Penulis: Nana Sudiana (Sekjen Forum Zakat)
(Bagian 1 dari 2 bagian tulisan)
“…Walaupun kamu membelanjakan semua (kakayaan) yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka…_ (QS: Al-Anfal: 63)”
Sahabat Amil Yang dirahmati Allah…
Berbahagialah kita bila setiap melewati sebuah moment kebaikan ternyata kita tak sendirian. Ya, berbuat baik tentu akan semakin membuat kita semangat bila semakin banyak orang terlibat didalamnya. Demikian pula apa yang saya lihat dalam beberapa moment kebersamaan para amil zakat di sejumlah kesempatan. Para amil yang hadir dan kemudian menyatukan diri dalam berbagai kegiaatan bersama menunjukan kegembiraannya ketika mereka hadir di sana. Sebut saja beberapa moment itu misalnya ketika Munas Forum Zakat (FOZ), Forum silaturrahim amil, serta di forum-forum pelatihan yang ada. Mereka semua tampak menikmati moment-moment kebersamaan tadi dan seolah ada dalam gambaran “holopis kuntul baris”.
Kalimat “Holopis kuntul baris” barangkali bagi sebagian dari kita cukup memahaminya, namun ada juga yang merasa asing dengan kalimat tadi. Sejatinya ungkapan “Holopis kuntul baris” sendiri bukanlah sama sekali asing. Ungkapan ini bagi mereka yang berasal atau berlatar belakang budaya Jawa tentu pernah mendengarnya atau malah paham dengan cukup baik.
Bagi yang merasa tak begitu familiar dengan ungkapan tadi, kalau saja mau sedikit susah mencarinya, tentu tak sulit. Untuk mencari makna kalimat tadi, kita dapat berselancar dengan mudah di sejumlah situs pencarian online. Dari sana semoga kita akan mudah menemukan maknanya. Mengapa kemungkinan besar ungkapan ini mudah ditelusuri maknanya karena pada dasarnya ungkapan ini acap kali muncul dalam sejumlah narasi sejarah Indonesia. Ya, cerita lengkap tentang kalimat tadi, kapan diucapkan dan oleh siapa diungkapkan tercatat nyata dalam lansekap sejarah Indonesia bersamaan dengan cerita kehidupan Sang Proklamator Indonesia, Presiden Soekarno.
Istilah “Holopis kuntul baris”, tercatat salah satunya pernah disampaikan Bung Karno dalam moment pidato Bung Karno saat mencetuskan Pancasila pada 1 Juni 1945. Kata beliau-nya : _”Gotong-royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis kuntul baris buat kepentingan bersama. Dari semua untuk semua”._
Ungkapan ini juga spiritnya untuk menyemangati Bangsa Indonesia agar bergotong royong. Maksud ungkapan itu sendiri adalah “ bekerjasama untuk menangani hal besar “, karena dengan cara begitu, masalah seberat apapun pasti bisa terselesaikan kalau dikerjakan bersama-sama.
Menjadi barisan atau kerumunan
Bila istilah “Holopis kuntul baris” ditarik ke lansekap gerakan zakat Indonesia, maka tentu hal ini cukup relevan dengan suasana yang terbangun kini di gerakan zakat Indonesia. Di tengah dinamika dan sejumlah masalah yang dihadapi gerakan zakat, baik dari sisi internal maupun eksternal gerakan zakat, kini masing-masing unsur gerakan zakat tak bisa sendirian menyelesaikannya.
Urusan gerakan zakat semakin tak mudah, apalagi bila hal ini dikaitkan dengan perkembangan kemiskinan yang kian hari tampak nyata terjadi dan terus meningkat. Melihat catatan dari rilis BPS terakhir, tergambar bahwa pada akhir tahun 2017, terdata bahwa ada 26,58 juta penduduk Indonesia yang hidup dibawah Garis kemiskinan. Jumlah ini tentu bukan jumlah yang sedikit apalagi bila kita melihat rasio indeks Gini Indonesia yang masih sebesar 0,38. Sebagaimana kita tahu, rasio koefisien Gini atau Indeks Gini merupakan skala indikator yang digunakan untuk mengukur derajat ketimpangan sosial di sebuah negara. Skala ini sendiri dimulai dari 0 hingga 1. Dan bila kita lihat Indonesia, dengan skala 0,38 menunjukan bahwa ketimpangan sosial di negeri ini tak bisa dianggap remeh. Bila dibiarkan semakin membesar, akan berisiko terjadinya hal-hal yang tidak baik bagi kehidupan masyarakat.
