Namanya Baron Noorwendo. Pria ini mendedikasikan diri untuk kebaikan. Alumni Universitas Indonesia ini telah mewakafkan hidupnya untuk serius dalam menangani sampah yang menjadi masalah semua orang. Ia mengambil beban itu untuk kebaikan sesama.
Sebenarnya, kiprahnya dalam dunia kebaikan telah dirintis dari tahun 2003. Saat Baron dan keluarganya memutuskan untuk pindah ke Kampung Pitara, di Depok Jawa Barat.
Sejak itulah, langkah untuk memberdayakan masyarakat mulai terbangun. Setelah itu, ia telah membantu meningkatkan taraf kualitas masyarakat setempat dengan beberapa program cemerlangnya. Sebut saja beasiswa, taman bacaan, budidaya jamur, budidaya bonsai, dan pembuatan telor asin. Dari beberapa program tersebut, hanya beasiswa yang masih berlanjut hingga kini.
Sampai akhirnya, pada 2008 ia membaca tentang bank sampah Badegan di Bantul. Melalui bacaan itu, ia akhirnya terinspirasi untuk mengurusi sampah. Niatnya itu akhirnya dijelaskan dalam pelaksanaan dengan memilah sampah yang ada di rumahnya.
Kegiatan itu, terus ia dalami hingga 2009. Dan pada tahun itu juga ia berinisiatif untuk mengajak masyarakat untuk bekerjasama dalam mengurai benang kusut tentang sampah.
“Alhamdulillah saat itu terjadi penggantian ketua RT. Ibu RT yang baru sangat bersemangat mendukung upaya kami. Tanggal 20 Desember 2009 kami mengadakan pelatihan pembuatan kerajinan dari plastik bekas kemasan,” kata Baron.
Dengan kepercayaan dan semangat yang diberikan oleh pejabat setempat, antusiasme Baron pun disambut hangat oleh masyarakat. Perlahan tapi pasti, masyarakat mulai bekerjasama membuat sampah menjadi hal yang produktif dan inovatif.
Mengetahui idenya semakin berkembang seiring dengan banyaknya pegiat yang bergabung dalam mengelola sampah, pada 14 Februari 2010, Baron akhirnya membentuk KUB Iburatu Recycle. Nama ini adalah singkatan dari Ikatan Ibu-ibu Pitara RT Satu.
“KUB Iburatu Recycle ini adalah wadah industri kreatif yang berbahan baku sampah dan dikerjakan oleh ibu-ibu,” ujarnya. Pada tahun yang sama, ia dan kelompok Iburatu Recycle sudah dapat memproduksi, menjual & menjadi trainer produk daur ulang dari sampah plastik kemasan.
Kendala pun bukannya tak ada, terhitung sejak 2010 mereka kesulitan untuk mendapatkan pasokan bahan baku sampah kemasan plastik. Maka pada tanggal 16 Juni 2011, Baron pun meresmikan berdirinya Bank Sampah Warga Peduli Lingkungan.
Dengan bendera Bank Sampah WPL, Baron bersama Wulan, istrinya, ia membangun berbagai program untuk menghidupkan Siklus Manfaat Sampah di berbagai lingkungan dan komunitas yang ia bina.
Kalau dulu Baron pernah mengalami kesulitan mendapatkan pasokan sampah, kini Baron bersama bank sampah telah berhasil mengolah 200 ton sampah menjadi barang yang berguna dan bernilai ekonomis.
Sampah-sampah itu tak hanya berasal dari kampung Pitara saja. Tapi sampah itu juga berasal dari Kecamatan Pancoran Mas. Sampah itu dikelola oleh 30 unit kelompok usaha yang tergabung dalam Bank Sampah Warga Peduli Lingkungan (WPL).
Uniknya, pengelola sampah itu tidak hanya berasal dari warga Pitara saja. Kelompok-kelompok dalam WPL kini lebih variatif. Mulai dari penduduk, komunitas, hingga anak-anak sekolah telah tergabung dalam WPL.
Ketika masalah bahan baku telah terpenuhi, kendala muncul lagi dari pemasaran hasil-hasil barang tersebut. Ia mengatakan sempat diejek oleh masyarakat kampung setempat karena memasarkan barang-barang sampah. Dulu, Baron bergerilya memasarkan barang-barang tersebut melalui masuk ke gang-gang kampung.
Baron tak patah semangat. Ia berfikiran bahwa barang-barang ia pasti diterima oleh orang-orang yang menghargai sampah sebagai barang ekonomis. Untuk itu, ia mengganti cara pemasaran dengan menjual barang-barangnya di acara-acara atau seminar-seminar tentang pengelolaan sampah.
Dan cara itu berhasil. Semua hasil kerajinan sampah yang ia dan kelompoknya buat telah memikat hati peserta seminar dan pelatihan. Hampir setiap pelatihan barang-barang itu berhasil di borong oleh mereka yang hadir diseminar. Sejak saat itulah, pandangan masyarakat mulai berubah. Mereka mulai menerima kreatifitas yang dihasilkan oleh WPL.
Training For Trainer
Kehidupan terus bergerak. Baron pun kini tak sanggup lagi menerima permintaan untuk menjadi pembicara. Bukan karena usia, tapi karena sudah begitu banyaknya permintaan menjadi trainer atau pembicara dalam acara enterpreneurship yang diselenggarakan oleh beberapa komunitas masyarakat.
Untuk itu, ia mulai mempercayakan beberapa teman-teman di WPL untuk menjadi pembicara di setiap seminar-seminar yang dibuat oleh mereka yang ingin menjadi dan mengelola sampah menjadi barang yang berguna.
Tak hanya itu, dengan dibiayai oleh Pemerintah Kota Depok, Wulan akhirnya bekesempatan untuk mengikuti pelatihan pengolahan sampah di Osaka, Jepang.
8 Produk Bank Sampah WPL
- Industri Kreatif berbahan baku sampah dengan merek Iburatu Recycle (mulai 2009).
- Tabungan sampah (mulai 2011).
- Hibah barang bekas (mulai 2011).
- Pembinaan Sentra Pemilahan Sampah (mulai 2011 dan saat ini sudah membina lebih dari 30 lokasi).
- Pengolahan sampah organik skala rumah tangga (mulai 2012).
- Pusat pelatihan (mulai 2012).
- Kredit mikro dari hibah barang bekas (mulai 2012, saat ini sudah punya 29 nasabah dengan modal hanya Rp 3 juta).
- Asuransi jiwa dari tabungan sampah (mulai 2014).