkannya “new normal” terjadi penurunan tingkat kewaspadaan masyarakat. Sikap hati-hati dan waspada berkurang perlahan.
Istilah “new normal” membius sejumlah kalangan. Dan kita semua tahu, segera setelah orang merasa bebas, pasar, mall, tempat makan atau restoran lalu mendadak ramai dengan orang berkumpul. Orang dengan mudah melupakan penggunaan masker, jaga jarak dan cuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah aktifitas.
Tiba-tiba kita semua kaget, pasar, mall dan sejumlah tempat berkumpul masyarakat berubah mengerikan menjadi sumber penularan yang massif dan cepat. Lalu pabrik, kantor dan fasilitas publik lainnya pun tak ketinggalan. Dibuka, ramai dan menjadi tempat-tempat baru sumber penularan wabah. Wajar seusai idul fitri kasus Covid-19 di Indonesia tambah kencang, dan semakin kencang ketika plonggaran-pelonggaran berujung menjadi lokasi-lokasi pelanggaran.
Kini, satu dua amil menjadi juga korban penularan. Apapun penyebabnya, fakta ini semakin membuka mata bahwa amil memang tak berada di ruang fakum, yang terbebas dan bisa steril tanpa interaksi dengan wabah. Amil yang positif Covid-19, sebagian telah sembuh dan pulih sediakala. Namun bukan tak mungkin terjadi lagi penularan. Apalagi santer terdengar kantor-kantor di sejumlah kota besar kini sebagian-nya berubah menjadi cluster penularan wabah Covid-19.
Para amil dimanapun, mari kita lebih hati-hati dan waspada. Kuatkan terus kontrol diri dan juga lingkungan kerja, maupun di sekitar rumah dan para tetangga. Kita ingatkan terus satu sama lain untuk lebih hati-hati, selalu jaga jarak dan menghindari kerumunan.
Amil ini DNA-nya pejuang. Ia juga para aktivis kebaikan serta pewaris jiwa kepemimpinan di tengah masyarakat. Maka, sudah menjadi takdirnya, bila para amil selalu dinamis jiwanya, juga terus tumbuh spirit kepemimpinan dimanapun, termasuk ketika terjadinya wabah.
Para amil, selalu harus menjaga diri, hati-hati dan bergerak dan beraktivitas dalam bingkai “waspada purba wisesa”. Maknanya tak lain adalah, selalu waspada mengawasi, serta sanggup dan memberi koreksi kepada lingkungan sekitarnya.
Sikap waspada purba wisesa ini merupakan bagian dari spirit kepemimpinan lokal Indonesia, terutama bersumber dari falsafah Jawa. Bersama 10 spirit lokal lainnya, jiwa kepemimpinan tadi kini digunakan pula dalam konsep kepemimpinan di TNI. Secara lengkap kesebelas jiwa kepemimpinan tadi adalah : Taqwa, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, Waspada Purba Wisesa, Ambeg Parama Arta, Prasaja, Satya, Gemi Nastiti, Belaka dan Legawa.
Dalam konteks “waspada purba wisesa” setiap amil dituntut untuk waspada (dari kata awas) yang berarti dapat melihat. Ini berarti dapat melihat gejala dengan jalan menguak tabir selubung, sehingga setiap peristiwa dapat ditelaah, dikaji dan dimaknai, dan menjadikan ia tidak ragu-ragu, tidak takut dalam mengambil suatu keputusan.
Awas, juga mengandung pengertian waspada dan bijaksana. Waspada karena tajam penglihatannya, sehingga tahu sebelum terjadi sesuatu. Bijaksana, mengandung arti pandai, cakap, mahir, ahli, berpengalaman, cerdik sehingga ia merupakan pribadi yang memiliki kewibawaan untuk memimpin.
