Naskah PeraturanBaznas (Perbaznas) yang telah dilakukan ujipublik pada tanggal 27 Oktober lalu di hotel Millenium Jakarta memiliki banyak catatan di mata pengurus Forum Zakat. Hal yang paling utama adalah pembentukan unit pengumpul zakat yang masuk keseleuruh badan publik dan area masyarakat umum, yang selama ini telah mapan dikelola oleh amil zakat, yayasan social keagamaan yang didirikan warga setempat, atau ormas Islam yang mapan.
“Di Perbaznas, rumah sakit, perguruan tinggi, sekolah, masuk menjadi unit pengumpul zakat. Sementara, misalnya ormas Muhammadiyah memiliki ketiganya. Tentu, mereka tidak akan menjadi UPZ Baznas.” Demikian kata Koordinator Advokasi Regulasi Forum Zakat, Suryanto KH.
Suryanto, yang biasa dipanggil Ryan, menyampaikan catatan sebagai berikut. Pertama, definisi UPZ yang hanya pengumpul zakat terlalu sempit. Seharusnya untuk mengakomodasi yang telah berkembang di masyarakat UPZ juga adalah pendistribusi zakat. Oleh karena itu, kami meminta pada pasal ketentuan umum Perbaznas yang akan disahkan ini, definisi UPZ diperluas menjadi unit pengumpul dan penyalur zakat.
Dengan perluasan definisi itu akan memudahkan keberterimaan public atas Perbaznas. Selama ini, yayasan, ormas, sekolah, kampus melalui SKI, masjid kampus atau Sie.kerohanian OSIS itu sudah mengumpulkan zakat, minimal zakat fitrah dan sudah membagikan untuk masyarakat terdekatnya sendiri. Akan aneh bila hanya mengumpulkan sementara proses distribusi dilakukan pihak lain. Kepercayaan masyarakat akan turun bila tradisi bertahun-tahun berjalan gara-gara peraturan baru.
Demikian pula, di perusahaan BUMN. Karyawan BRI, PLN, Mandiri, dan BUMN lain yang selama ini menititipkan zakat ke LAZ masing-masing tentu memerlukan adaptasi perubahan tata kelola bila lazis PLN misalnya menjadi UPZ karena menurut naskah Perbaznas yang akan diujipublikkan, penyaluran zakat oleh LAZ setempat ditiadakan. “karena itu, perluasan definisi UPZ mutlak diperlukan.” Kata Ryan yang juga pengurus LAZIS PLN.
Kedua, ormas Islam memiliki basis yang telah mapan selama puluhan tahun, berupa majelis taklim, perguruan tinggi, sekolah. Amal usaha dan unit-unit kegiatan ormas itu melakukan aktivitas pengelolaan zakat. Tentu dengan gaya mereka masing-masing. Mereka telah memiliki muzaki yang rutin dan mustahiq yang terdata dengan baik.
Aktivitas pengumpulan zakat adalah nafas bagi ormas Islam. Bahkan hampir program kerja ormas dibiayai dari zakat, infaq, sedekah dan donasi anggota aktif ormas tersebut. Zakat dan dana publik adalah darah dan nafas dari ormas Islam. Bila menutup pendistribusian dana itu, sama saja menghentikan denyut nadi amal usaha dan unit kegiatan mereka. Karena itu, bagi masjid, pesantren, perguruan tinggi, sekolah, dan rumah sakit biarkan mengelola zakat masing-masing melalui panitia ZIS yang berafiliasi kepada lembaga amil zakat yang berizin.
Ketiga, untuk LAZ BUMN yang menurut Perbaznas harus menjadi UPZ perlu negosiasi tersendiri karena mereka memiliki muzaki dan mustahiq yang telah mapan selama ini. Terlebih, dana himpun zakat sangat besar. Misalnya, LAZIS PLN sebesar 135 Miliyar per tahun yang itu rata-rata perbulan 11 Miliyar sebulan. Juga YBM BRI satu tahun 95 Miliyar.
Kesepakatan tanggal 1 Maret 2016 antara Kementerian Agama, Baznas, FOZ yang difasilitasi oleh Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyepakati bahwa LAZ BUMN hanya menyetor 5% dari penghimpunan pada tahun 2015. Kesepakatan itu, sebetulnya melegakan semua pihak karena LAZ BUMN tetap memiliki keleluasaan menjalankan rencana-rencana program yang telah dibuat. Selain itu, Baznas tidak perlu repot untuk membuat perencanaan penyaluran. Toh, laporan penghimpunan dan penyaluran LAZ BUMN tetap akan dikirimkan ke Baznas sebagai akumulasi pengelolaan zakat nasional. Suryanto, meminta agar Baznas komitmen dan kosisten atas kesepakatan yang dibuat di Kemenko PMK itu.[]