Forumzakat.org – Jika pasal 38 UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pada tahun 2016 mendatang benar-benar diterapkan, maka takmir masjid yang selama ini menerima dan menyalurkan zakat bisa dipenjara. Sebab, hal itu dilarang menurut pasal tersebut.
“Bisa kita bayangkan, penjara pasti akan penuh sesak,” kata praktisi nasional Drs Harry Rachmad pada Focus Group Discussion (FGD) “UU Zakat dan Pemberdayaan Lembaga Zakat serta Umat” di Kelapa Gadin Resto Jalan Magelang Sinduadi Mlati Sleman, Sabtu (22/08/2015).
FGD yang diinisiasi anggota DPD RI Drs HA Hafidh Asrom MM ini juga menghadirkan pembicara Drs HM Yazid Afandi MAg (dosen UIN Sunan Kalijaga) dan Andika Bayu S SKom MKom (Direktur Kanalink).
Dalam pasal 38 UU 23/2011 disebutkan: setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang. Kemudian dalam pasal 41 disebutkan: setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
“Maksud pasal tersebut memang baik, yaitu tidak setiap orang bisa mengelola zakat kemudian bubar alias menghindari amil zakat bodong. Tapi kan ada aspek lain yang perlu jadi perhatian, yaitu terhalangnya hak warga untuk membayarkan/menyalurkan zakat,” kata Harry Rachmad.
Sedang HM Yazid Afandi menjelaskan, sisi positifnya pasal tersebut menjadi ‘jaring pengaman bagi kemungkinan terselewengkannya dana zakat. “Jadi tidak ada lembaga zakat liar. Tiap orang Islam tidak bisa seenaknya sendiri pengelola zakat. Toh kalau terjadi penyelewengan yang kena juga Islam?” katanya.
Sementara itu anggota DPD RI Drs HA Hafidh Asrom MM mengungkapkan, UU No 23/2011 menimbulkan kontroversi di kalangan praktisi, akademisi, masyarakat Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan pihak lain terkait. “Mulai ada kekhawatiran akan dibekukannya LAZ, sehingga UU tersebut mengerdilkan peran mandiri masyarakat dalam memberdayakan dana zakat,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, UU tersebut telah menghambat kinerja serta peran lembaga-lembaga zakat yang telah ada. “Di sini jelas bahwa pemerintah ingin menyaring lembaga zakat yang telah ada dengan persyaratan keanggotaan “ormas Islam”. Padahal bagi lembaga zakat persyaratan seperti itu agak berat, karena harus merevisi ulang struktur dasar dan mengubah statusnya selama ini sebagai yayasan,” jelasnya. (Fie)