Godaan Kemapanan

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp

Dalam perjalanan kehidupan seorang manusia, kemapanan bukanlah hal aneh. Sepanjang memenuhi unsur-unsur dan syaratnya, siapapun dan dalam profesi apapun, sangat mungkin akan sampai pada situasi yang bernama kenyamanan. Ya, situasi nyaman ini sendiri bisa berdimensi cukup luas, mulai dari aspek kedudukan, finansial serta fasilitas yang dinikmati.

Dibalik kemapanan, ternyata ada tiga godaan besar yang merongrong dan mengganggu kemapanan ini. Ketiga hal tersebut adalah :

1. Godaan mempertahankan kemapanan

Kemapanan cenderung melenakan. Banyak orang bersusah payah meraihnya, bahkan perlu jalan berliku dan waktu yang panjang untuk sampai pada sebuah kemapanan. Dan karena menyadari betapa sulitnya meraih kemapanan itu, banyak yang kemudian lupa diri. Menganggap bahwa kemapanan adalah abadi. Seakan kemapanan adalah milik sendiri. Tak peduli aturan apalagi moral dan nilai-nilai kebenaran.

Bagi yang sudah mapan, godaan untuk mempertahankan kemapanan itu amat besar. Selain karena telah terbuai sejumlah kemudahan dan kenikmatan, ternyata banyak orang mapan yang tidak siap berubah kembali menjadi tidak mapan. Jauh dari kemudahan, kenikmatan serta rasa hormat yang diberikan orang lain.

Dampak dari godaan ini secara ekstrem bisa berbahaya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk lingkungan sekitarnya. Secara personal, godaan ini bisa mendorong ke arah menghalalkan segala cara, asal kemapanan itu bisa dipertahankan. Secara lingkungan, orang mapan yang cenderung buta untuk terus mempertahankan kemapanannya akan dengan semena-mena terhadap orang lain. Sejumlah aturan akan diberlakukan dalam memagari kelanggengan kemapanannya. Siapapun yang berani mengusik, ia akan hadang, kalau perlu disingkirkan.

2. Godaan Perempuan

Konteks perempuan ini sebenarnya mewakili dimensi lawan jenis. Bukan laki-laki saja yang akan tergoda perempuan bila sudah mapan. Perempuan pun memiliki peluang sama bila ia sudah mapan juga.

Ya, godaan terhadap lawan jenis akan sedemikian membesar saat seseorang mulai menapaki kemapanan dalam perjalanan kehidupannya. Sengaja atau tidak sengaja, kemapanan memang melahirkan magnet bagi lingkungan sekitarnya. Kemapanan juga laksana gula bagi kerumunan semut. Ia dengan sendirinya menarik perhatian dan mendorong siapapun untuk bisa ikut menikmatinya.

Sejarah panjang peradaban manusia membuktikan, betapa para ksatria, para raja, para pejabat dan pemimpin negara, menjadi rusak binasa gara-gara seorang perempuan. Betapa juga orang-orang baik dan beradab, tiba-tiba juga jadi agresif dan seakan kehilangan akal, ternyata juga karena wanita.

Wajar jika kemudian banyak para empu tersohor di jaman kerajaan Indonesia awal, mereka berpetuah pada para calon ksatria yang sedang mereka siapkan: “Jauhilah wanita, jika engkau ingin menjadi ksatria dan raja utama, jika saat ini engkau tergoda, maka impianmu hanyalah sebuah kesia-siaan belaka”. Walau para ksatria dan raja ini akhirnya juga bergelimang dengan urusan wanita, setidaknya mereka merasa telah sampai pada masa di mana mereka “layak” pada ukuran dan masanya.

Kebesaran dan kemahsyuran seorang manusia memang tidak abadi, namun skandal karena perempuan, mampu membuat penurunan atau bahkan kehancuran kebesaran dan kemahsyuran seseorang dalam waktu yang amat singkat.

Jadi, siapapun yang kini menuju kemapanan, atau bahkan telah merasa nyaman dalam sebuah balutan kemapanan, hati-hati, dalam waktu cepat atau lambat godaan perempuan akan segera datang menjelang. Barang siapa selamat melewati godaan ini, maka ketidakmapanan atau bahkan kemapanan yang sedang dinikmati menjadi tak terguncang. Walau belum mapan, setidaknya badai persoalan ini berhasil dihindarinya dengan baik.

3. Godaan Kemandegan

Dari dua godaan tadi, ternyata godaan ketiga ini, yakni godaan kemandegan secara laten akan menerpa bagi siapapun yang merasa telah sampai pada situasi kemapanan. Dengan kondisi serba kecukupan, nyaman dan perasaan tenang yang tercipta di benak orang yang sudah mapan, ternyata muncul ancaman kemunduran.

Sedikit demi sedikit ketumpulan analisa, kelambatan berpikir, kekurangkritisan serta kelambanan gerak akan segera menghadapi orang-orang yang mapan bila ia terlena dan menikmati kemapanan yang ada. Padahal hukum besi sejarah pasti akan berlaku, “siapa yang tak berguna, ia akan disingkirkan sejarah, menepi ke garis masa lalu dan kemudian akan mati merana, menyesali diri karena telah melewatkan masa keemasan secara berlebihan dan tanpa persiapan”.

Dari ketiga godaan tadi, sebenarnya telah sangat banyak orang berhasil melewatinya dengan baik. Mereka bukan tidak ingin, tapi mereka adalah orang-orang yang masih memiliki kesadaran yang utuh dan terjaga, sehingga setiap godaan yang muncul bisa mereka hindari dengan baik. Mereka, juga sebagian tahu cara dan mekanisme dari jalan keluar yang mereka hadapi. Mereka dengan kesadaran menjadi manusia sejati, memilih jalan pengabdian dan penghambaan dalam hidupnya.

Kemapanan atau ketidakmapanan (bagi yang belum) adalah merupakan masalah waktu saja, bila kita istiqomah dan memenuhi semua unsur dan prasyarat kemapanan, insyaallah kemapanan cepat atau lambat akan kita raih. Yang penting bagi kita saat ini adalah, bagaimana kita senantiasa bersyukur atas realitas yang saat ini kita hadapi dan Allah berikan pada kita. Mudah-mudahan dengan kesyukuran ini, Allah akan tambahkan nikmat yang banyak.

Barangsiapa yang syukur, Allah akan tambahkan nikmat-Nya dan bagi siapa saja yang tidak bersyukur (kufur) maka sesungguhnya adzab Allah amat pedih. Wallahu’alam bishowwab.[**]