Ditengah tekanan situasi eksternal gerakan zakat tadi, ternyata bila didalami, di internal gerakan zakat sendiri pun tak semakin mudah. Kata anak muda Jaman Now Amil zakat sekarang ini ibarat menari di atas gelombang. Betapa rentan dan mudah terjebak dalam perangkap-perangkap masalah yang terdapat di sepanjang karir dan kehidupan seorang amil.
Benarkah seseram itu kehidupan amil zakat jaman now?. Tentu saja gambaran tadi tak sepenuhnya benar, walau tentu juga tak salah secara umum. Faktanya, persepsi apapun yang dilekatkan pada dunia amil, kini telah ada ribuan orang yang beraktivitas dan hidup sebagai amil zakat di berbagai Organisasi Pengelola Zakat (OPZ), baik di BAZNAS maupun di sejumlah LAZ.
Ditengah dinamika tadi, gerakan para amil zakat untuk terus memperbaiki dan meningkatkan kapasitas dan kualitas gerakan zakat tak pernah berhenti dilakukan. Mereka terus bergerak, dalam kapasitas dan lingkupnya masing-masing, baik di sorot media maupun diam-diam dibawah bayang-bayang keikhlasaan yang terus dijaga. Para amil walau sering terlihat bekerja sendirian di lapangan masing-masing, sejatinya ia adalah bagian tubuh yang sama dari gerakan zakat Indonesia. Mereka layak dilekatkan istilah “Holopis kuntul baris”. Semangat “holopis kuntul baris” dengan makna “bekerjasama untuk menangani hal besar “, tentu terus-menerus dipraktikan para amil tak kenal henti. Mereka bergerak dan terus bergerak ke seluruh bagian bumi Indonesia untuk berbakti dan mewujudkan rasa pedulinya bagi bangsa dengan tindakan yang nyata dan konkret. Tak hanya kata-kata penghibur, do’a dan motivasi semangat yang mereka bawa, namun saat yang sama, mereka juga membawa sejumlah bantuan dalam skalanya masing-masing yang diharapkan mampu mendorong perubahan anak negeri yang semakin hari akan semakin baik.
Semangat kepedulian yang terus dinyalakan dalam dada para amil Indonesia inilah yang secara nyata akan menjadi suluh bagi peningkatan kualitas kehidupan para dhuafa. Lewat ribuan, bahkan mungkin pula jutaan tangan-tangan para amil ini, semoga negeri ini akan terus tegak dan mampu menopang segala macam masalah yang terjadi. Lewat tatapan dan bahasa tubuh para amil ini pula, semangat bahwa setiap kita adalah anak bangsa yang sama dan tak akan saling meninggalkan bila ada masalah akan terus terpelihara.
Kesenjangan sosial dan ekonomi bisa saja terjadi, namun sepanjang masih ada ribuan tangan amil yang menggandenga erat para dhuafa, semoga anarkisme dan dendam sosial tak memercik apalagi meletup di negeri ini. Kriminalitas, kerusuhan dan ledakan emosi massa akibat ketimpangan sosial dan ekonomi semoga tak menjadi bara api yang meletup menghasungkan negeri yang kita cintai bersama ini. Semoga para amil adalah air penyejuk bagi penciptaan iklim kebaikan sekaligus pembuktian bahwa amil adalah benar-benar jembatan yang menghubungkan kebaikan para muzaki kepada orang-orang dhuafa penerima zakat melalui tangan-tangan para amil zakat di berbagai organisasi pengelola zakat yang ada.
