Herman Sembiring (50), kulitnya legam layaknya lelaki gunung. Dia pelihara jenggot sepanjang kepalan tangan. Peci putih melekat di kepala, kakinya dibalut celana khakhi yang comprang. Matanya menatap ke ladang penduduk yang tertutup abu putih. Kentang, kubis, dan sayur mayur hijau itu kini layu tertimpa murka Sinabung.
Penduduk Gung Pinto mulai kembali ke desanya. Pada 21 Februari mereka diangkut naik kembali ke desa, menggunakan truk dan dikawal tentara. Dompet Dhuafa turut membantu evakuasi warga kembali ke rumah. Namun, belum terbayang berapa lama lagi penduduk mengolah tanah yang sudah kering dan mati itu.
Menurut data yang dihimpun Dinas Pertanian Karo, terdapat 12.169,14 hektare tanaman hortikultura baik sayuran maupun buah-buahan di Tanah Karo yang puso akibat erupsi Gunung Sinabung. Hingga kini masih menunggu bantuan benih dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Sumut, Yulizar mengatakan, belum direalisasikannya bantuan benih tersebut karena saat ini Dinas Pertanian Sumut masih menunggu laporan CPCL (Calon Petani dan Calon Lahan) dari Dinas Pertanian Karo. “Bantuan benih dari Dinas Pertanian Sumut belum ada disalurkan. Tetapi kalau dari Pusat, memang sudah ada tersalur,” ungkapnya, Rabu (12/3).
Akan tetapi, sambung Yulizar, saat ini Dinas Pertanian Sumut telah mengantongi data luas areal tanaman di Tanah Karo yang terkena dan puso dari Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) akibat erupsi Gunung Sinabung.
Berdasarkan data dari BPTPH per 21 Februari 2014, dari 12.169,14 hektare lahan pertanian yang puso, sebanyak 5.280,85 hektarenya adalah tanaman sayur mayur dan sekitar 6.888,29 hektare lagi merupakan tanaman buah-buahan.
Dari data itu juga, lahan pertanian hortikultura yang puso, didominasi oleh tanaman cabai, sekitar 2.400,25 hektare disusul tomat 784,00 hektare, kubis 570,70 hektare, kentang 546,03 hektare, dan terung 352,39 hektare.
Sementara, tanaman buah didominasi oleh jeruk sekitar 1.298,75 hektare dan alpukat sebanyak 150,51 hektare. “Data tersebut merupakan hasil rekapitulasi yang dilakukan oleh BPTPH berdasarkan data dari yang didapat dari Dinas Pertanian Karo,” jelasnya.
Di samping itu, untuk dapat direalisasikannya bantuan benih ke para petani korban erupsi Sinabung, masih menunggu pengesahan kegiatan program dari DPRD Sumut. “Bentuk bantuan benih yang akan disalurkan disesuaikan dengan areal pertanian yang terkena dan puso. Namun, tanaman yang diutamakan seperti cabai, jeruk, dan kentang,” terangnya.
Namun, ke depan pertanian di Karo akan kembali bergairah seperti sedia kala. Sebab, kualitas tanah pertanian di sana akan subur karena debu erupsi Sinabung mengandung unsur hara.
Terkait dengan pembiayaan, pemerintah telah mempersiapkan dana sebesar Rp 800 juta untuk rehabilisasi lahan pertanian milik masyarakat korban erupsi Gunung Sinabung di Tanah Karo. Nilai itu untuk memperbaiki lahan hortikultura yang rusak.
“Anggaran tersebut bersumber dari APBN dan APBD Provinsi. Dana APBN buat optimasi tanaman hortikultura dan APBD Sumut buat rehabilitasi dengan program penyaluran benih hortikultura. Ini merupakan bagian dari program pemerintah membantu petani korban erupsi Gunung Sinabung,” ujar Kepala Dinas Pertanian Sumut, M Room S di Medan, Sumut, Sabtu (8/3).
Room mengatakan, program bantuan buat kalangan petani di Tanah Karo tersebut, segera mungkin dilaksanakan. Bantuan yang diberikan itu berupa benih untuk tanaman jeruk, kentang, kubis, cabai merah lan lainnya. Pemerintah juga berencana memberikan bantuan bibit sayur – mayur buat petani di sana.
“Erupsi Gunung Sinabung telah memukul ekonomi masyarakat di sana. Oleh karena itu, program ini segera dilaksanakan untuk pemulihan ekonomi masyarakat, khususnya petani di Karo. Dana itu juga untuk pengelolaan dan pengendalian organisme pengganggu tanaman dan irigasi,” sebutnya.
