Ahmad Budiono , Relawan Yang Mewakafkan Waktunya Untuk Sesama

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp

Masih sedikit orang yang mau mengabdikan seluruh waktunya untuk menolong orang lain dan tanpa pamrih, diantar yang sedikit itu ada Pak Ahmad Budiono atau biasa dipanggil pak Budi. penampilan dan bicaranya yang sederhana, namun siapa sangka hingga saat ini ia telah menolong lebih dari 5000an orang yang kesulitan dalam memperoleh hak kesehatan dari pemerintah.  Ketertarikannya kepad dunia sosial sudah tumbuh sejak muda, dimana ia aktif di karang taruna lingkungan Rukun warga (RW) dan sering membantu masyarakat dalam mengurus mengadvokasi terkait administrasi dan kesehatan di lingkungan rumahnya.

Pada tahun 2012 pak Budi ini bergabung dengan Jakarta Amanah, ia menceritakan bahwa saat itu di kawasan Hotel Indonesia, Jakarta Amanah membuka kesempatan untuk menjadi relawan. Pada saat itu hanya ia sendiri yang menjadi relawan untuk mengadvokasi masyarakat, bersama Ibu Israyani mereka mengadvokasi masyarakat untuk masalah kesehatan. Baru pada tahun 2014 ada 11 orang yang jadi relawan Jakarta Amanah, dan sekarang tinggal tersisa 7 orang “dan cuma saya yang full time 24 jam standby.” tuturnya.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai relawan bukannya tanpa halangan, seperti pada masa berlakunya Keluarga Miskin(GAKIN) yang banyak yang mempersulit masyarakat terutama di tingkat puskesmas. Ia bercerita saat itu dirinya sedang membantu orang di Rumah Sakit, “saat akan meminta verifikasi dari puskesmas oleh pihak puskesmas saya di “lempar-lempar”, sampai saya emosi dan membanting bingkai kaca sambil bilang “saya kemari untuk bantu orang yang tidak punya, jangan dimainin, kasihan orangnya sudah masuk rumah sakit. Ibu kan digaji, saya tidak digaji ini. Saya cuma minta surat Verifikasi”, dan akhirnya dikasih.

Meski sangat kurang tidur karena dirinya standby 24 jam serta tidak mendapat gaji bulanan, namun ia mengaku bahwa menjadi relawan merupakan panggilan jiwanya sejak muda, karena itu ia menjalankannya dengan ikhlas dan tanpa pamrih. Dan ia juga sangat bersyukur selama mengadvokasi orang dirinya tidak pernah sakit serius, kalaupun sakit hanya pusing-pusing dan demam itu biasa. “Kalaupun kecelakaan saya pernah tertabrak saat akan mengadvokasi di daerah Grogol, tapi alhamdulillah tidak apa-apa cuma gigi patah saja”.  Selain itu ia setiap bulan juga selalu suntik vitamin ke rumah sakit untuk menjaga kesehatan.

Selama ini ia merasa kasihan melihat banyaknya orang awam banyak yang tidak mengerti bagaimana mengadvokasi dirinya terutama dalam hal kesehatan, padahal saat ini sudah ada BPJS. Namun menurutnya banyak juga rumah sakit yang melakukan pembodohan. Kecurangan terjadi mulai dari pengambilan antrian. Ada oknum rumah sakit yang menyimpan nomor awal untuk diberikan kepada yang memesan, tentunya dengan imbalan uang. “Kalau rakyat kecil mana mampu bayar,”tambahnya.

Selain itu kebanyakan orang menganggap mudah dalam mengurus BPJS dan bisa diurus nanti-nanti, baru terasa saat masuk rumah sakit. “Saran saya bikinlah BPJS yang kelas 2 saja, uang 5 juta sangat tidak cukup untuk pengobatan kita ke rumah sakit.”

Menurunkan Direktur Utama Rumah Sakit
Ada cerita menarik saat pak Budi mengadvokasi warga tidak mampu dan sampai sampai bisa memecat seorang pimpinan rumah sakit.  Saat itu ia mengadvokasi warga miskin yang terkena Hernia di Rumah sakit daerah di Jakarta Pusat dengan menggunakan GAKIN. Dalam prosesnya ia melihat ada beberapa kejanggalan, di antaranya yaitu harus bayar saat pasien menggunakan alat dan mahalnya harga obat, padahal seharusnya jika menggunakan BPJS ataupun GAKIN seharusnya obatnya gratis.

saat itu ia menghubungi Drg. Yudhita Endah Prihmaningtyas yang saat itu menjabat sebagai Kepada UP Jamkesda Prov DKI Jakarta) mengenai kejanggalan itu, namun ibu Yudihta menjawab kalau GAKIN tidak bayar sama sekali. Sampai ibu Yuditha itu datang untuk mengecek dan akhirnya adalah pemecatan direktur utama Rumah sakit tersebut. “Akhirnya uang saya dikembalikan semua, tapi saat itu saya dikecam oleh pihak rumah sakit,” Kata pak Budi

Dalam menjalankan pekerjaan sebagai relawan, pak Budi hanya diberi 50 Ribu/ berkas sebagai pengganti transpot, itupun kalau ia mengumpulkan berkas pasien yang ia advokasi. Pernah ia selama seminggu lupa mengurus dan mengumpulkan berkas tersebut. Selain menjadi menjadi relawan kesehatan di Jakarta Amanah, sehari-hari saya pak Budi juga mengajar TPA di dekat rumah dari jam 3 sampai jam 4 sore. Sebelumnya ia juga pernah mencoba berdagang, namun selalu rugi karena dibohongi oleh orang.

Berkaca pada banyaknya warga yang telah di advokasi, ia berharap presiden bisa berpihak kepada kesehatan bagi rakyat yang tidak mampu dan selama ini masih ditolak karena tidak punya uang. Selain itu ia meminta adanya sosialisasi yang massif, setiap tiap ada perubahan kebijakan, pemerintah terutama mengenai kesehatan.  “Saya juga meminta Pemerintah jangan membuat kebijakan yang terlalu banyak sehingga rakyat selalu merasa di bodohi.” Tambahnya.