Ruang rapat di lantai 2 Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa itu dingin oleh penyejuk udara. Pada 30 Desember 2013, sehari sebelum tahun berakhir, sepuluh lembaga filantropi yang bergerak di kesehatan, berkumpul di rumah sakit yang terletak di Jalan Raya Parung Bogor itu. Mereka membicarakan hal penting yang akan terjadi tak lama lagi, sebuah dobrakan penting di regulasi kesehatan negeri ini.
Dokter Yahmin Setiawan, koordinator Bidang Sinergi Kesehatan Forum Zakat, sekaligus direktur utama RST DD yang mengundang acara, menyatakan bahwa seluruh pegiat kesehatan filantropi perlu bersiap menghadapi era BPJS Kesehatan. Itu diamini oleh peserta rapat yang lain. Hadir di sana pimpinan dan utusan dari RS Baznas MASK, RS Sari Asih Arrahmah Tangerang, Cita Sehat RZ, PKPU, Amanah Takaful, LKC DD, Laznas BSM, Gerai Sehat Yatim Mandiri, Yayasan Baitul Mal Bank Rakyat Indonesia, dan Bazis DKI Jakarta.
BPJS Kesehatan adalah singkatan dari Badan Pelaksana Jaminan Sosial Kesehatan. Ini merupakan perwujudan dari jaminan sosial nasional di bidang kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Kini negara bertanggung jawab terhadap penyediaan fasilitas dan jasa. Semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama.
Maka, Forum Zakat dengan banyak anggota yang memiliki fasilitas layanan kesehatan seperti rumah zakit, klinik, dan dokter keluarga juga harus bersiap menghadapi era ini. Rumah sakit dan klinik milik lembaga zakat akhirnya harus menjadi provider BPJS. Sementara mustahik dhuafa yang selama ini dilayani dengan uang zakat, nantinya juga bisa dibiayai oleh negara. “Tentu lebih meringankan kita,” ujar dr Yahmin Setiawan, MARS.
Harapannya, ratusan ribu pasien yang beribat dan dilayani oleh fasyankes lembaga zakat memiliki peluang mendapat layanan yang lebih baik. Karena mekanisme pembiayaan bisa dilakukan oleh negara, meskipun ini belum teruji oleh lapangan. Namun, yang jelas, pertemuan 30 Desember 2013 itu memunculkan komitmen yang teguh dari anggota FOZ untuk bersinergi dalam kesehatan. Langkah awalnya adalah mengadakan seminar nasional tentang BPJS Kesehatan dengan mengundang BPJS, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan akademisi.
Anggota Forum Zakat yang memiliki layanan kesehatan tanpa kasir alias gratis, di antaranya adalah RST Dompet Dhuafa, RS Baznas MASK, Layanan Kesehatan Cuma-Cuma DD, Rumah Bersalin Gratis Rumah Zakat, dan Gerai Sehat Yatim Mandiri, klinik milik Lembaga Kemanusiaan PKPU, dan program kesehatan dari Laznas BSM, YBM BRI dan Bazis DKI. Selama ini, mereka dibiayai oleh zakat, infaq, sedekah dan corporate social responsibility beberapa perusahaan.
“Memang akan memudahkan kita saat masuk menjadi provider BPJS Kesehatan. Dari kacamata syariah, model ini kita harus duduk di tengah dan moderat, saya kira. Maka, kita manfaatkan semaksimal mungkin,” kata dr HM Fachrizal Ahmad, Dirut RS Baznas MASK.
Usai pertemuan di RST DD di Parung, pertemuan berikutnya dilakukan tiap Jumat di RS Baznas-MASK, yang terletak di Kompleks Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan sinergi kesehatan, yaitu advokasi kepesertaan BPJS Kesehatan dan menjadi mitra BPJS.
Langkah pertama sinergi FOZ Kesehatan adalah mengadakan seminar nasional yang digelar pada 29 Januari 2014. Selanjutnya akan dilakukan audiensi kepada tiga pihak: BPJS Kesehatan untuk mengeadvokasi kemitraan fasyankes, Kementerian Sosial untuk data kepesertaan mustahik, dan Kementerian Kesehatan untuk pendampingan dan sosialisasi BPJS ke masyarakat.
