Oleh: Nana Sudiana, Sekjend FOZ & Direksi IZI
The harder the conflict, the more glorious the triumph” – Thomas Paine
Menjadi manusia sukses tentu saja menjadi dambaan setiap orang. Begitu pula para amil zakat, mereka memimpikan dirinya bisa bekerja baik, profesional dan berkinerja unggul. Hal ini pula secara kebetulan selaras dengan tema peringatan 74 tahun kemerdekaan Indonesia yang berbunyi: “SDM Unggul Indonesia Maju”.
Tema ini dalam konteks amil, berkorelasi bahwa setiap amil senantiasa berorientasi maju ke depan dengan semangat memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara. Amil sebagai bagian inti dunia zakat Indonesia berkeinginan untuk terus memperbaiki dan meningkatkan kemampuannya agar bisa berkontribusi bagi kesejahteraan Indonesia.
Untuk bisa menjadi amil profesional yang unggul, amil zakat harus terus berjuang dan meningkatkan kemampuannya. Sesulit apa pun prosesnya, dan sepanjang apapun perjuangannya, hal ini harus terus dilakukan. Kata Thomas Paine, sebagaimana kutipan di awal tulisan: “The harder the conflict, the more glorious the triumph” (“semakin sulit perjuangannya, semakin besar kemenangannya”).
Jelas akan berbeda rasanya hasil dari sebuah perjuangan yang susah dibanding berupa hadiah yang tak ada proses mendapatkannya. Bobot sebuah kemenangan atau kesuksesan berbeda kelasnya, ia tergantung pada kesusahan memperolehnya.
Semakin susah meraihnya, tentu semakin berbobot hasilnya. Tidak ada kemenangan dari perjuangan yang mudah dan biasa-biasa saja. Jika seseorang ingin mendapatkan hasil yang terbaik dan bernilai besar, maka ia harus berjuang dan bekerja untuk itu. Mengapa? Karena yang menginginkan hal tersebut bukan hanya kita, namun juga banyak orang.
Semakin susah seorang amil belajar dan berproses menjadi lebih baik, maka semakin ia akan mudah menjalani kehidupan nyata-nya di dunia zakat. Kesuksesan seorang amil yang diraih dengan proses yang berat dan tak mudah, akan mengantarkan ia pada jalan kebaikan dan kemudahan dalam kerjanya di dunia zakat.
Menuju Jalan Kesuksesan
Kesuksesan bagi setiap orang memiliki makna yang berbeda, begitu pula bagi amil zakat. Setiap amil tentu saja ingin sukses lewat beragam cara dan jalan masing-masing. Walau saat ini fasilitas kerja para amil telah mulai memadai dan semakin mudah teknisnya, namun bukan berarti tiada tantangan.
Saat dinamika gerakan zakat semakin tak mudah, butuh para amil yang cakap, kapabel dan penuh integritas dalam bekerja. Mereka juga harus siap dalam dua situasi sekaligus, menjadi bagian iklim kompetisi sekaligus iklim koordinasi atau sinergi.
Agar para amil bisa terus bekerja dengan baik dan terus sukses, maka seorang amil zakat tidak boleh berhenti di satu titik, ia harus terus bergerak maju, meningkat dan terus istiqomah memperbaiki diri. Bila kita bertanya, amil zakat seperti apa yang bisa bekerja dengan baik di dunia zakat, setidaknya di bawah ini ada lima tips bagi amil agar bisa bekerja sukses dan tanpa stress.
Pertama, Kerja Keras dan Pantang Menyerah
Seorang amil, harus menyadari dengan baik akan posisi, peran dan kiprah dia di lembaga zakatnya masing-masing. Kesadaran ini penting, agar ia sanggup melihat situasi pekerjaannya dan lingkungan kerja dunia zakat secara objektif.
Dengan kemampuan membaca situasi yang ada secara baik, ia jadi lebih paham situasi dan tak pernah terkaget-kaget dengan perubahan internal maupun eksternal yang terjadi. Ia juga dengan mudah memfokuskan diri pada pekerjaan yang dihadapinya dan tak mudah menyerah bila ada kendala atau halangan akan tugasnya.
Ia akan tahu dengan baik, kapan saatnya bergerak, dan kapan saatnya berhenti. Juga ia tahu batas-batas dimana titik dan kesempatan ia mesti bertahan dalam sebuah situasi. Kemampuan tadi, jelas diperlukan seorang amil, bukan hanya tim teknis, namun juga semua yang ada di berbagai lini pekerjaan. Karena kemampuan tadi sesungguhnya adalah bekal amil untuk terus bertumbuh hingga masing-masing akhirnya terus bertahan dan bisa mencapai titik tertinggi di lini masing-masing.
