JAKARTA—Peraturan Pemerintah (PP) No 14/2014 tentang pengelolaan zakat telah ditandatanganinya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 Februari 2014 . Menurut Irfan Beik, staf ahli Baznas, kehadiran PP ini memperkuat arsitektur perzakatan nasional.
Menurut dosen IPB itu, masih ada dua instrumen regulasi lagi yang diperlukan dalam pembangunan zakat, yaitu Peraturan Menteri Agama (PMA) dan Pedoman Pengelolaan Zakat (PPZ) yang dikeluarkan oleh BAZNAS. “Keberadaan keempat instrumen ini, yaitu UU, PP, PMA dan PPZ, merupakan satu kesatuan regulasi dan aturan yang akan menentukan arah masa depan pengelolaan zakat nasional,” ujarnya.
PP No 14/2014 ini terdiri dari 11 bab dan 86 pasal, dan memuat sejumlah ketentuan pokok yang sangat fundamental. Di antara aturan yang mendapat perhatian besar dari PP ini adalah terkait kelembagaan BAZNAS, yang terfokus pada tiga isu utama. Pertama, keanggotaan BAZNAS (26 pasal). Kedua, organisasi dan tata kerja BAZNAS (16 pasal), dan ketiga, organisasi dan tata kerja sekretariat BAZNAS (6 pasal). Total ketiganya adalah 48 pasal, atau 55,81 persen dari keseluruhan isi PP.
Selain itu, terdapat 11 pasal yang mengatur tentang kelembagaan LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang dibentuk oleh masyarakat. Jumlah pasal ini setara dengan 12,79 persen dari keseluruhan isi PP.
Menurut Irfan, dengan keluarnya PP, tugas Baznas sekarang adalah bagaimana melaksanakannya sehingga aturan dan ketentuan pengelolaan zakat bisa berjalan dengan baik, efisien, dan efektif. Paling tidak, ada dua agenda utama yang harus diprioritaskan pada tahun 2014, yaitu sosialisasi dan penyiapan tindak lanjut PP.
Agenda pertama yaitu sosialisasi, Kementerian Agama dan BAZNAS harus bekerjasama untuk melakukan sosialisasi terbitnya PP ini kepada para kalangan praktisi zakat, baik BAZNAS stakeholder strategis. Tentu yang pertama kali harus diajak bicara adalah daerah maupun LAZ. “Ini sangat penting karena PP ini memiliki sejumlah dampak yang perlu dikomunikasikan dengan mereka,” kata Irfan.
Bagi BAZNAS daerah misalnya, PP ini akan merombak struktur kepengurusan yang ada, dari struktur yang “gemuk” menjadi sangat “ramping”. Sesuai dengan Pasal 34 dan 41 PP, maka jumlah kepengurusan di daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota adalah maksimal lima orang, dengan komposisi satu ketua dan maksimal empat wakil ketua. Inilah yang disebut dengan unsur pimpinan BAZNAS daerah. Dalam melaksanakan kegiatannya, maka pimpinan ini dibantu oleh unit pelaksana.
Mekanisme pemilihannya pun berbeda. Dalam PP telah diatur bahwa di antara mekanisme yang harus dilakukan adalah pemberian pertimbangan BAZNAS Pusat terhadap para calon pimpinan BAZNAS daerah sebelum mereka diangkat secara resmi oleh keputusan kepala daerah masing-masing. Hal-hal strategis seperti ini harus segera dikomunikasikan agar daerah segera mendapat kepastian hukum.
Selanjutnya bagi LAZ, sosialisasi ini sangat penting karena menyangkut kedudukan mereka. Prosedur pendirian LAZ, mekanisme koordinasi hingga laporan pertanggungjawaban pengelolaan zakat adalah hal-hal krusial yang perlu untuk segera dikomunikasikan dengan LAZ.
Agenda kedua, penyiapan tindak lanjut PP ini. Di antaranya adalah terkait dengan proses pemilihan anggota BAZNAS, PMA untuk tata cara penghitungan zakat maal dan zakat fitrah serta pendayagunaan zakat, dan PPZ yang akan mendukung pelaksanaan tugas BAZNAS secara umum.
Terkait PPZ ini, ada hal yang perlu disegerakan, yaitu antara lain tata cara dan prosedur pemberian pertimbangan, baik untuk pendirian LAZ dan untuk pertimbangan pimpinan BAZNAS daerah.
PP telah mengamanatkan jangka waktu bagi keberadaan peraturan pelaksana ini, yaitu satu tahun sejak ditetapkan. “Tentu ini adalah pekerjaan besar kita semua, dan membutuhkan dukungan semua pihak,” pungkas putra KH Didin Hafidhuddin ini.[]