Audiensi dengan BPJS Kesehatan dilakukan pada 7 Februari 2014, lalu Kementerian Sosial menerima rombongan FOZ pada 18 Februari dan Kementerian Kesehatan akan menerima FOZ pada 24 Maret 2014. “Tiga pertemuan itu penting untuk menjalin langkah awal sinergi total dari FOZ dan pemerintah,” ujar Yahmin.
Seminar Nasional FOS-BPJS Kesehatan
Menurut survei yang dilakukan Forum Zakat (FOZ), program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai dilaksanakan awal 2014 ini, tak banyak mendapat perhatian masyarakat. Hal tersebut terungkap dalam seminar nasional “Ikhtiar Lembaga Zakat Menyehatkan Umat di Era BPJS Kesehatan 2014: Menjadi Provider BPJS Kesehatan dan mengadvokasi dhuafa PBI”, pada Rabu (29/1), di Aula Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat.
Acara yang digelar Forum Zakat ini dihadiri para narasumber yakni, akademisi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof. Amal Chalik Sjaaf, Kepala Bidang Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Muhammad Kamaruzzaman, dan Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Sosial, Mumu Suherlan. Seminar dimoderatori oleh Ketua Umum FOZ, Sri Adi Bramasetia.
Menurut M. Kamaruzaman, Kepala Bidang Jaminan Kesehatan Kemkes RI, JKN adalah bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar yang layak dengan mengembangkan sistem yang diselenggarakan dalam prinsip asuransi sosial dan equitas.
“Kata kuncinya adalah memberikan perlindungan sosial, sehingga tidak ada lagi orang yang jatuh miskin karena sakit, tidak ada lagi orang yang meninggal yang tidak bisa berobat karena tidak punya dana, itu tidak boleh terjadi pada era JKN ini. Sehingga bagi mereka yang tidak mampu dibiayai oleh pemerintah. Mereka yang memiliki kemampuan wajib membayar sesuai dengan kemampuannya,” kata Kamaruzaman saat memberikan penjelasan tentang JKN di Seminar Nasional BPJS Kesehatan yang dilaksanakan oleh FOZ.
BPJS selaku operator JKN non profit melakukan tugas yang diembankan oleh presiden. Dalam hal ini, BPJS akan langsung bertanggung jawab kepada presiden. Tak hanya itu, secara operasional, BPJS menjadikan ini sebagai amanah dan sebagai pelayan yang tidak menempatkan falsafah keuntungan dalam melayani. Hakikatnya, dana yang dikelola oleh BPJS adalah uang yang berasal dari masyarakat dan dikembalikan kepada masyarakat.
Selain tujuan melayani, JKN ini berfungsi sebagai katalisator program gotong royong bagi sesama masyarakat di Indonesia. “Yang bayar kecil dan bayar besar menerima manfaatnya sama, maka akan terjadi solidaritas nasional. Yang kaya membantu yang miskin dan yang sehat membantu yang sakit,” tambahnya.
Hingga kini, sudah ada 1.860 rumah sakit, dan yang sudah tercatat bekerjasama dengan BPJS sudah 1.200-an rumah sakit. Termasuk praktek mandiri, termasuk klinik dokter swasta juga dapat kerjasama.
“Saat ini yang paling penting, JKN ini dapat dirasakan secara menyeluruh oleh masyarakat, termasuk kaum dhuafa, dengan hal ini BPJS berharap Lembaga Amil Zakat di seluruh Indonesia yang sudah memiliki fasilitas kesehatan agar bekerjasama bisa menjadi provider kami,” jelasnya.
Di BPJS dikenal ada tiga pelaku, yaitu BPJS Kesehatan, Fasilitas Kesehatan dan Peserta. BPJS ini yang akan melakukan kontrak dengan fasilitas kesehatan, termasuk dengan yang dikelola oleh BAZNAS ataupun oleh FOZ.
