Oleh: Muhammad Anwar, Peneliti Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS)
Forum Zakat – Kebutuhan pembiayaan memang kerap menjadi sebuah anomali setiap Ramadhan. Ramadhan yang semestinya identik dengan bulan penuh suasana ketakwaan, ternyata justru menjadi momen maraknya pinjaman online. Ini diperkuat dari data yang menunjukkan peningkatan penyaluran kredit oleh startup selama periode Ramadhan dan Lebaran.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran kredit pinjaman melalui lembaga Fintech selama periode Ramadhan dan Lebaran dalam tiga tahun terakhir menunjukkan jumlah yang signifikan.
Pada periode Ramadhan dan Lebaran 2022 (Maret-Mei), yang meliputi pra-puasa, saat puasa, menjelang lebaran dan pasca-lebaran tercatat penarikan utang pinjol oleh masyarakat mencapai Rp59,61 triliun. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari penarikan bulan Maret 2022 sebesar Rp23,07 triliun, April 2022 sebesar Rp17,91 triliun, dan Mei 2022 sebesar Rp18,62 triliun.
Pada periode Ramadhan dan Lebaran 2023 (Maret-Mei), penarikan utang pinjol mencapai Rp56,66 triliun, yang merupakan akumulasi dari penarikan bulan Maret 2023 sebesar Rp19,73 triliun, April 2023 sebesar Rp17,29 triliun, dan Mei 2023 sebesar Rp19,62 triliun.
Sedangkan pada periode Ramadhan dan Lebaran 2024 (Februari-April) penarikan utang pinjol oleh masyarakat naik signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu mencapai Rp65,34 triliun dengan penarikan pada bulan Februari 2024 sebesar Rp20,90 triliun, Maret 2024 sebesar Rp22,76 triliun, dan April 2024 sebesar Rp21,67 triliun.
Tren pinjaman online yang meningkat saat periode Ramadhan dapat dijelaskan dari dinamika ekonomi yang terjadi selama bulan tersebut. Ramadhan sering kali menjadi periode di mana pengeluaran rumah tangga melonjak, sementara pendapatan terutama bagi pekerja sektor informal justru stagnan atau menurun.
Ketika sektor formal menikmati tambahan pendapatan berupa Tunjangan Hari Raya (THR) menjelang Lebaran, pekerja di sektor informal justru tidak mendapatkan insentif serupa. Hal ini semakin memperlebar kesenjangan ekonomi dan meningkatkan ketergantungan mereka pada sumber dana cepat seperti pinjaman online.
Padahal, sektor informal ini yang mendominasi struktur tenaga kerja Indonesia. BPS mencatat, sebanyak 57,95 persen pekerja Indonesia adalah pekerja informal per Agustus 2024. BPS memperkirakan 83,8 juta jiwa dari total jumlah penduduk bekerja sebanyak 144,64 juta jiwa merupakan pekerja informal.
Tanpa THR, pekerja informal seperti pedagang kecil, buruh harian, pekerja lepas, dan pekerja rumah tangga harus menghadapi lonjakan kebutuhan Ramadhan hanya dengan penghasilan yang stagnan, atau bahkan menurun jika bidang usahanya tidak berkaitan dengan konsumsi Ramadhan.
Mereka tidak memiliki jaring pengaman finansial seperti yang dimiliki pekerja sektor formal, ketika ada kebutuhan tambahan seperti baik untuk konsumsi, mudik, atau keperluan keluarga lainnya, satu-satunya pilihan yang tersedia adalah berutang dan di sinilah pinjaman online masuk sebagai solusi instan.
Minimnya literasi finansial dan tidak memadainya regulasi perlindungan bagi kelompok rentan menjadi faktor utama yang mendorong kenaikan angka penarikan utang masyarakat kepada lembaga fintech, terutama pada periode Ramadhan dan Lebaran.
Salah satu langkah yang cukup strategis untuk mengantisipasi agar pekerja informal dan masyarakat kecil tidak terjerat pinjol terutama saat periode Ramadhan dan Lebaran adalah dengan mengoptimalkan peran kedermawanan sosial yang sudah sejak lama menjadi tradisi di tengah masyarakat Indonesia.
Bangsa Indonesia seringkali disebut sebagai bangsa paling dermawan di dunia. Hal ini tercermin setidaknya dari dua hal. Pertama, dari survei yang dilakukan oleh Charities Aid Foundation (CAF) melalui perhitungan World Giving Index (WGI) yang dikeluarkan setiap tahun, menempatkan Indonesia di posisi pertama negara paling dermawan selama enam tahun berturut-turut. Kedua, bertumbuh suburnya lembaga-lembaga filantropi, baik klaster keagamaan (faith based philanthropy organizations) dan maupun klaster kemanusiaan (humanitarian organizations).
Berdasarkan catatan IDEAS, pada klaster filantropi keagamaan (faith based philanthropy organizations) khususnya agama Islam, hingga tahun 2023 terdapat 153 Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan 549 Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) tingkat daerah. Jumlah tersebut belum termasuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) BAZNAS, dan Mitra Pengelola Zakat (MPZ) LAZ.
Sementara itu, jumlah masjid di Indonesia yang terdata mencapai 299.692 unit pada tahun 2024. Angka tersebut belum termasuk mushala, langgar dan surau kecil. Masjid berpotensi menjadi basis utama filantropi Islam, dari sinilah tradisi kedermawanan Islam bermula.
Agar mampu menjawab persoalan pinjol, filantropi Islam tidak boleh hanya mengandalkan inisiatif individu, tetapi harus dikelola dengan sistem yang lebih terstruktur dan berdampak luas.
Ramadhan adalah momentum meningkatnya semangat berbagi, dengan zakat, infak, dan sedekah mengalir lebih deras dibandingkan bulan lainnya. Namun, tanpa tata kelola yang baik, potensi kedermawanan ini sering kali hanya bersifat sporadis, tidak merata, dan kurang efektif dalam menjangkau kelompok yang benar-benar membutuhkan.
Jika kedermawanan masyarakat dapat dikelola dengan baik, maka fenomena meningkatnya pinjaman online saat Ramadhan bisa ditekan. Masyarakat yang membutuhkan tidak harus berutang dengan bunga tinggi, tetapi bisa mendapatkan bantuan dari ekosistem filantropi islam.
Optimalisasi ini bukan hanya soal meningkatkan jumlah dana yang dihimpun, tetapi juga memastikan bahwa kedermawanan benar-benar berperan dalam melindungi dan memberdayakan rakyat kecil agar mereka dapat menjalani Ramadhan dengan lebih tenang dan bermartabat.
Muhammad Anwar adalah Peneliti Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS). IDEAS merupakan lembaga think tank tentang pembangunan nasional dan kebijakan publik. IDEAS secara resmi diluncurkan ke publik pada 23 Mei 2016, dan hingga kini telah melakukan berbagai riset untuk berkhidmat kepada kepentingan masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan marjinal.