Zakat, Pajak, Happy

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Nur Efendi ( CEO Rumah Zakat (RZ)

Oleh: Nur Efendi ( CEO Rumah Zakat (RZ), Ketua Forum Zakat Nasional)

Kedekatan Zakat dan Pajak

Selama Maret hingga awal April 2016 ini banyak hal yang menggelitik saya untuk memaknai beragam fenomena yang terjadi mulai di lingkungan sekitar hingga dunia. Dimulai dengan reminder dari staff keuangan di kantor tentang batas akhir pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang berakhir pada 31 Maret. Respon setiap orang rasanya berbeda-beda atas reminder ini, ada yang sigap mengisi SPT agar bisa diserahkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) secara kolektif – namun ada juga yang menunda hingga hari-hari terakhir sehingga harus rela antri cukup panjang di KPP.

Banyak pula yang lebih suka mengisi SPT Online yang iklannya sering kita temui di layar televisi, dengan tagline ”Kini mengisi SPT bisa dilakukan kapan saja, dan di mana saja” serta mempopulerkan istilah e-filing. Respon pembayar pajak atas fasilitas online ini tampaknya antusias, terbukti dengan kebijakan pemerintah untuk memperpanjang batas pengisian SPT Online ini hingga akhir April 2016 nanti.

Momentum akhir bulan juga adalah momentum gajian bagi para karyawan yang menjadi momen penting bagi badan dan lembaga amil zakat untuk merilis reminder tentang zakat penghasilan. Ditelisik lebih dalam, ternyata zakat pun memiliki kedekatan dengan pajak.

Pada pertengahan Maret 2016 ini, Kementerian Agama RI merilis Daftar Badan Amil Zakat (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) sesuai dengan UU 23/11 dan UU 60/2010, tentang pengelolaan Zakat dan tentang Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Ditujukan kepada Menteri Keuangan RI dan Direktur Jenderal Pajak, surat ini menjadi salah satu dokumen yang mengindikasikan bahwa zakat semakin punya peran strategis. Selain Badan Amil Zakat di berbagai kota dan kabupaten di Indonesia, Rumah Zakat (RZ) menjadi salah satu LAZ Skala Nasional yang telah mendapatkan izin untuk mengelola dana-dana Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) di Indonesia.

Sosialisasi dan implementasi undang-undang terkait dengan pajak dan zakat ini mengalami tantangan tersendiri. Tapi satu hal yang memiliki kesamaan adalah bahwa pendapatan dari pajak serta penghimpunan dana zakat, belum mencapai potensi besarnya. Padahal – kita sama-sama pahami – kedua instrumen ini memiliki kekuatan yang besar untuk menjadi daya dorong pembangunan bangsa Indonesia.

Apa yang Membuat Anda Happy?
Semua orang punya momen dan cara untuk bahagia yang beragam. Namun saya tergelitik bahkan terdorong untuk mempercayai bahwa zakat dan pajak bisa jadi media untuk membuat kita happy.

Contoh saja Denmark yang beberapa waktu lalu dinobatkan sebagai Negara dengan Index of Happiness yang paling tinggi. Dua diantara komponen index ini adalah:
Generosity (kedermawanan), datanya diambil dari pertanyaan pada penduduk dunia tentang ”Apakah Anda memberikan sumbangan sosial dalam kurun waktu sebulan terakhir?”
Perception of Corruption (persepsi atas korupsi), datanya dikumpulkan dari persepsi para penduduk di berbagai Negara yang mempersepsikan banyak atau tidaknya korupsi di tubuh pemerintahan ataupun bisnis yang mereka jalani.

Bukankah kedua hal ini bisa kita persepsikan sebagai simbol dari zakat dan pajak? Kesadaran orang berzakat idealnya menjadi panggilan bagi setiap muzakki untuk menunaikan hak mereka yang tak berpunya dari harta yang mereka miliki, dengan distribusi akuntabel dan profesional oleh Badan dan Lembaga pengelola zakat. Begitu pula pajak, yang idealnya dibayarkan karena landasan yang kuat bahwa dana pajak mereka akan dipergunakan secara proporsional untuk pembangunan Negara yang akan berdampak langsung bagi dirinya dan masyarakat secara umum.

Maka, bisa jadi komitmen untuk senantiasa menunaikan zakat dan membayar pajak menjadi jalan kita untuk bahagia. Terlalu pragmatis? Bisa jadi, tapi setidaknya bagi saya adalah sebuah bentuk kebahagiaan tersendiri ketika bisa melihat anak yatim yang saya bantu bisa sekolah lebih tinggi. Begitu juga ketika saya menjadi warga yang taat bayar pajak, saya bisa berjalan bangga bahwa saya punya kontribusi untuk pembangunan Indonesia untuk senantiasa menjadi lebih baik. Tidak seperti sejumlah nama para pemilik dana besar dalam Panama Papers, yang jika terbukti benar melakukan kecurangan dalam mengemplang pajak, maka hidup mereka akan selalu gundah gulana.

Jadi, ada tiga langkah yang bisa Anda coba: tunaikan Zakat, bayar Pajak, dan be Happy. Selamat berbagi, selamat berkarya untuk Indonesia.