Sebelum melakukan mitra dengan BPJS, nantinya semua fasilitas yang dikelola di luar BPJS, akan diperiksa kualitasnya terlebih dahulu. Jika dinilai layak dan memenuhi kriteria yang diberikan oleh BPJS, maka dipastikan suatu lembaga tersebut boleh bermitra dengan BPJS. Nanti mereka akan memberikan pengobatan dan pelayanan. Hasil dari pelayanan ini akan diklaim oleh BPJS. Nanti ada dua sistem, pelayanan prima dan pelayanan rujukan.
Pola kemitraan itu berbentuk menjadi tingkat pelayanan, pelayanan di tingkat primer. Dan apabila pelayanan itu perlu dirujuk maka akan dirujuk. Pelayanan tingkat primer ini meliputi dokter-dokter spesialis hingga ke sub-sub spesialis. Pelayanan primer ini dapat dilakukan di puskesmas, tempat praktek perorangan, dan klinik umum.
Menurut Kamaruzzaman, jika FOZ banyak kiliniknya, nanti bisa melakukan kontrak dengan BPJS untuk melihat kemungkinan menjadi mitra BPJS. Demikian juga lembaga pelayanan kesehatan rumah sakit pratama.
“Nanti kita lihat FOZ ini di mana setaranya. Kalau di FOZ ini memiliki klinik, dia harus mempunyai jaringan dengan apotik supaya pelayanan yang diberikan menjadi satu paket,” tambahnya.
Dengan adanya BPJS Kesehatan, semua masyarakat akan dibantu bedasarkan kelasnya masing-masing. Bahkan orang asing yang tinggal lebih dari 6 bulan, akan diwajibkan untuk mengikuti BPJS Kesehatan.
Dalam skemanya, ada dua kelompok peserta dalam BPJS Kesehatan, yaitu peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan peserta non PBI. Peserta PBI terdiri dari fakir miskin dan orang tidak mampu. Sedangkan peserta non PBI terdiri dari pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota kepolisian, karyawan perusahaan swasta dan sebagainya.
Siapa yang dimaksud dengan fakir miskin yang masuk PBI? Menurut Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Sosial RI, Mumu Suherlan, fakir miskin peserta PBI menurut PP No. 101 pasal 1 ayat 5 adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.
“Selain fakir miskin, peserta PBI lainnya adalah orang yang tidak mampu. Yaitu orang yang mempunyai sumber mata pencaharian, gaji atau upah, yang hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak namun tidak mampu membayar iuran bagi dirinya dan keluarganya,” ujar Mumu.
Bedasarkan data yang terhimpun, Kemensos telah menentapkan data PBI peserta BPJS kesehatan sebesar 86,4 juta jiwa. Dalam menetapkan kriteria ini, Kemensos pun meminta bantuan kepada BPS untuk menyuplai data orang miskin.
BPS yang memenuhi permintaan Kemsos hanya sanggup memberikan data 2011. Untuk itu Kemensos pun berjanji akan melakukan updating data selama 6 bulan sekali. Updating data juga diperlukan, mengingat 86,4 juta peserta PBI ini diidentifikasi bedasarkan nama dan tempat tinggal (by name and by address) yang tersebar di 33 provinsi di seluruh Indonesia.
Dengan melihat sebaran data dan waktu pengambilan data. maka setidaknya ada tiga masalah yang akan dihadapi nantinya. Pertama, data kepersetaan PBI sudah naik status, tidak fakir miskin lagi. Yang kedua ada kemungkinan yang bersangkutan sudah pindah alamat dan ini sulit untuk dilacak. Dan yang ketiga mungkin saja yang bersangkutan sudah meninggal dunia.
“Untuk itu, akan selalu dilakukan verifikasi dan validasi data. Mekanismenya adalah menempatkan tenaga frontline terlatih di setiap kecamatan. Dia diberi tugas tidak hanya mendata PMKS tapi juga kepesertaan keluraga miskin itu sendiri,” tambah Mumu.
Sistem Pengaduan Masyarakat (SISDUMAS) pun sudah dirancang secara online oleh Kemensos. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir masalah ketidaktepatan sasaran. Mekanismenya adalah dengan turut mengandalkan sistem rembug desa.