Para amil pun, semoga mampu istiqomah dalam layanan kebaikan ini dan terus meningkatkan diri sehingga sslemakin hari akan terus semakin baik lagi. Dunia amil yang modern dan profesional sendiri memang tak sama setiap bagian waktunya, dunia ini adalah dunia baru yang walau urusan zakatnya sejak Islam ada di koridor waktu ribuan tahun yang lalu, namun amil zakat sebagai sebuah pekerjaan profesional layaknya profesi yang lain sesungguhnya relatif masih muda.
Turn over SDM amil di masing-masing organisasi pengelola zakat pun tak bisa dipungkiri cukup tinggi. Ini salah satunya karena sistem dan mekanisme kerja amil masih berbeda setiap lembaga. Tata kelola amil zakat yang diharapkan menjadi jembatan yang mengangkat kualitas amil zakat sehingga menaikan trust masyarakat belum merata pada sejumlah lembaga. Organisasi-organisasi yang sudah lama dan mapan saja di tingkat amil zakat yang sudah mulai leluasa mendesain sdm-nya hingga memenuhi sejumlah kebutuhan ideal layaknya organisasi bisnis modern dengan zakat sebagai “basis industrinya”. Harus diakui, faktanya sebagian OPZ yang lain banyak yang masih terjebak pada situasi “pokoknya bertahan hidup dulu” sehingga OPZ-nya masih terus bisa eksis dan tak gulung tikar karena ditinggal pergi sdm internalnya.
Di dunia amil zakat, idealnya orang-orangnya boleh datang dan pergi dari aktivitas amil, namun akan lebih kondusif bila semua orang yang pernah bergabung dan menjadi bagian langsung dari gerakan zakat Indonesia tetap melestarikan dan memelihara semangat kebersamaan dalam menebar kebaikan. Spirit ini penting maknanya agar pengaruh dan daya dukung gerakan zakat ini semakin luas dan melibatkan banyak pihak. Karena harus disadari bersama, bahwa apa yang dilakukan gerakan zakat Indonesia sejatinya masih butuh dukungan maksimal dari banyak pihak karena demikian kompleksnya masalah kemiskinan dan ketimpangan sosial ekonomi di negeri ini. Dunia zakat Indonesia saat ini belumlah sebesar kemampuan negara dalam mengatasi dan menjadi solusi atas semua persoalan kehidupan masyarakat, terutama soal kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan, namun setidaknya spirit untuk bergandengan bersama dan menjadi bagian atas solusi secara bersama-sama akan menginspirasi siapapun di negeri ini. Sesama anak bangsa tentu harus saling bantu dan bekerja sama.
Lalu ketika para amil ini di lapangan, apakah mudah implementasinya? Jawabannya ternyata tak seindah idealisme kuntul baris. Cerita kuntul baris senafas dengan cerita angsa terbang di negeri empat musim yang mereka membentuk formasi terbang layaknya huruf V saat bersama mencari daerah lebih hangat saat musim dingin tiba. Kuntul alias burung bangau di Indonesia saat terbang tak seketat formasi angsa terbang, juga tak seindah cerita para angsa tadi yang rela menemani yang sakit ketika terbang hingga sehat kembali atau meninggal.
Kuntul adalah kuntul, burung yang secara ukuran lebih kecil di banding angsa dan kadang tak seakur dan seerat perhatian angsa pada temannya saat terbang. Kuntul kadang bersama, baik di sawah maupun ketika terbang. Tapi tak banyak mereka pergi dalam rombongan besar dan saling berbagi makanan dengan tenang. Kuntul kadang layaknya komunitas burung-burung liar di area persawahan, berebut makanan dan sesekali saling teriak satu sama lain dan bahkan sesekali saling mematuk.
Kuntul baris adalah spirit ideal sebuah komunitas, yang rela berbagi bersama untuk menangani hal besar yang ada dihadapan. Holopis kuntul baris adalah spirit dimana bukan saja ada kesadaran untuk saling mendekat, namun juga untuk meningkatkan kemanfaatan dan kebaikan bersama. Melakukan kebaikan sendiri-sendiri adalah baik, namun tentu saja hasilnya akan menjadi jauh lebih kuat dampak kebaikannya bila kebaikan tadi dilakukan bersama-sama.