Menjadi leader, tentu saja kuncinya ada pada pemahaman akan situasi dan lingkungan kerja seorang amil. Seorang leader harus tahu dengan pasti dimana batas-batas kemampuan dirinya dan tim yang mendukungnya. Ia dengan objektif harus mampu menilai sebuah situasi, lalu dari penilaian ini ia hatus memutuskan apakah ia dan timnya berhenti di titik itu, atau meneruskan langkah menuju garis pencapaian yang telah direncanakan sebelumnya.
Kedua, Realistis dan Terus Belajar
Orang-orang yang sukses sangat paham akan kemampuan diri mereka sendiri. Begitu pula amil zakat. Ia harus mampu mengukur batas kemampuan dan daya dukung sumberdaya yang dimiliki. Untuk memastikan langkah dan tujuan yang jelas, tentu sejak awal amil harus memutuskan target tertentu sesuai dengan kemampuan lembaga.
Salah satu penentu keberhasilan target sendiri adalah penentuan target disandarkan pada sesuatu yang rasional dan realistis dalam pencapaiannya. Jangan pernah membuat target dengan cara asal, atau ngawur. Bila hal tadi dilakukan, bukan hanya akan menyulitkan mencapainya, namun juga bisa membuat prustasi tim yang ada di bawah kita.
Proses pencapaian target lembaga sejatinya adalah sebuah hukum kausalitas. Ada sebab, dan akan ada akibat. Ada aksi, pasti akan menimbulkan reaksi. Jadi agar target bisa tercapai, pastikan ia dibuat dengan realistis.
Realistis dalam angka maupun waktunya, sehingga ia masuk akal untuk dicapai. Dan setiap orang yang ada dalam tim, ia harus dapat tanggungjawab sesuai kemampuannya secara proporsional.
Siapa pun yang memiliki tanggungjawaban ia akan diminta laporan atau progres dari apa yang jadi lingkup pekerjaannya. Dan dengan begitu, setiap orang harus paham betul akan setiap langkah yang akan diambilnya. Hal ini agar siapapun tidak boleh bertindak gegabah dalam setiap urusan, apalagi untuk urusan yang strategis bagi kepentingan umat.
Agar setiap orang bisa sukses dalam menjalankan tugasnya masing-masing, diperlukan kesediaan untuk bisa terus belajar. Kegagalan mungkin pernah menimpa seseorang, tapi sikap untuk menyerah tentu saja tak layak tersemat bagi mereka yang terus ingin sukses dan maju. Tidak ada kata menyerah di dalam kamus mereka.
Setiap yang ingin sukses harus terus mencoba memperbaharui tekadnya untuk terus menyempurnakan langkah dan tindakannya dalam bekerja. Termasuk ke dalam hal ini adalah harus tumbuhnya keberanian untuk mencoba sesuatu yang baru, dan belum dikuasai. Ini bisa dilakukan untuk membuka wawasan dan meningkatkan kemampuan yang dimiliki. Spirit untuk terus belajar perlu terus dikembangkan sehingga ia bisa menjadi budaya organisasi.
Ketiga, Memiliki Inisiatif
Sebagaimana halnya dunia bisnis, lembaga zakat harus pula memperhatikan dengan sungguh-sungguh setiap amil zakat yang ada dalam lembaganya. Perhatian ini mencakup hal yang amat luas, mulai dari sisi kesejahteraan, proporsionalitas pekerjaannya, hingga terkait pengembangan kapasitas serta nasib masa depan mereka. Saat yang sama, para amil sendiri bila ingin terus sukses idealnya ia juga memiliki kemampuan inisiatif dan kreativitas.
Menjadi amil yang inisiatif dan kreatif bisa dimulai dari penggalian ide, gagasan atau usulan-usulan nyata demi kemajuan lembaga zakat. Seorang amil yang penuh inisiatif ketika ia bekerja, ia tak hanya menunggu diperintah, tetapi dengan sifat inisiatif yang dimilikinya ia bekerja, bahkan kadang berusaha lebih baik dari yang ditugaskan. Dengan kerja kerasnya ia memberikan kontribusi maksimal pada tempat ia bekerja.
