Forum Zakat – Pengelolaan zakat di Indonesia memiliki sejarahnya sendiri dari zaman penjajahan Belanda hingga kini sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat muslim nusantara. Pengelolaan zakat pertama di Indonesia tercatat sejak 1858 di mana pada masa penjajahan Belanda, kebijakan Pemerintah terhadap pengelolaan zakat di Indonesia masih bersifat netral dan berusaha tidak campur tangan.
Masa Penjajahan
Literatur lain juga menyebutkan bahwa pengelolaan zakat di Indonesia sudah ada sejak awal abad ke-7. Meskipun zakat sebagai rukun Islam yang wajib ditunaikan muslim, pada praktiknya tidak sepopuler ibadah shalat maupun puasa. Walaupun begitu, pengelolaan zakat berjalan sesuai syariat yang berlangsung di masjid-masjid dengan imam dan penghulu bertugas memimpin kegiatan pengelolaan zakat.
Pada masa penjajahan tahun 1866, zakat dipandang sebagai sumber dana bagi kemerdekaan Indonesia bagi Belanda. Karena mengetahui hal tersebut, Pemerintah Hindia Belanda kemudian melemahkan peran zakat dengan melarang seluruh pegawai, priyayi, dan masyarakat pribumi untuk terlibat dalam pengumpulan maupun pendistribusian zakat.
Dari ketakutan kecil tersebut, membuat pemerintah kolonial menerbitkan Bijblad Nomor 1892 tanggal 4 Agustus 1893. Aturan ini berisi kebijakan mengawasi pelaksanaan zakat fitrah dan zakat mal serta menghindari penyelewengan dana zakat oleh penghulu untuk mengurusi administrasi Belanda.
Setelah lebih dari satu dekade, Pemerintah Belanda kemudian mengeluarkan Bijblad Nomor 6200 pada 28 Februari 1905 yang berisikan pemerintah tidak akan mencampuri urusan pengelolaan zakat dan sepenuhnya diserahkan ke umat Islam.
Pengelolaan zakat kemudian berlanjut saat Jepang menjajah Indonesia. Tepatnya ada tahun 1943, Majlis Islam ‘Ala Indonesia membentuk Baitul Mal yang dipimpin oleh Wondoamiseno. Baitul Mal MIAI ini berhasil mendirikan kantor pengelolaan zakat di 35 kabupaten dari 67 kabupaten di Jawa Tengah.Pesatnya perkembangan Baitul Mal MIAI membuat Jepang gentar dan khawatir, sehingga pada tanggal 24 Oktober 1943 Jepang membubarkannya.
Dimulainya Regulasi Zakat di Pemerintahan Indonesia
Pembubaran Baitul Mal MIAI tersebut kemudian disusul dengan penerbitan peraturan Surat Edaran No.A/VVII/17367 tentang pelaksanaan zakat fitrah pasca kemerdekaan Indonesia. Surat edaran ini diterbitkan pada 8 Desember 1951 yang menjelaskan bahwa Departemen Agama hanya berperan sebagai fasilitator zakat.
Regulasi zakat kembali digodok pada tahun 1964 di mana Departemen Agama mulai menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelaksanaan Zakat dan Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (RPPPUU) tentang Pelaksanaan Pengumpulan dan Pembagian Zakat yang belum sempat diajukan ke DPR.
Setelah ada upaya tersebut, pada 1967 Kementerian Agama turut menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Zakat dengan Nomor: MA/095/1967 yang diajukan ke DPR. Upaya Kementerian Agama juga mengharapkan agar dapat dijadikan Undang-Undang.
Pengesahan UU Zakat perlu menempuh perjalanan panjang regulasi yang membawa pada keputusan tentang pembentukan Badan Amil Zakat dan pembentukan Badan Mal di tingkat pusat, provinsi, dan kota pada Juli 1968.
Peraturan pengelolaan zakat mulai menemukan titik tetapnya ketika Presiden Soeharto menginisiasi pengumpulan zakat oleh negara. Atas rekomendasi para alim ulama di Jakarta, terbentuklah BAZIS DKI Jakarta yang kemudian disusul dengan berdirinya Badan Amil Zakat di beberapa wilayah lainnya. Seperti Kalimantan Timur, Sumatera Barat, Jawa Barat, Aceh, dan Sumatera Selatan.
Terbitnya UU Pengelolaan Zakat
Pemerintah akhirnya mengeluarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat pada 23 Desember 1999. Undang-Undang ini mengatur bahwa Badan Amil Zakat dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat dibentuk oleh masyarakat. Namun, tak lama peraturan ini diubah.
Tepat pada 17 Januari 2001 melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2001 membentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Dalam aturan tersebut disebutkan fungsi dan tugas BAZNAS mulai dari tingkat pusat hingga kota untuk melakukan pendayagunaan dan penghimpunan zakat.
Kemudian Pemerintah kembali mengukuhkan pengelolaan zakat di Indonesia dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. UU ini menetapkan pengelolaan zakat harus dilaksanakan dengan efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan terbaik yang dapat mewujudkan kemaslahatan yang luas di masyarakat.