Penulis: @Nana Sudiana (Sekjend FOZ & Direksi IZI)
“Yang mengenal dirinya akan sibuk dengan memperbaiki kekurangannya ; yang mengenal Rabbnya akan sibuk menundukan hawa nafsunya”- Ibnu Qayyim
Sahabat Amil yang dirahmati Allah…
Beberapa waktu lalu, saya hadir ditengah orang-orang penting di gerakan zakat Indonesia. Orang-orang terbaik yang ada di balik layar. Mereka tak banyak jumlahnya, namun mereka tak mudah kerjanya, karena harus mengawal dan menjaga tegaknya tulang punggung gerakan zakat Indonesia.
Mereka ini anak-anak muda milenial yang dalam hidupnya baru berbilang bulan masuk dan bergabung menjadi bagian gerakan zakat. Mereka ini walau baru, punya tugas mulia yang tak mudah. Beban mereka laksana pasukan elit yang bernama “Ksatria Templar” yang ada di Katolik yang awal tugasnya melindungi para peziarah Katolik, lalu berkembang menjadi pasukan dengan misi utama menjaga tegaknya para pengemban tugas suci. Di dunia Islam, semacam “Pasukan Janisari” yang dibentuk Sultan Al Fatih dengan tugas utama menjadi motor utama penaklukan konstantinopel. Pasukan ini dipersiapkan sungguh-sungguh dan dididik sejak dini.
Melayani para amil butuh persiapan tak sederhana, apalagi melayani para penggerak amil yang menjaga gawang dunia zakat. Dalam kesempatan spesial kemarin, sejumlah orang kunci pergerakan bertemu para penyokong dan penjaga dinamika harian gerakan zakat. Bertemunya dua komponen penting ini, bukan semata berbicara tentang bagaimana mendorong gerakan zakat bisa lebih optimal, lebih dari sekedar itu, ini soal bagaimana memupuk keberanian anak-anak muda yang jadi batu bata gerakan untuk menembus belenggu keterbatasan yang dimiliki.
Sebuah gerakan, bagian pentingnya tak semua terlihat nyata. Ibarat pohon, diantara batang, daun dan ranting yang tampak, ada akar yang tersembunyi letaknya, bahkan jauh menembus kedalaman bumi. Begitu pula sebuah gerakan, akar ini ada walau mungkin tak diketahui. Dan gerakan zakat, sebagian fungsi akarnya ada pada para penyokong gerakan yang ada pada orang-orang di dalam tim yang membantu mengurus berbagai hal yang ada. Mereka ini kalau di Forum Zakat, tentu adanya di sekretariat. Keberadaan mereka memang terlindung dibalik kesenyapan, namun sejatinya merekalah yang terus menyusun daun dan ranting gerakan zakat hingga terus tumbuh dan tak layu.
Orang-orang di Sekretariat tak semua berlatar belakang pengelola zakat, mereka datang dengan berbagai basic kelimuan serta pengalaman yang beragam. Dengan tugas yang berat, membantu menegakan pilar gerakan zakat, tentu mereka juga harus belajar cepat menambah kapasitas dengan berbagai kemampuan untuk mengimbangi tugas tadi. Mereka harus belajar sambil tetap menyiapkan pelayanan paripurna untuk mengawal gerakan zakat Indonesia. Dengan situasi ini, tak ada alasan untuk anak-anak muda ini ragu, apalagi khawatir dengan keterbatasan yang dimiliki.
Mereka yang ada di sekretariat asosiasi pengelola zakat ini ibarat spon, harus menyerap seluruh dinamika yang ada sebagai sebuah pembelajaran yang berguna dan akan menambah portopolio mereka masing-masing. Mereka harus bergerak juga menuju titik-titik kesetimbangan baru dalam menempatkan dirinya di dalam setiap situasi yang terjadi. Begitu indikator gerakan berubah, maka mereka pun harus mengikuti dan menempati posisi yang tepat.
Gerakan zakat, sebagai sebuah gerakan yang dinamis, tentu harus tetap tumbuh dan menunjukan indikator perkembangan. Dan untuk bisa terus meningkat dalam setiap waktunya, ia memerlukan kemampuan untuk memahami kelemahan dirinya. Hal ini agar ia mampu menghindari segala kelemahan yang ada yang bisa jadi akan menghambat proses kemajuan yang akan ia gapai. Dari setiap kelemahan yang dipelajari, kita akan tahu bahwa hal ini pada dasarnya sudah terjadi dan tak boleh lagi muncul atau malah berkembang lagi.
