Zakat termasuk rukun Islam yang nasibnya paling mengenaskan dibanding syahadat, shalat, puasa, dan haji yang daftar tunggunya sangat panjang. Untuk optimalisasi zakat, dibutuhkan gerakan bersama dengan latihan terus menerus. Anak kecil dilatih shalat sebelum baligh sehingga ketika baligh sudah bisa melaksanakan shalat dengan baik. Begitu juga anak dilatih berpuasa setengah hari, kemudian menjadi sehari, sehingga ketika baligh sudah mampu melakukan puasa sehari. Maka, jika zakat bisa tegak berdiri, maka sebelum harta mencapai satu nishab, seseorang harus berlatih berzakat sehingga ketika zakat sudah mencapai satu nishab bisa bisa mengeluarkan harta zakat dengan baik (tidak ada rasa eman dan sudah mempunyai pengetahuan cukup untuk berzakat). Edukasi terus menerus sangat penting dalam konteks ini, sehingga masyarakat menjadi sadar bahwa kewajiban zakat sama dengan kewajiban shalat, puasa, dan haji. Peran akademisi, kiai, media, pemerintah, dan seluruh kekuatan civil society sangat penting untuk menggelorakan gerakan zakat sebelum satu nishab. Demikian penjelasan Bapak Amin Sudarsono, Sekretaris Eksekutif Forum Zakat (FOZ) Nasional dan Tim Ahli Perumus Tata Kelola NU-Care Lazisnu PBNU dalam seminar “Update Tata Kelola dan Regulasi Zakat: Legalitas, Pedoman Pendayagunaan, Sinergi Kelembagaan” yang diselenggarakan Program Studi Manajemen Zakat Wakaf IPMAFA dan FOZ Nasional di Aula IPMAFA, Senin, 20 Februari 2017.
Menurut Bapak Amin, untuk menunjang gerakan zakat sebelum satu nishab ini dibutuhkan lembaga amil zakat, infak dan sedekah yang amanah dan profesional. Lembaga amil zakat harus diisi orang-orang yang mempunyai kompetensi di bidang fiqh zakat, manajemen kelembagaan, fundraising, dan administrasi yang rapi, transparan dan akuntabel.
Selain itu, program yang kreatif dan inspiratif harus dimunculkan sebagai kunci dalam melakukan penghimpunan dana zakat. Muzakki akan tertarik dengan program yang tidak konvensional, punya nilai kontinuitas, perspektif baru, dan pengaruh yang jelas di masyarakat, khususnya menuju kemandirian dan kesejahteraan ekonomi. Di tengah proses ini, legalitas menjadi hal yang penting. Lembaga Amil zakat harus mengurus legalitas sesuai undang-undang yang ada. Namun, jangan sampai persoalan legalitas menjadi penghalang dalam menggalakkan zakat. Legalitas diurus bersamaan dengan penggalangan harta zakat.
Menurut Dr. Jamal Ma’mur, MA, Kaprodi Manajemen Zakat Wakaf IPMAFA, dengan gerakan berzakat sebelum mencapai nishab ini dan didukung legalitas dan kompetensi amil zakat yang amanah dan profesional, diharapkan potensi zakat secara nasional sebesar 217 trilyun bisa tergali secara maksimal, tidak hanya 4,3 trilyun seperti sekarang ini, tapi mampu mencapai 7 sampai 10 trilyun pertahun.
Selain itu, lanjut Pak Jamal, jika lembaga zakat sekarang ini masih tersentral di kota-kota besar, yang dimotori oleh Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Inisiatif Zakat Indonesia, Al-Falah, dan Nurul Hayat, maka sudah saatnya lembaga zakat berdiri di seluruh wilayah di Indonesia, di seluruh pelosok Nusantara, baik di desa, lembaga pendidikan, kampus, pesantren (seperti di Sidogiri), dan lain-lain. Dengan ini diharapkan, gerakan pengentasan kemiskinan bisa berjalan secara efektif karena ada sinergi antar seluruh elemen bangsa. Angka orang miskin di Indonesia 28,01 juta jiwa (10,86 %) bisa teratasi dengan zakat dan program pemerintah secara sinergis.