Persoalan dunia zakat sejatinya tak mudah diatasi oleh OPZ secara sendiri-sendiri. Butuh semangat kebersamaan yang kuat sehingga masalah yang ada dapat dipecahkan dengan lebih mudah. Persoalan-persoalan tata kelola OPZ, penghimpunan zakat, pendayagunaan serta pengelolaan SDM barangkali menjadi persoalan dapur masing-masing yang bisa selesai di internal organisasi. Namun soal-soal seperti standarisasi, sertifikasi amil serta regulasi dan perbaikannya demi penyempurnaan dunia zakat Indonesia, tentu tak bisa diselesaikan sendiri.
Butuh kekuatan bersama dan eratnya gandengan tangan satu sama lain untuk terus meningkatkan kualitas gerakan zakat Indonesia. Kalau zakat disebut sebagai sebuah industri, maka karena masih sangat muda-nya industri ini, diperlukan peletakan dasar-dasar pengelolaan industri ini untuk memiliki pijakan yang kokoh bagi eksistensi dan pengembangannya.
Gerakan zakat tak berdiri dalam ruang hampa, ia hadir ditengah seluruh logika sisi manusiawi sebuah gerakan yang dipelopori dan dikerjakan oleh sekelompok manusia biasa. Segala kelebihannya, tentu diiringi dengan kelemahan dan kekurangannya. Pun segala kesempurnaan yang ingin diletakan dalam road map masa depan gerakan zakat ini, tentu tak luput dari keterbatasan cara pandang dan daya nalar para peletak batu gerakan zakat yang ada di dalamnya.
Kebersamaan dan harmoni yang sedang dibangun gerakan zakat ini tentu tak elok bila apa-apa lantas diukur dari konsep untung rugi. Harus diakui memang tak semua komponen dan unsur dari gerakan zakat Indonesia dapat peran yang sama, berada di garda depan perubahan setiap bagian yang dikerjakan. Apakah karena perannya yang tak sama, lantas merasa dirugikan bahkan merasa tak ada gunanya bergabung dalam kebersamaan di gerakan zakat Indonesia yang sedang dibangun saat ini.
Rasanya terlalu naif, bila sebuah ide dasar kebersamaan lantas diukur dengan timbangan untung rugi. Betapa banyak hal dalam hidup ini yang tak melulu harus ditakar dengan konsep untung rugi. Kalau dalam hidup ini semuanya diukur dengan untung rugi, untuk apa sejumlah orang tua rela mempertaruhkan nyawa dalam mencari nafkah demi kelangsungan hidup keluarganya.
Kembali ke soal pesan utama dari Bapak Proklamator kita, terkait Holopis kuntul baris, saatnya kini kita bergandengan tangan dalam untaian kebersamaan dalam bahu-membahu menyelesaikan setiap masalah yang ada. Segala perbedaan dan cara pandang yang tak sama, jangan pernah dianggap menjadi ancaman dan sumber perpecahan. Hal tadi justru memacu kita untuk memperkuat dialog dan komunikasi agar terjadi jembatan pemikiran bersama yang semakin kaya dan penuh keberagaman.
Kebaikan jika dilakukan dalam satu perspektif, bisa jadi memiliki manfaat, namun akan lebih kuat daya dukungnya bila kebaikan ini ditopang oleh semakin banyak cara pandang dan perspektif yang ada. Ibarat taman, semakin beragam unsur warna dan pembentuknya, justru akan semakin baik dan indah. Sebaliknya, taman seluas apapun, bila hanya ada satu atau dua unsur saja, ia akan terkesan monoton dan malah justru menghadirkan nuansa kebosanan.
Mulai ditulis di sepanjang perjalanan Jakarta-Lombok-Jogja, medio Februari-Maret 2018
Bersambung…