Sampai awal Maret, jumlah pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung, sebanyak 15.950 jiwa. Jumlah itu meliputi 5.003 kepala keluarga. Seluruh pengungsi ini sebelumnya tinggal di zona berbahaya Gunung Sinabung.
Zona larangan itu berada dalam radius 5 kilometer dari gunung merapi. Seluruh pengungsi itu tinggal di 33 posko pengungsian. Staf Pemkab Karo di Posko Utama Kabanjahe, Mulia Barus menyampaikan, pengungsi masih menunggu laporan lanjutan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tentang perkembangan gunung itu.
“Erupsi masih terjadi namun tidak separah di bulan Januari kemarin. Kepastian BNPB dinantikan masyarakat pengungsi, apakah melakukan relokasi atau masyarakat diperbolehkan kembali ke desanya,” jelasnya.
Sementara itu, koordinator pengungsi di Kampus UKA 1 yang juga Kepala Desa Simacem Harta Sitepu mengatakan, sebanyak 636 jiwa atau 198 kepala keluarga di Kampus UKA 1, dinyatakan tidak boleh kembali ke desa mereka di Simacem dan Bekerah.
“Tempat tinggal kami berada dalam radius 3 kilometer dari lokasi gunung, dan termasuk pusat lintasan gempa serta aliran guguran awan panas. Kami sudah pasrah dan rela direlokasi tapi sampai saat ini masih menunggu,” katanya.
Dia mengungkapkan, belum ada titik terang kapan pengungsi direlokasi. Pengungsi sangat trauma dengan kondisi desanya. Selain itu, belum ada kejelasan dari pemerintah untuk memberikan bantuan bibit pertanian.
“Saya dulu memiliki lahan pertanian seluas 4 hektar, yang ditanami jeruk. Kopi dan tanaman muda lainnya. Seluruh tanaman itu sudah mati, dan kami semua tidak memiliki modal untuk kembali bertani,” sebutnya.
Kapan Relokasi?
Disinggung tentang kapan relokasi warga pengungsi, Kepala Dinas Infokom Kabupaten Karo, Kenan Ginting, Kamis (13/3) mengaku penetapan titik relokasi korban erupsi Gunung Sinabung sudah diserahkan kepada pihak BNPB Provinsi Sumatra Utara. “Masalah titik relokasi sudah diserahkan kepada BNPB Sumatra Utara,” ujarnya.
Sebulan sebelumnya, juru bicara Pemda Kabupaten Karo Jhonson Tarigan mengatakan, lahan untuk relokasi belum tersedia. “Kami tetap mengurus mereka. Pencarian lahan tetap diupayakan. Mempersiapkan kehidupan mereka menjadi normal dengan lahan-lahan yang diperbaiki, “ jelas Jhonson Tarigan, Sabtu (15/2).
Jhonson menambahkan, ada 5 desa yang nantinya akan direlokasi. Kelima desa tersebut yaitu Sukameriah, Bakerah, Simacem, Sigarang-garang, dan Sukanalu. Sebelumnya, BNPB menyiapkan anggaran sebesar Rp 67 miliar untuk merelokasi korban erupsi Gunung Sinabung. Relokasi dilakukan bagi warga yang tinggal di radius 0 hingga 3 km dari puncak.
Diwawancarai terpisah, pemerintah pusat merencanakan akan membangun 1.000 unit hunian tetap (huntap) untuk para pengungsi. Satu unit rumah untuk 1 kepala keluarga ini diperkirakan senilai Rp 40 juta. Standarnya rumah tembok yang tahan gempa. “Sedang dalam proses mencari tanah yang wajar untuk dibeli oleh Bupati Tanah Karo. Kalau pun tidak ada, hutan yang ada bisa dialihkan statusnya,” kata Menkokesra, Agung Laksono.
Anggaran Bantuan Pemerintah
Untuk mengisi kekosongan pekerjaan, pengungsi dilibatkan melalui program padat karya. Pengungsi erupsi Gunung Sinabung yang masih bertahan di posko diberikan Rp 50 ribu per kepala keluarga (KK) per hari. Untuk pengungsi yang sudah dipulangkan, diberikan uang jaminan hidup Rp 6.000 per jiwa per hari. Keseluruhan pengungsi tersebut memiliki tempat tinggal di radius 5 kilometer dari Gunung Sinabung. Pemberdayaan ini berlangsung sampai masyarakat bisa mandiri, diperkirakan 6 bulan pascabencana.
Di sektor pendidikan, pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp 4,6 miliar. Dipergunakan untuk membeli keperluan mulai dari seragam sekolah, peralatan sekolah, tenta belajar, program trauma healing hingga beasiswa.