“Pemutakhiran data ini sistemnya berjenjang dan diawali dengan kegiatan musyawarah desa untuk mengusulkan PBI pengganti. Setelah itu dilakukan verifikasi oleh Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), lalu diteruskan ke Dinas Sosial, Kabupaten, Provinsi, dan ujungnya ke Kemsos untuk ditetapkan sebagai PBI pengganti setiap enam bulan sekali,” terang Mumu.
Menurutnya, data PBI Jaminan Kesehatan merupakan data Jamkesmas yang bersumber dari Basis Data Terpadu/PPLS 2011 untuk kepentingan penetapan target sasaran program jaminan kesehatan. Sisdumas ini merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam melakukan verifikasi dan validasi data fakir miskin atau orang tidak mampu peserta PBI jaminan kesehatan, baik diminta maupun tidak diminta.
Tapi tak menutup kemungkinan, jika dalam setiap kali pemutakhiran data dilakukan atas bantuan FOZ dan lembaga lainnya. Lembaga-lemaga ini diharapkan dapat membantu memenuhi keabsahan data-data tentang masyarakat miskin dan fakir miskin yang belum terdata oleh pemerintah.
Saat ini, FOZ juga telah melakukan perjanjian kerjasama dengan Kementerian Sosial. “Data PBI seluruh Jabodatabek akan diberikan kepada Forum Zakat. Untuk selanjutnya akan divalidasi dengan data mustahik kesehatan yang selama ini dikelola fasyankes lembaga zakat,” kata Ketua FOZ, Sri Adi Bramasetia.
Sementara Prof. Amal Chalik Sjaaf menilai, lembaga zakat yang ikut andil menjadi provider layanan kesehatan harus mengelola dana ZISWAF yang dikumpulkan untuk memenuhi dan memperbaiki kualitas layanan kesehatan. Seperti peralatan medis yang belum memadai, pasokan obat-obat yang dibutuhkan, agar dapat membantu pemerataan Jaminan Kesehatan Nasional.
“Jika BPJS Kesehatan dalam hal ini JKN ingin dirasakan merata, lembaga-lembaga zakat, sosial dan kemanusiaan seharusnya juga berupaya membantu memperbaiki sistem layanan kesehatannya,” harapnya.
Lebih lanjut, Prof Amal menyatakan, Pemda pun sebenarnya mempunyai kewajiban dalam melayani dan menyediakan fasilitas kesehatan yang ada. Bila tidak mampu, pemerintah bisa meminta swasta atau lembaga-lembaga lainnya yang berkemampuan untuk melakukan fungsi yang tidak bisa dilakukan oleh pemerintah.
“Tujuan dari lembaga kesehatan seperti LAZ dan Baznas ini, tujuannya bukan mencari uang, tujuannya adalah memberikan hak yang dijamin oleh UU yaitu pelayanan kesehatan yang paling baik,” kata guru besar UI ini.
Dalam sambutannya, KH Didin Hafidhudin, Ketua Umum Baznas menyatakan, di era BPJS kesehatan harus dilakukan melalui pendekatan yang komprehensif. Indonesia saat ini membutuhkan orang kaya yang sehat tetapi yang baik. “Kalau orang kaya saja banyak, tetapi yang lebih dibutuhkan adalah orang kaya yang punya komitmen,” terang Didin.
Dukungan lembaga zakat terhadap program ini menjadi hal mutlak yang diperlukan oleh pemerintah. Keikutsertaan lembaga-lembaga zakat dan ormas-ormas sosial merupakan katalisator terhadap tujuan pemerintah dalam mencapai universal health coverage.
Lebih dulu dari pemerintah, organisasi pengelola zakat, ormas Islam dan, dan yayasan-yayasan telah memiliki fasilitas layanan kesehatan tanpa biaya. Misalnya, Baznas memiliki Rumah Sehat Baznas di beberapa lokasi, salah satunya di Masjid Agung Sunda Kelapa. Dompet Dhuafa, di area Jalan Parung mendirikan Rumah Sehat Terpadu yang luas dan sudah meng-cover ribuan pasien. Sebelumnya, DD hanya memiliki LKC (Layanan Kesehatan Cuma-Cuma) yang berpusat di Ciputat.
