Resolusi atau Mati

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Cara Pemerintah Gunakan Dana Zakat Untuk Pengentasan Kemiskinan Kurang Bagus

Penulis: Nana Sudiana

“Kumbakarna kinen mangsah jurit,
Mring kang rak sira tan lenggana,
Nglungguhi kasatriyane,
Ing tekad datan purun,
Amung cipta labih nagari…”

(Bagian Tembang Dandanggula Bait ke-4 _”Serat Tripama” karya Sri Mangkunegara IV
(1809 – 1881).

Bagi pecinta wayang, pastilah hapal kisah Rama-Sinta. Mulai dari diculiknya Sinta, Rahwana yang mengamuk dengan gagah perwira, perang besar antara dua pasukan hingga ujian kesetiaan dan kesucian Sinta. Kali ini saya hanya ingin mengambil sedikit bagian saja dari cerita itu, khususnya tentang episode yang juga mengharu biru, yakni kisah Kumbakarna Gugur.

Kumbakarna Gugur
Kumbakarna adalah adik Rahwana, penguasa negeri Alengka. Kehebatan ilmu Kumbakarna tak diragukan lagi dalam olah kanuragan, termasuk sejumlah kesaktian lain yang ia miliki. Sosok Kumbakarna ini unik, ia tak sepenuhnya setuju dengan kebijakan Rahwana, bahkan beberapa bagian ia dengan tegas menyatakan tak setuju dan memilih pendapat berbeda. Namun begitu negerinya yang ia cintai di serang lawan, ia langsung melupakan segala perbedaan dengan sang kakak. Ia berperang sepenuhnya tanpa kenal takut.

Kumbakarna mengorbankan apapun ketika panggilan ibu pertiwi memannggil. Ia segera bersiap mengerahkan seluruh kemampuan terbaiknya guna diberikan dalam suksesnya tugas negara yang amat mulia. Kumbakarna sadar, ada perbedaan dengan kebijakan yang ada. Namun ia memilih mengedepankan kepentingan yang lebih besar dan strategis sifatnya.

Kisahnya terpotret demikian ritmis dalam bait ke-3 Dandangghula dalam “Serat Tripama” karya Sri Mangkunegara IV.

Wonten malih tuladan prayogi,
Satriya gung nagari Ngalengka,
Sang Kumbakarna namane,
Tur iku warna diyu
Suprandene nggayuh utami,
Duk awit prang Ngalengka,
Dennya darbe atur,
Mring raka amrih raharja,
Dasamuka tan keguh ing atur yekti,
De mung mungsuh wanara

Dalam terjemahan Bahasa Indonesia-nya, beginilah arti syair bait ke-3 Dandangghula tadi : “Ada lagi teladan baik//Satria agung negeri Ngalengka//Sang Kumbakarna namanya//Padahal (ia) bersifat raksasa//Meskipun demikian (ia) berusaha meraih keutamaan//Sejak perang Ngalengka (melawan Sri Ramawijaya)//Ia mengajukan pendapat//Kepada kakandanya agar selamat//(tetapi) Dasamuka tak tergoyahkan oleh pendapat baik//Karena hanya melawan (barisan) kera”.

Dalam kisah ini, Kumbakarna tahu benar bahwa tindakan Rahwana sang kakak tidak benar. Bahkan dia berusaha selalu mengingatkan, meskipun tidak pernah digubris Rahwana. Namun begitu Negeri Alengka tanah tumpah darah-nya diserang musuh, jiwa nasionalisme Kumbakarna terketuk. Dia berdiri di barisan terdepan untuk membela tanah tumpah darah sampai titik darah penghabisan.

Dalam perang besar yang terjadi, cerita perang tanding antara Rama dengan Kumbakarna ini sungguh unik. Keduanya berjuang mati-matian mempertahankan keyakinan yang mereka amggap sebagai bagian dari sebuah kebenaran. Namun dibalik itu semua, ternyata keduanya saling menaruh simpati dan rasa hormat pada sang lawan. Kumbakarna menyadari bahwa Rama benar karena berjuang menyelamatkan isterinya, di lain pihak Rama juga mengagumi keteguhan Kumbakarna yang membela tanah airnya mati-matian, bukan membela Rahwana sang angkara murka.

Resolusi Sampai Mati

Revolusi//Revolusi//Sampai mati…

Ketika moment reformasi di tahun 1998, syair lagu ini, terutama bagian reffrain-nya acap dinyanyikan sekelompok anak-anak muda atau mahasiswa yang melakukan demonstrasi ketika itu. Lirik lagu seperti yang tergambar di bait awalnya. Yang berbunyi : “Bergerak dan bersatu …//membangun Indonesia baru!//Singkirkanlah benalu …//bersihkan semua debu-debu!”

Kata revolusi berbeda artinya dengan resolusi. Kalau revolusi bermakna perubahan dengan tiba-tiba dan seketika, maka resolusi justru bermakna harapan atau janji yang ingin direalisasikan. Lalu kenapa kedua hal ini didekatkan, tiada lain penulis ingin mengadopsi moment reformasi dengan situasi dunia zakat terkini. Sebuah dunia yang terus berbenah dan melakukan perbaikan tanpa henti.

Dunia zakat Indonesia adalah dunia yang terus bergerak dengan dinamis. Tahun demi tahun diwarnai semangat perubahan ke arah perbaikan. Sejumlah pihak tak kenal lelah juga berusaha menjadikan dunia zakat terus menampakan kapasitas pengelolaannya semakin meningkat.

Ditengah situasi seperti itulah moment Rakornas Zakat Nasional yang baru saja berlalu diselenggarakan menarik untuk dibicarakan. Rakornas di Ancol yang digagas Baznas perlu mendapatkan apresiasi positif dari siapapun, termasuk para pegiat zakat yang selama ini secara riil hidup dalam pengabdian dan pelayanan zakat ditengah masyarakat.

Resolusi Rakornas yang berisi 30 butir pernyataan ini walau belum sempurna dan belum mampu meng-capture gerakan zakat secara menyeluruh, setidaknya telah berusaha menjadi jalan tengah bagi kebaikan gerakan zakat Indonesia.

Kita tahu bersama, gerakan zakat Indonesia tak berada di ruang hampa. Selain ada Kementrian Agama, secara legalitas, dibentuk pula Baznas dan LAZ untuk merealisasikan tujuan dan cita-cita dunia zakat. LAZ yang disebut dalam term legalitas yang ada bertugas “membantu Baznas” sejatinya memiliki sejumlah karakter yang berbeda dengan Baznas. Dalam sejumlah kesempatan, perbedaan LAZ dan Baznas kadang menjadi titik singgung yang kadang tak terselesaikan dan menyisakan sejumlah catatan.

Ala kuli hal,dibalik perbedaan yang ada sejatinya keduanya saling menghargai dan bisa bersama dalam urusan gerakan zakat yang lebih strategis. Senafas dengan cerita Kumbakarna, seyogyanya siapapun di gerakan zakat harus paham posisi dan bersedia menjadi bagian yang sama demi kebaikan gerakan zakat Indonesia.

Kalau begitu, lalu apa kepentingan bersama gerakan zakat ini?. Briding atau jembatan persoalan apa yang bisa menyatukan seluruh komponen gerakan zakat sehingga bisa berdiri bersama dan bersatu padu hingga titik darah penghabisan.

Bersambung……