Semua kelemahan pada dasarnya jadi alat untuk bercermin dan membuat langkah baru yang lebih baik. Kelemahan-kelemahan yang ada menjadi pendorong bagi kemajuan yang akan dicapai nantinya. Dalam dinamika pergerakan, tak mustahil sejumlah kelemahan ini kadang membentuk mental kemustahilan. Nah, di balik anggapan kemustahilan itu, sejarah sesungguhnya telah mengajarkan kepada kita bahwa kesabaran, keteguhan, kearifan, dan ketenangan dalam melangkah telah mengantarkan sebuah pergerakan apapun untuk maju dan berkembang dan mencapai apa yang dicita-citakannya.
Belajar Menembus Keterbatasan
Sahabat amil yang baik…Gerakan zakat tak pernah menjanjikan kemudahan, apalagi kemewahan. Ia justru menjadi kawah candradimuka bagi mereka yang ingin menyempurnakan diri membantu sesama. Ia menjadi tempat orang-orang biasa yang ingin bertransformasi untuk menyempurnakan diri melayani sesama. Di tempat ini pula sejumlah keterbatasan bisa langsung terlihat nyata. Gambaran keterbatasan tadi dengan mudah dijumpai, mulai keterbatasan fasilitas, gagasan serta daya dukung lainnya. Belum lagi orang-orang yang datang pun kadang tak sempurna menjadi orang pilihan untuk langsung menjadi solusi keterbatasan yang ada.
Dari semua keterbatasan, apakah semua bagian gerakan zakat harus mengeluh, menyerah dan mearatapi apa yang ada? Tentu saja tidak, tak ada gunanya merengek apalagi berputus asa. Kita semua sejatinya mempunyai kemampuan, tetapi kita kadang juga merasa terhambat oleh ketidakmampuan yang dimiliki. Parahnya, kadang kita justru tergoda untuk lebih fokus pada keterbatasan yang ada. Dan malah suka tak sadar menggunakan keterbatasan sebagai alasan untuk tidak melakukan apapun. Padahal sejumlah keterbatasan sebenarnya masih bisa berubah dan menjadi lebih baik. Apalagi ada Allah SWT sebagai sandaran kehidupan yang bisa mengabulkan sejumlah ikhtiar yang kita lakukan. Bukankah Allah Maha Penolong dan amat mudah bagi-Nya bila berkehendak memampukan kita.
Moment belajar ketika itu sejatinya adalah moment transfer knowledge antara orang-orang kunci gerakan zakat dengan orang-orang terbaik di elemen supporting system. Dalam kesempatan itu, semuanya belajar untuk saling menguatkan dan mengurangi berbagai keterbatasan dalam melakukan layanan bagi gerakan zakat. Saat materi disampaikan, sekilas anak-anak muda di sekretariat yang tampak sedang belajar, padahal para penyampai materipun sesungguhnya belajar untuk mengambil ibrah dan hikmah atas sejumlah informasi dan cerita yang ia sampaikan. Saling belajar antar generasi ini penting posisinya, karena secara perlahan akan mengikis berbagai keterbatasan dan kelemahan yang ada. Termasuk dalam hal ini akan menumbuhkan keberanian untuk melangkah dan berkreasi ditengah dinamika gerakan zakat Indonesia. Bila keberanian sudah muncul, nantinya optimalisasi talenta dan passion masing-masing untuk menunjukan kebermanfaatan bagi gerakan zakat tentunya akan terjadi dengan mudah.
Membangun optimisme gerakan zakat harus menyeluruh, tidak saja para pimpinan gerakan yang didorong untuk selalu bangkit, berorientasi kemajuan dan tak mengenal takut atau putus asa. Semua orang di elemen gerakan harus juga mendapat stimulus yang sama agar ia punya spirit dan daya juang. Tak mudah menyerah apalagi takut melangkah.
Kita semua menyadari bahwa dalam sejarah kehidupan bangsa-bangsa, kebangkitan dan kemajuan adalah sebuah keniscayaan yang mesti diyakini. Demikian pula yang ada di gerakan zakat, tak boleh karena adanya berbagai tekanan dan hambatan lantas menimbulkan bayang-bayang ketakutan dan ketidakyakinan. Inilah yang kami dorong di gerakan zakat, sebagaimana seorang ulama mengatakan “Inna haqaiqa al-yaumi hiya ahlamu al-amsi, wa ahlama al-yaumi haqaiqu al-ghadi ( Sesungguhnya kenyataan hari ini adalah mimpi kemarin, dan mimpi hari ini akan menjadi kenyataan esok hari)”.
Semua orang di gerakan zakat pasti menginginkan gerakan ini maju dan berkembang. Dan untuk terus maju, setidaknya kita harus memiliki lima pilar kekuatan utama. Kelimanya itu adalah kesabaran ( ash-shabru), keteguhan ( ats-tsabat), kearifan ( al-hikmah), dan ketenangan ( al-anat) yang kesemuanya menggambarkan kekuatan kejiwaan ( al-quwwah an-nafsiyah) suatu gerakan. Dan kita semua pada dasarnya telah memahami dengan baik, bahwa : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah kondisi kejiwaannya(QS. 13:11).