Terdiri dari siswa Sekolah Dasar sebesar Rp 1 juta per tahun, SMP Rp 1,5 juta per tahun, SMA/SMK sebesar Rp 2 juta per tahun, dan mahasiswa Rp 2,1 juta per semester. Dari Universitas Sumatera Utara sendiri telah memberikan keringanan uang semester bagi mahasiswa yang terkena bencana.
Sementara di sektor pertanian, pemerintah memberikan bantuan berupa hand tractor, cultivator, dan pompa air. Bantuan ini sudah diserahkan ke pemerintah Kabupaten Karo. Juga diberikan bibit jeruk untuk ladang seluas 27 hektare, bibit kopi untuk ladang 65 hektare, bibit jagung sebanyak 16 ton, 1.500 ekor ayam dan 800 sapi.
Keringanan Hutang Korban
Bagi korban bencana juga diberikan keringanan pembayaran kredit, berupa penghapusan bunga dalam jangka maksimal 3 tahun. Selain itu, tidak ada kebijkan pemutihan kredit atau hutang.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan, 2.288 debitur yang berada di empat kecamatan Kabupaten Karo, Sumatera Utara yang menjadi korban erupsi Gunung Sinabung mendapat perlakukan khusus.
“Ada senilai Rp 71,663 miliar total dana kredit dari 2.288 debitur yang berada di empat kecamatan itu masing-masing Kecamatan Payung, Naman Teran, Simpang dan Tiganderket. Kebijakan memperlakukan khusus itu mengacu pada keputusan Dewan Komisaris OJK 22 Januari 2014,” kata Deputi Komisaris Bidang Pengawasan Perbankan OJK, Irwan Lubis di Medan, Selasa (18/2).
Ia mengatakan hal itu usai berrdialog dengan Komisi XI DPR RI di Kantor Bank Indonesia Medan yang membahas berbagai hal khususnya pemulihan perekonomian di Karo pascaeruspi Sinabung yang juga dihadiri pejabat Pemprov Sumut dan Pemkot Medan serta dinas terkait.
Irwan menegaskan, keputusan Dewan Komisaris OJK tentang Penetapan Beberapa Kecamatan di Kabupaten Karo Sebagai Daerah Yang Memerlukan Perlakuan khusus Terhadap Kredit Bank itu mengacu pada Peraturan Bank Indonesia tanggal 5 Oktober 2006 tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit Bank Bagi Daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam.
Irwan menyebutkan, untuk pelaksanaan itu OJK sedang melakukan pendataan dan sosialisasi terus ke para debitur agar bisa memastikan perlakuan khusus yang bagaimana yang akan diambil atau ditetapkan ke masing-masing debitur mulai restrukrisasi kredit hingga pemberian kredit baru.
“Yang pasti pemerintah melalui OJK, peduli dengan korban bencana alam dan kebijakan itu juga sudah dibicarakan kepada seluruh perbankan yang memiliki debitur di empat kecamatan tersebut,” katanya.
Pemulangan Pengungsi
Pemulangan pengungsi Gunung Sinabung terus dilakukan hingga saat ini. Khususnya bagi pengungsi yang berasal dari beberapa desa di luar radius 5 kilometer. “Hingga Minggu (23/2) sebanyak 17.150 jiwa (5.213 KK) pengungsi telah kembali ke rumah masing-masing,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho.
Sutopo menjelaskan, mereka berasal dari 15 desa yaitu Desa Jeraya, Pintu Besi, Payung, Beganding, Tiga Pancur, Tanjung Merawa, Tiganderket, Cimbang, Ujung Payung, Kutambelin, Gung Pinto, Sukandebi, Naman, Batu Karang, dan Rimo Kayu.
Sisanya, pengungsi masih ada 16.361 jiwa atau 5.255 KK, tersebar di 34 lokasi. Sebanyak 15 desa belum direkomendasikan pulang. Menurut Sutopo, posko Satgasnas tetap memberikan pendampingan kepada Pemda Karo dan Pemda Sumut agar pemda lebih berperan dalam penanganan bencana. Potensi nasional telah dikerahkan untuk membantu penanganan erupsi Gunung Sinabung.
“Lebih dari 90% pendanaan berasal dari pemerintah pusat. Lahan untuk relokasi bagi 3 desa yaitu Desa Sukameriah, Simacem dan Bekerah masih terus dicari. Bupati Karo terus didorong agar menyediakan lahan sehingga relokasi dapat dilaksanakan dengan secepatnya,” jelasnya.
Gunung Sinabung hingga 26 Februari masih dinyatakan berstatus Awas. Saat ini ada dua desa dan dusun yang masih harus dikosongkan. Desa itu yang terletak dalam radius 0-5 km dan 0 km atau zona merah dari Gunung Sinabung.[]