Menjadi amil yang penuh inisiatif memang tak mudah, karena ia harus trrus belajar dan memperbaharui kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya, namun dengan begitu, ia berkontribusi untuk kemajuan OPZ-nya. Dengan semangat kepeloporan yang dimiliki, ia terus berorientasi membuat perubahan ke arah yang lebih baik. Ia juga bisa menjadi bagian para pencetus ide baru di bidangnya, membuat atau menghasilkan sesuatu yang belum pernah ada, atau belum pernah dipikirkan orang sebelumnya.
Penemuan-penemuan ini tentu saja akan memberikan pengaruh yang besar bagi kemajuan OPZ bahkan dunia zakat. Dengan semangat yang penuh inisiatif, seorang amil zakat minimalnya memahami dengan baik dimana dirinya bekerja saat ini, dan bagaimana ia harus memulai kesukesan lembaganya dengan beragam capaian dan kerberhasilan.
Kehidupan masyarakat dari waktu ke waktu terus berubah, demikian pula kondisi dunia zakat, ia pun berubah dinamis. Dengan situasi yang terus berubah, termasuk terjadi perkembangan teknologi yang juga terus bergeser, diperlukan sikap inisiatif yang kuat untuk bisa terus bertahan di dalam setiap bagian perubahan yang ada.
Perubahan apa pun, harus bisa disikapi secara positif, bukan secara negatif. Lagi pula kita semua pada dasarnya membutuhkan perubahan yang secara tidak langsung akan membawa pada kesempatan untuk lebih matang dan teruji dalam dunia zakat. Sikap inisiatif yang didukung oleh sikap open minded akan lebih berhasil dalam menyikapi perubahan yang terjadi, entah itu perubahan dari dari sisi politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi dan pola perilaku masyarakat.
Sikap inisiatif yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan lebih dari yang diperintahkan tentu saja akan mengundang kesuksesan. Ia bukan hanya akan dipandang memiliki kesungguhan dan komitmen lebih dalam bekerja, tetapi dilandasi oleh mentalitas yang selalu ingin memberikan sesuatu yang lebih untuk amanah yang mereka jalankan, sejauh mana mereka mampu sebelum betul-betul mencapai batas kemampuan yang dimiliki. Mereka sering juga bekerja dengan menantang diri sendiri untuk terus sukses dan berhasil dalam menjalankan tugasnya.
Keempat, Adaptif
Konsekuensi perubahan terus menerus yang terjadi, selain menuntut seorang amil harus memiliki inisiatif, ia juga menuntut siapapun bekerja di dunia zakat ini dengan sikap adaptif. Ia harus dengan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan sekitar. Ia juga harus belajar untuk memastikan bahwa ia hanya mengambil yang baik-baik saja yang ada di lingkungannya dan menjauhkan diri dari sisi negatif yang ada di sekitarnya.
Dengan sikap adaptasi yang baik, seorang amil akan memiliki mental sukses dalam bekerja di dunia zakat. Dengan kemampuan adaptasi yang cepat, setiap amil bisa dengan mudah menyesuaikan diri dengan ketidaknyamanan dan mengubahnya menjadi power zone bagi dirinya.
Dengan sikap adaptif yang baik, akan lahir kreativitas dan sikap originalitas. Kreativitas ini dampaknya bisa memunculkan sebuah inovasi. Ia bisa saja bermuara pada kemunculan terobosan-terobosan baru yang akan diterapkan di OPZ, baik dari segi penghimpunan, pendayagunaan, manajemen, maupun keuangan.
Inovasi yang dilakukan akan semakin sempurna jika terus didukung dengan kreativitas yang tinggi. Kolaborasi dari keduanya ini tentu saja akan menghasilkan sesuatu yang terbaik dari yang terbaik.
Selanjutnya, sikap adaptif juga akan melahirkan originalitas. Originalitas atau autentisitas menjadi sifat amil yang harus dimiliki jika ingin sukses. Tunjukan secara nyata siapa diri kita agar semua orang tahu siapa kita ini sebenarnya ketika dapat amanah. Abaikan rasa malu dan ketakutan akan munculnya kegagalan yang mungkin kadang timbul dalam benak sanubari. Ingat, dinamika kehidupan terus berubah, jika kita tidak berusaha menjadi diri sendiri, maka kita selamanya akan menjadi orang kebanyakan dengan tanpa pembeda dengan yang lainnya.
Menjadi original itu bisa lama dan banyak jebakannya. Salah satunya adalah munculnya kebosanan dan keletihan dengan sikap yang tak dimiliki pihak lain. Dan kadang ada banyak pihak yang karena kelelahan dianggap berbeda, akhirnya menyerah, dan kalah.