Sedangkan arti wisesa atau wasesa berarti keunggulan, kelebihan, atau kewibawaan disertai kekuasaan. Purba berarti mampu mengendalikan. Jadi purba wasesa berarti mengendalikan semua keunggulan dan kekuasaan. Mengendalikan tadi, tentu saja berdasarkan sifat–sifat unggul yang dimiliki amil yang harus mampu mengurusi setiap persoalan yang berkembang.
Amil dengan konsep waspada purba wisesa artinya seorang amil zakat harus memiliki pandangan kedepan dan sanggup meramalkan bagaimana diri dan organisasinya. Juga bagaimana ia harus mampu menguasai dan mengendalikan sesuatu agar bisa lebih baik.
Dengan kemampuan dan kewenangan yang dimilikinya, para amil dan organisasi pengelola zakat, harus mampu mengatur tata laksana pengelolaan kantor masing-masing, kegiatan lapangan serta keselamatan mustahik dan amilnya ketika menyalurkan atau mendistribusikan zakat, infak dan sedekah untuk para mustahik. Para amil, dengan keunggulan dan kemampuan-nya juga, harus memastikan terlibat memutus mata rantai penularan wabah.
Para amil sebagai pewaris kepemimpinan bagi masyarakat, juga harus megimbangi sikap waspada purba wisesa ini dengan sikap dalam kepemimpinan Jawa lainnya. Sikap itu yakni, “saguh, wani lan purun” (sanggup, berani dan mau). Bila amil ingin menjadi teladan mustahik dan juga masyarakat, maka ia pertama-tama harus “saguh” atau sanggup, artinya si pemimpin harus menyiapkan diri, memiliki dan mengasah pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan.
Kedua, dia harus “wani” berarti dia memiliki keberanian, yaitu berani mengambil keputusan, berani menentukan arah kebijakannya. Ketiga dia harus “purun”, yaitu mau dalam arti kesetiaan, mempunyai loyalitas kepada amanah yang diembannya. Ketiga pegangan tadi walaupun merupakan falsafah jawa tetapi bersifat universal.
Sampai vaksin ini nanti ditemukan dan bisa digunakan para amil hendaknya tetap terjaga dan penuh kewaspadaan. Waspada dengan level purba wisesa. Ditengah pandemi Covid-19 yang tak semakin menurun. Para amil tak boleh lalai, lengah apalagi mengabaikan protokol yang ada.
Saat yang sama, para amil juga tidak boleh mundur sedikit pun. Para amil harus tetap bergerak, mengedukasi dan membantu mustahik yang ada. Walaupun pandemi Covid-19 ini masih kuat menerpa, namun pelayanan terhadap muzaki dan mustahik tak boleh berhenti. Apalagi para mustahik juga semakin tak mudah hidupnya dan memerlukan semakin banyak bantuan agar bisa terus survive dalam kehidupan-nya.
Para amil juga sebisa mungkin terus membantu pemerintah dan gugus tugas penanganan Covid-19 yang ada untuk membantu sejumlah aktivitas yang relevan dilakukan, seperti edukasi, pemulasaraan jenazah, hingga menjaga ketahanan pangan warga miskin yang terapapar maupun pemulihan ekonomi paska pandemi.
Semoga, ditengah pandemi yang entah kapan akhirnya berhenti, para amil zakat semoga diberikan Allah SWT kesehatan dan keselamatan dalam bekerja dan bertugas membantu sesama. Semoga mereka juga selalu diberikan jiwa yang senantiasa terjaga dan waspada purba wisesa. Jiwa yang maju ke depan dengan gagah, namun tetap mampu menghitung dan mendeteksi segala kemungkinan yang akan terjadi dan menimpa.
Para amil adalah juga aktivis kebaikan. Semoga kebaikan yang mereka tanam, buahnya akan mengantarkan pada meluasnya semangat kebaikan di negeri ini, juga akan kembali kepada para amil dalam bentuk penjagaan dan perlindungan dari Allah atas segala mara bahaya yang terjadi. Baik bagi mereka, para amilnya sendiri, maupun keluarga, jugaembaga serta muzaki dan mustahik yang mereka kelola. (*)