Kepada Siapa Amil Curhat tentang Kegelisahan?

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp

Oleh: Nana SudianaSekjend FOZ & Direksi IZI

Kalau perlu kita jadi kurang ajar, kerana terlalu lama kita mati dalam bersabar” – Mohamad Saleeh Rahamad, Puisi Orang Bertujuh

Hari-hari ini tetiba ada kehebohan, atau lebih halusnya kemeriahan di dunia zakat. Diawali sejumlah event-event insidental berupa pelatihan, diskusi, ngopi bareng,temu kangen dan berbagai forum sporadis di sejumlah kota utama di Jawa, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Solo, Semarang, Yogyakarta dan sebagainya. Terakhir muncul secara hampir bersamaan forum leader talks pimpinan FOZ di Samarinda, Banjarmasin, Padang dan Solo. Forum-forum kumpul aktivis zakat semakin hari semakin terlihat bertambah ramai dan kian gegap gempita.

Ada banyak faktor yang mendorong hal ini terjadi. Pertama dari sisi makin solidnya gerakan zakat di negeri ini. Grup-grup dan komunitas online dan offlinepara aktivis zakat terus tumbuh. Grup koalisi bencana, SDM amil, alumni pelatihan, bahkan beberapa grup kewilayahan atau area tempat amil bermukim terus bermunculan.

Diskusinya pun kadang luar biasa, siang, malam, bahkan kadang justru ramainya mulai tengah malam hingga menjelang subuh. Ini semua tentu bukan tanpa sebab. Pasti ada rasa yang sama yang dialami dan di rasakan di kedalaman nurani para amil zakat.

Kemunculan isu yang tak menyenangkan bagi gerakan zakat bermuncul tak henti walau mereda sendiri dan hilang tertelan beragam isu dan kejadian lain. Beragam situasi yang membuat tak nyaman gerakan zakat juga beberapa kali terjadi walau akhirnya berhenti sendiri lalu terlupakan.

Kemunculan isu dan suasana kebatinan yang tak menyenangkan ini dirasakan sejumlah lembaga. Sikap masing-masing memang tak sama, karena kadar yang dirasakan pun berbeda.

Sejumlah lembaga tak terkena imbas apa-apa, tetapi lainnya, justru ada yang merasa tertekan dengan isu atau petistiwa yang terjadi tadi. Bagi beberapa lembaga, situasinya menjadi pelik karena bisa mengarah pada risiko hukum yang terjadi.

Tekanan-tekanan psikologis yang muncul akhirnya melahirkan beragam kecemasan tersendiri. Hal ini dirasakan beragam oleh elemen gerakan zakat, baik yang berbasis inisiatif masyarakat, ormas hingga korporasi dan komunitas. Isu-isu yang berkembang, yang tak jarang juga bernada negatif bagi gerakan zakat, sengaja tak disambut dan diramaikan di permukaan.

Para amil sadar, isu-isu negatif atau kadang berupa tuduhan-tuduhan yang tanpa dasar membuat hati amil zakat yang membaca dan mengikutinya panas membara, tetapi para amil memilih menjalani sikap para ksatria di dunia pewayangan, yakni memilih jalan mulia dengan bersabar dan tapa brata.

 

Kegelisahan Yang Beralasan

Sebagaimana manusia biasa, adakalanya kita pernah mengalami kecemasan dari waktu ke waktu. Perasaan takut dan kekhawatiran kadang bermunculan. Bagi para amil zakat, adalah juga manusiawi, ketika ia mencermati situasi dunia zakat akhir-akhir ini yang ibarat cuaca kadang tak menentu. Kadang cerah, berawan dan sesekali bahkan ada mendung tebal yang menutup cerahnya matahari di siang hari.

Sebagai amil, kita semua tidak ingin ada sesuatu yang buruk yang akan menimpa dunia zakat kita. Kita juga tak mau ada kegelapan yang menghalangi cerahnya dunia zakat.

Kegelisahan amil adalah kegelisahan yang logis dan punya alasan kuat. Amil yang merasa punya amanah untuk membantu negara dalam mengurangi kemiskinan dan pengangguran tentu saja tak berharap berlebihan, apalagi muluk-muluk dapat perhatian dan fasilitas dari negara. Bukan itu keinginan para amil ini. Yang diharapkan mereka semua justru adalah adanya fasilitasi dan kemudahan kerja mereka sehingga makin banyak mustahik yang bisa dientaskan dan diberikan kesempatan memperbaiki kehidupannya.

Siang sampai sore tadi misalnya, bagi para amil, masih saja dibincangkan soal regulasi zakat yang ada. Mereka bukannya takut akan peubahan aturan, tapi tidak adanya telinga yang bisa mereka titipkan rasa dan keinginan perbaikan.

Hari-hari ke depan, seolah hari-hari bukan milik mereka. Mereka hanya menunggu, sementara yang berbicara atas nama mereka mungkin lupa untuk menyapa dan mendengar apa yang ada di kedalaman hati para amil.

Angka-angka statistik bagi ssjumlah pihak dianggap lebih menarik untuk dilihat, didalami dan dikaji mendalam. Saat yang sama, mulut-mulut mungil yang siap bercerita tentang impian dan masa depan seperti apa yang diinginkan terlupakan. Kasihan.

Entah harus dengan cara apa, agar tak ada kasta dalam kerja-kerja memuliakan sesama. Entah harus dengan cara apalagi sehingga apa yang tersekat ditenggorokan bisa disuarakan dan didengar dengan seksama.

Entah harus bagaimana mengubur kegelisahan amil dan mengubahnya dengan keyakinan yang kuat akan datangnya masa depan gerakan zakat yang lebih baik.

Ah entahlah.