Kelima Berkomunikasi dengan efektif
Di tengah-tengah dinamika dunia zakat yang terus bergerak dan berubah, OPZ memerlukan SDM amil yang semakin profesional, memiliki semangat yang kuat dan punya kesiapan menghadapi perubahan serta bisa berkomunikasi dengan efektif. Amil yang profesional menjadi salah satu kunci kesuksesan lembaga zakat di era sekarang.
Profesionalitas seorang amil bisa ditunjukkan dari cara kerja dan ketika ia menghadapi masalah. Amil yang bekerja secara profesional akan dengan mudah menyikapi segala sesuatu dengan tenang, mengambil waktu untuk berpikir positif, dan membuat keputusan.
Amil yang profesional juga dapat mencurahkan hati dan pikirannya pada pekerjaan yang dilakukannya. Amil seperti itu juga bisa menyesuaikan diri dengan baik dan tetap bisa bekerja dalam beragam situasi dan tempat.
Apakah menjadi amil profesional itu mudah? Ternyata dalam praktiknya tidak mudah. Menjadi amil profesional tak sekedar membekali diri dengan kepintaran semata. Ia juga membutuhkan semangat yang terus terjaga. Inilah yang kemudian disebut istiqomah. Terus menerus untuk tetap bertahan dalam meraih apa yang sudah menjadi goal atau tujuan lembaga. Semangat ini tentu juga harus dibarengi dengan usaha dan kerja keras.
Berikutnya, untuk bisa efektif berkomunikasi, setiap amil harus siap pada berbagai perubahan situasi dan kondisi. Baik di internal maupun eksternal OPZ. Dunia zakat terus berubah, begitu pula pola dan kebiasaan hidup masyarakat juga terus berubah seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seorang amil diperlukan untuk tetap menguasai perbedaan-perbedaan situasi dan tetap mampu berada dalam timnya masing-masing secara baik.
Amil yang profesional dan memiliki kemampuan adaptasi yang baik belum sempurna kondisinya bila ia belum memiliki kemampuan komunikasi efektif. Komunikasi efektif diperlukan setidaknya untuk lima tujuan: merealisasikan tujuan dan target OPZ, meningkatan produktivitas, mempermudah pengambilan keputusan, meningkatkan team building dan menghindari konflik internal.
Pertama, merealisasikan tujuan dan target OPZ. Dengan kemampuan komunikasi yang baik dan efektif, seorang amil dalam sebuah OPZ seharusnya memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik pada lingkungan kerjanya, baik dengan atasan, teman di level yang sama maupun dengan tim yang menjadi tanggungjawabnya.
Hal ini perlu dilakukan dalam kerangka merealisasikan tujuan dan cita-cita lembaga. Komunikasi yang dibangun seorang amil dengan baik dan efektif akan mempermudah urusan-urusan yang ada dan akan berdampak pada kesuksesan OPZ di masa depan.
Kedua, meningkatkan produktivitas. Komunikasi yang dilakukan seorang amil secara efektif akan mempemudah koordinasi dengan berbagai lihak. Dengan komunikasi yang efektif pula para amil akan menjadi semakin produktif. Produktivitas yang baik, pada akhirnya akan menguntungkan bagi OPZ.
Ketiga, mempermudah pengambilan keputusan. Secara umum, sebuah keputusan, terutama yang sifatnya strategis dalam suatu lembaga umumnya diputuskan oleh dewan direksi atau pimpinan OPZ. Dan keputusan yang diambil akan jauh lebih efektif bila sebelumnya dikomunikasikan dengan baik pada para pihak yang terkait. Kadang, keputusan yang baik, bila tak dilakukan komunikasi sebelumnya, bisa berisiko disalahpahami maksud dan tujuannya.
Dengan berlangsungnya komunikasi yang efektif, dampak negatif sebuah keputusan bisa diantisipasi terlebih dahulu. Feed back atas keputusan yang diambil, bila sebelumnya sudah dicoba dilakukan komunikasi berupa masukan-masukan atau tanggapan maka justru akan semakin menguatkan keputusan penting yang diambil.
Keempat, meningkatkan team building. Membangun tim secara efektif tak bisa dipisahkan dari bagaimana anggota tim yang ada bisa berkomunikasi dan bekerja sama. Komunikasi yang baik dan efektif akan membantu dengan mudah implementasi rencana dan tujuan tim yang dibangun.