Maju Terus, Belajar Serius
Sahabat amil yang dirahmati Allah…Bila bicara kelemahan, tentu saja kita tak boleh hanya berfokus pada faktor eksternal semata, yang hasilnya lalu menyalahkan pihak lain. Bicara kelemahan harus proporsional, melihat faktor luar dan internal. Karena kelemahan kita bisa juga lahir dari ketidakmampuan dalam beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Perubahan kadang tak mudah, bisa juga panjang dan berliku. Apalagi perubahan dalam gerakan zakat di negeri ini. Namun sayangnya, para amil dan penggeraknya tidak memiliki pilihan lain selain maju dan menerima tantangan perubahan yang terjadi. Dalam menjalani dinamika perubahan yang ada, setidaknya kita harus menyiapkan tiga hal berikut :
Pertama, Nilai-Nilai (Values)
Kehidupan boleh terus berubah, namun kebutuhan manusia terhadap nilai-nilai (value) tak berkurang. Di tengah banyak ketidakpastian banyak orang mencari pegangan yang pasti, mereka terus mencari pedoman dalam kehidupan, walau tak jarang banyak yang berlebihan mencarinya dan malah tak menemukan nilai kesejatian. Ada juga yang awalnya tak peduli, namun begitu menghadapi ujian, ia baru gelagapan mencari pegangan hidup yang bisa menenangkan dirinya.
Amil sebagai bagian dari perjuangan panjang memperbaiki kehidupan, terutama bagi mereka yang tergolong kurang mampu dan papa dalam kehidupan, tentu memerlukan kekuatan nilai untuk bersama elemen masyarakat mengubah kehidupan. Nilai-nilai amil yang ingin mendorong perilaku kebaikan menjadi pilihan dalam kehidupan, tentu tak mungkin dimiliki tanpa tertanam lebih dahulu di jiwa para amil. Amil yang akan merubah tata kebaikan harus punya terlebih dahulu nilai itu dalam dirinya.
Jadi, transisi dari spirit zakat untuk membantu mustahik menjadi muzaki tak akan bermakna bila hanya bersifat tangible semata. Hanya menyentuh sisi meterialnya saja. Ini tak akan banyak mengubah kondisi mustahik. Harus ada transfer nilai-nilai bagi proses perubahan yang akan dilakukan. Amil walau bukan seorang idieolog, tetap harus mempunyai kesadaran diri bahwa ia harus kuat keyakinan-nya dan siap menjadi mitra mustahik menuju perbaikan. Amil juga siap menemani muzaki untuk berproses dalam hidupnya dengan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan. Nilai-nilai tadi, sebagai bagian dari spirit zakat tentu nilai yang selaras dengan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Nilai yang mengajak setiap perubahan dilakukan dengan damai, penuh kesadaran dan dalam bingkai kebaikan bersama. Bila amil sudah kuat nilai-nilai dalam dirinya, maka sejatinya ia telah siap mendorong mustahik membebaskan diri dari mentalitas, sikap, perilaku dan budaya yang ada untuk mengarah pada kemajuan dan kesejahteraan kehidupan.
Kedua, Kepemimpinan (Leadership)
Semangat kepemimpinan adalah semangat perubahan. Sebagaimana sejarah telah menunjukan, bahwa dalam setiap perubahan besar sebuah peradaban pasti ada spirit kepemimpinan di dalamnya. Dalam gerakan zakat pun tak luput dari hal tadi, perubahan gerakan zakat memerlukan orang-orang yang berspirit leader. Mereka yang siap berjuang tanpa kenal lelah dalam memastikan bahwa kehidupan harus lebih baik dari sebelumnya. Dalam kepemimpinan gerakan zakat bermakna, bahwa dalam berseraknya kekuatan lembaga-lembaga yang ada, harus dikonsolidasikan agar seluruh kekuatan bisa berdampak selaras sehingga menimbulkan dampak yang jauh lebih besar bila hal tadi dilakukan secara sendiri-sendiri.
Kepemimpinan di tengah gerakan zakat lebih pada fungsi penyelarasan, laksana seorang dirigen yang mengatur seluruh vokalis dalam group agar bisa menyanyi secara harmoni. Para amil dan pendukungnya adalah bagian dari kebaikan. Dan untuk menyempurnakan kebaikan yang ada, disitulah fungsi kepemimpinan diperlukan. Para amil juga sejatinya adalah pemimpin di tengah-tengah masyarakat _(az-zuaamah ad-da wiyah_) yang menyeru kepada kebaikan kehidupan dan memandu agar meninggalkan keterbelakangan hidup dan kebodohan. Para amil juga bak juru dakwah yang menjadi bagian dari mata rantai barisan penyeru kebaikan itu. _“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi_ (QS. 24:55).