Rumah Zakat mendirikan Cita Sehat Foundation sebagai sayap program kesehatan yang membawahi Rumah Bersalin Gratis dan layanan lain. Hampir seluruh lembaga zakat nasional memiliki stok mobil ambulans dan mobil jenazah untuk menunjang aktivitas program kesehatan.
Mereka pun bersepakat mengenai BPJS Kesehatan. Kesepakatan itu adalah setujunya mereka untuk menjadi salah satu provider kesehatan bagi BPJS Kesehatan.
Oleh karena itu sejak dari berdirinya BAZ maupun LAZ, program yang berkaitan dengan kesehatan ini biasanya termasuk program inti dan merupakan program unggulan. Untuk itu, dalam rangka menyongsong era BPJS kesehatan tahun 2014, bagi BAZ maupun LAZ, mempunyai satu pendekatan yaitu pendekatan yang sifatnya komprehensif, artinya yang namanya kesehatan tidak semata-mata kesehatan yang bersifat fisik, tapi juga kesehatan yang bersifat mental.
“Karena pengalaman kita menunjukan bahwa orang-orang yang sakit itu sebenarmya bukan bersifat sakit fisik tapi juga sakit mental,” kata Didin.
Deklarasi Masjid Sunda Kelapa
Lembaga-lembaga zakat berkomitmen dalam “Deklarasi Masjid Sunda Kelapa untuk Indonesia Sehat” Rabu (29/01) untuk bersinergi meningkatkan pelayanan kesehatan warga kurang mampu, melalui program dan fasilitas kesehatan gratisnya untuk menjadi provider Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Deklarasi ini dihelat setelah Seminar Nasional BPJS Kesehatan “Sinergi Menyehatkan Umat di Era BPJS Kesehatan 2014”.
Komitmen ini diikuti oleh sedikitnya 18 organisasi pengelola zakat baik BAZNAS maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ) di tingkat nasional dan daerah yang selama ini telah turut melayani umat melalui program-program kesehatannya. Mereka antara lain Rumah Sehat BAZNAS-Masjid Sunda Kelapa Jakarta, Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa, Layanan Kesehatan Cuma-cuma Dompet Dhuafa, Cita Sehat Rumah Zakat, PKPU, BAZNAS Provinsi DKI Jakarta, dan LAZIS Muhammadiyah.
Ada tiga hal yang menjadi komitmen para perwakilan organisasi pengelola zakat saat itu. Pertama, LAZ dan BAZNAS yang tergabung dalam Forum Zakat (FOZ) siap melakukan sinergi program kesehatan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan bagi dhuafa. Kedua, LAZ dan BAZNAS siap bekerjasama melakukan pengawalan dan penerapan sistem JKN oleh BPJS kesehatan, diwujudkan dalam ruang lingkup program kesehatan LAZ dan BAZNAS yang tergabung dalam FOZ. Ketiga, LAZ dan BAZNAS siap mengadvokasi kepesertaan dhuafa untuk menjadi peserta PBI (penerima bantuan Iuran) dalam BPJS Kesehatan.
Tiga komitmen tersebut nantinya akan dilaksanakan melalui tujuh kegiatan yaitu Sistem ke-member-an bersama, advokasi kepesertaan BPJS Kesehatan dan rujukan ke RS lanjutan, penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan bersama, pelayanan rujukan fasilitas pelayanan kesehatan bersama, layanan ambulans dan mobil jenazah bersama, tempat singgah pasien sementara bersama, serta program promosi kesehatan bersama.
Ketua Umum FOZ, Sri Adi Bramasetia mengatakan, zakat dapat berperan besar dalam penerapan sistem JKN dengan melihat besarnya potensi dana yang dapat dihimpun. Meski saat ini BAZNAS dan LAZ baru berhasil mengumpulkan sekitar 1 persen dari potensi Rp 217 triliun, namun ada kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun yang terus menimbulkan optimisme.
“Dunia zakat tumbuh 30 hingga 40 persen tiap tahun, ini menunjukkan kepercayaan masyarakat yang tumbuh dari waktu ke waktu. Bahwa menunaikan zakat melalui amil zakat sangat bermanfaat untuk disalurkan melalui program seperti ini, terlebih karena Indonesia merupakan negara yang rawan bencana,” kata Bram.[]