Bila ini berjalan baik, maka tim yang ada akan efektif. Bahkan juga produktif dalam menjalankan beragam tugas dan perintah organisasi. Dan bila hal ini terus dilakukan, tak susah kiranya OPZ yang ada bisa menjadi yang terbaik. Hal ini juga pastinya akan berdampak pada peningkatan moral dan kepuasan amil yang ada.
Kelima, menghindari konflik internal. Komunikasi efektif membantu banyak hal, termasuk mengkondisikan lembaga agar terhindar dari konflik. Jika suatu organisasi terpaksa memasuki situasi akibat adanya konflik kepentingan, maka cara-cara komunikasi yang baik dan efektif akan mengurangi dampak negatif konflik.
Makanya sebelum benar-benar terjadi konflik internal, setiap amil diperlukan untuk tahu, paham dan mampu berkomunikasi dengan baik. Hindari komunikasi yang berujung konflik dan memecahbelah situasi. Bila pun ada konflik internal, segera adakan penyelesaian konflik dengan difasilitasi pihak yang dipercaya dan dianggap netral. Komunikasi yang efektif juga menjadi sarana untuk ikut membantu memecahkan suatu masalah yang sedang terjadi di organisasi dengan damai dan penuh keakraban.
Menjadi amil zakat yang sukses, profesional dan unggul memang tidak mudah, namun semua bisa dimulai dari satu langkah kecil di awal. Langkah kecil ini bisa justru dimulai dari yang tampak paling sederhana dan kecil.
Langkah ini yaitu suatu sikap mental yang secara internal semua orang pasti punya, yakbi semangat. Dengan semangat yang terus dipupuk perlahan, jalan sukses seorang amil bisa dimulai. Jalan ini juga dapat dimulai dari apa yang paling dikuasai dengan baik. Walau mungkin kecil dan remeh, bisa jadi ia justru menjadi kunci sukses jalan yang ditempuh.
Kelima kiat tadi diharapkan mampu membantu memetakan jalan yang akan mulai ditempuh, atau malah sedang dan masih ditempuh. Ingatlah dengan baik, bahwa jalan sukses dan profesional sebagai seorang amil nukan hanya dinilai dari kerja kerasnya saja, lebih dari itu amil zakat yang baik juga lebih dinilai dari keseluruhan perilakunya dalam berinteraksi dengan banyak orang saat ia bekerja di sebuah OPZ.
Amil yang baik, bukan soal keberuntungan, ia harus membuat keberuntungan itu menghampirinya tersebab kerja keras dan kapasitas terbaik yang ia ciptakan di dunia kerjanya. Keberuntungan atau kesuksesan tidak turun begitu saja dari langit. Seorang amil akan pantas mendapatkan rezeki keberuntungan dan kesuksesan dari Allah SWT karena ia bekerja sungguh-sungguh, kerja keras dan penuh dedikasi dan keikhlasan.
Seorang amil zakat yang sukses, profesional dan unggul juga lahir, bukan karena adanya suasana kompetisi antar organisasi. Ia murni lahir dikerenakan adanya keinginan untuk kualitas dalam diri. Ketika amil berfokus pada perbaikan dan peningkatan kualitas dirinya, ia akan tenang menghadapi apapun. Termasuk ke dalam hal ini adalah soal penilaian dari pihak lain.
Berkualitas atau tidaknya seorang amil zakat sejatinya akan dapat diketahui dengan mudah dari sikap dan cara pandangnya terhadap masalah yang dihadapinya. Bila ia mudah tergoda pada urusan-urusan yang bukan menjadi pokok pekerjaan dan fokus utamanya, berarti ia memang tak punya kesadaran kuat akan esensi dan tugas utamanya sebagai amil. Sebaliknya, bila ia tetap teguh dan fokus untuk memajukan dunia zakat dalam menciptakan kesejahteraan bagi kaum miskin dan dhuafa, berarti ia layak menjadi bagian penggerak dunia zakat.
Dan pribadi yang seperti tadi, jelas merupakan ciri khas pribadi-pribadi amil yang sukses dan punya kontribusi maksimal pada dunia zakat Indonesia. Amil zakat seperti ini diharapkan mampu menciptakan komunitas untuk membangun ekosistem zakat yang baik di negeri ini. Negeri ini butuh banyak orang baik yang berani berjuang bagi pemenuhan kesejahteraan dan kebaikan bersama dalam bingkai semangat gotong royong dan bahu membahu sesama anak bangsa.
Semoga.