Dalam penjelasan ayat di tadi, artinya kekuatan-kekuatan yang dimiliki para amil dan lembaganya mesti dipersiapkan secara sistematis, untuk meraih kebaikan dan kesejahteraan umat dan bangsa.
Ketiga, Pertolongan Allah (Al-Intishar)
Hakikat keberhasilan sejati bukan semata hasil akhir. Islam memang meminta setiap kita berikhtiar maksimal menuju hasil terbaik, namun bukan itu ujungnya. Ada nilai yang harus kita pastikan dalam setiap hakikat kemenangan bagi umat, yaitu ketika Allah swt. telah menurunkan pertolongannya untuk mencapai kemenangan sejati. Kemenangan sendiri tidak semata diukur oleh selesainya masalah yang dialami, numun juga kemenangan adalah ketika tangan-tangan Allah ikut bersama kita menyelesaikan masalah-masalah yang ada, terutama masalah-masalah yang dianggap berat.
Dengan dilibatkannya perasaan bahwa Allah Maha Mengetahui dan Maha Menolong, sejumlah masalah sejatinya tak akan lagi dirasa berat. Sebesar-besar masalah, hakikatnya masih ada Allah Yang Maha Besar. Dengan dirasakan adanya Allah dalam seluruh sendi kehidupan, ibarat cahaya, maka tak ada tempat diseluruh jengkal bumi pun yang luput dari naungan cahaya-Nya. Setiap bagian bumi dan langit berada dalam naungan perlindungan dan Kasih-sayang-Nya. Bila hal ini dirasakan dalam kehidupan kita, maka apapun yang terjadi akan menjadi nikmat yang bisa senantiasa disyukuri setiap saat.
Kehidupan amil dan dunianya boleh bergerak dinamis, namun dalam kacamata makrifat, kehidupan ini sesungguhnya masing-masing pelakunya bukan bertambah jauh perginya, justru malah menambah sedikit demi sedikit menuju jarak akhir kehidupannya. Kita boleh jadi bergerak bebas menuju titik baru, bahkan bisa terasa melelahkan saat menempuh perjalanan-nya. Ia kadang kurang menyadari bahwa apa yang hari ini dimiliki sejatinya tak sempurna kepemilikannya.
Bila kita tarik persoalan ini pada gerakan zakat, sejatinya sama. Gerakan zakat yang terus digagas untuk diperbaiki setiap saat, hakikat sebenarnya bisa jadi justru akan ditemukan banyak masalah baru. Masalah-masalah ini hadir agar setiap orang dari sebuah generasi amil ke generasi amil berikutnya memiliki saham, andil atau kontribusi bagi perbaikan gerakan zakat Indonesia. Jangan pernah berharap semua masalah gerakan zakat ini akan tuntas dan paripurna. Jangan-jangan ketika hal ini terjadi, justru gerakan zakat telah sampai pada kematiannya. Berhenti bergerak dan diam tak memiliki ruh dan dinamika apapun.
Sahabat Amil yang dirahmati Allah…
Sesungguhnya menjadi bagian hidup sebagai amil zakat adalah rizki dari Allah yang tak ternilai harganya. Dengan menjadi bagian dakwah zakat, dan lalu menjadi kepanjangan tangan lembaga zakat untuk berkontribusi bagi perbaikan umat, Insyaallah ada pahala menanti setiap saat yang tak sedikit jumlahnya. Asal terus menjaga keikhlasan dalam bekerja, Insyaallah buah kebaikannya bukan hanya untuk diri sendiri, namun juga Insyaallah sampai kepada para muzaki, mustahik, dan keluarga serta orang-orang tua dan keturunan kita hingga akhir zaman.
Amil yang soleh adalah pejuang, muzaki yang soleh juga pejuang, dan mustahik yang sabar dan terus menjadi baik juga adalah pejuang. Islam adalah agama para pejuang, yang akan terus mengubah kegelapan menjadi cahaya kebaikan. Yang akan terus menerangi umat dan menjauhkan diri dari gelimang harta dan kemaksiatan.
Semoga jadi apapun kita hari ini, dibingkai kebersamaan yang terbina saat ini kita semua akan dipertemukan kembali oleh Allah ditempat kekal nan abadi. Di syurga-Nya Allah yang didalamnya tak ada lagi derita dan hanya ada kebahagiaan semata.
Semoga kebersamaan kita dalam setiap kebaikan adalah tangga yang akan mengantarkan pada kebersamaan para penghuni syurga.
Amiin…..
#Ditulis di Cianjur – Dili – Tarakan – Balikpapan – Palembang hingga diselesaikan di Condet, Menjelang Fajar Jum’at, 12 April 2019.