Pemerintah Harus Kuatkan Regulasi Pengelolaan Zakat

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Pemerintah Harus Kuatkan Regulasi Pengelolaan Zakat

Keinginan pemerintah untuk menyelaraskan program pengurangan angka kemiskinan melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah hal yang logis dan strategis, baik dalam perspektif yuridis formal maupun ekonomi. Pertama, dalam perspektif yuridis formal, UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat mengamanahkan kepada BAZNAS untuk mengelola keuangan zakat yang diperolehnya guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Maka, meski secara spesifik tidak disebutkan bahwa BAZNAS harus bersinergi program dengan pemerintah, namun tidak boleh dilupakan bahwa BAZNAS adalah lembaga milik negara. Oleh karenanya, lembaga ini memiliki kewajiban untuk bersama-sama pemerintah mengentaskan kemiskinan. Penyelarasan ini juga menunjukkan kehadiran negara dalam kontrol terhadap kegiatan lembaga negaranya agar sesuai dengan blueprint yang telah ditetapkan.

Kedua, dalam persepktif ekonomi, potensi dana zakat di Indonesia sangatlah besar. Bahkan menurut BAZNAS, potensi zakat pada tahun 2016 saja mencapai Rp. 217 triliyun. Tentu ini angka yang tidak kecil, karena nilai potensinya setara dengan 10,4 persen dari APBNP 2016 yang mencapai Rp. 2.082 Triliyun. Namun, kenyatannya realiasi perolehan zakat di Indonesia masih jauh dari ekspektasinya, yakni hanya berkisar di angka Rp. 4 triliyun atau baru menyentuh 1,8 persen dari jumlah potensi yang ada.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan perolehan nilai zakat di Indonesia, maka pemerintah harus melakukan supervisi dan dukungan penuh terhadap pengelolaan zakat di Indonesia. Dalam kerangka ini, maka NU Care – LAZISNU (Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh Nahdlatul Ulama) dan LAZISMU (Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh Muhammadiyah) mendukung rencana pemerintah untuk memberikan intervensi dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Namun, tentunya dengan catatan bahwa pemerintah bersedia untuk menguatkan regulasi pengelolaan zakat sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2012, sebagaimana yang tercantum pada pasal 22 dan 23. Dalam pasal tersebut, status zakat di Indonesia hanya “sebagai pengurang penghasilan kena pajak“. Klausul inilah yang menjadikan wajib pajak dan wajib zakat harus menambah beban pengeluaran jika ingin menunaikan kewajiban agama dan negara.

Oleh karena itu, jika pemerintah benar-benar ingin melakukan intervensi dalam pengelolaan zakat di Indonesia, maka hal fundamental yang harus dikuatkan adalah merubah regulasi “zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak” menjadi “zakat sebagai pengurang pajak”. Dengan adanya pergantian pasal tersebut, NU Care –LAZISNU dan LAZISMU yakin akan ada perubahan secara signifikan terhadap peningkatan perolehan nilai zakat yang selama ini belum optimal. Dengan melakukan perubahan mendasar ini pula, sinergitas antara pajak dan zakat dapat terjalin, karena para wajib pajak sekaligus dapat menunaikan zakatnya tanpa harus menambah beban pengeluaran.

Lebih dari itu, untuk meningkatkan trust masyarakat terhadap Lembaga Amil Zakat (LAZ), semua LAZ harus bersedia untuk melaporkan kondisi keuangannya secara publik dan periodik serta bersedia diaudit secara profesional. Hal ini selain untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas LAZ, juga sebagai alat kontrol pemerintah dalam memastikan penyaluran dana zakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, yakni untuk tujuan mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.