PR Forum Zakat ke Depan; Meneladani Rasulullah

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp

Penulis: Nana Sudiana, Sekjend FOZ & Direksi IZI

 

Forum Zakat (FOZ) adalah satu-satunya asosiasi yang menaungi seluruh organisasi  pengelola zakat di Indonesia, baik Baznas maupun LAZ. FOZ yang didirikan pada 19 September 1997, kini tak lama lagi berusia 22 tahun. Dalam rentang waktu yang cukup panjang, tentu saja perjalanan dan dinamika FOZ telah melewati beragam situasi dan kondisi gerakan zakat di negeri ini.

FOZ yang kini memiliki hampir 200 anggota yang tersebar dari mulai Aceh hingga Papua, tentu saja masih dan akan terus tumbuh dan bergerak di kehidupan gerakan zakat Indonesia. Dengan pengalaman panjang, dedikasi dan kiprahnya selama ini, FOZ terus berusaha membangun ekosistem zakat terus tumbuh dengan baik. Penguatan yang dilakukan FOZ bisa amat luas teknisnya, mulai mendorong peningkatan kapasitas OPZ beserta amil zakat di dalamnya, termasuk memastikan standar pengelolaan muzaki dan mustahik zakat.

Dalam kerangka meningkatkan penguatan kualitas pengelolaan zakat di negeri ini, FOZ seusai Munas ke-7 yang diselenggarakan di Bandung pada 2015 menyiapkan satu paket kebijakan strategis yaitu: Mendirikan Sekolah Amil Indonesia (SAI) dan menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) amil zakat. Dalam praktiknya, ternyata effort dan proses menyusun SKKNI demikian panjang dan butuh biaya yang tak sedikit. Karena disebabkan salah satunya oleh kendala tadi, akhirnya FOZ memilih bergabung dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Keuangan Syariah.

Lembaga Sertifikasi Profesi Keuangan Syariah (LSP KS) adalah wujud nyata kolaborasi dan sinergi keumatan, terutama mereka yang punya visi besar dan ingin maju bersama untuk menggerakan sektor keuangan syariah di Indonesia. Sejumlah pihak yang berada di sekitar naungan bisnis lembaga keuangan syariah, setelah melakukam beberapa kali musyawarah, akhirnya bersepakat mendirikan LSP KS. LSP KS ini merupakan kolaborasi dari Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Asosiasi BMT Seluruh Indonesia (ABSINDO), Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (ASIPPINDO), dan Asosiasi Organisasi Pengelola Zakat Indonesia (FOZ).

LSP KS mendapatkan lisensi dari Otoritas Jasa Keuangan dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) pada 31 Desember 2015. Sejak 18 Mei 2016 LSP KS secara resmi telah melakukan sertifikasi kompetensi guna meningkatkan keahlian sumber daya manusia di industri syariah khususnya perbankan syariah. Setelah itu, mulailah proses penyusunan dan persiapan sertifikasi amil zakat oleh FOZ dimulai. Dan akhirnya, awal 2019 mulailah berlangsung proses sertifikasi amil zakat secara resmi dibawah lisensi BNSP.

Kembali ke soal SKKNI Amil Zakat yang digagas FOZ sejak tahun 2015, akhirnya untuk mempercepat proses sertifikasi, maka FOZ secara kelembagaan akhirnya memutuskan menggunakan SKK Khusus agar bisa segera bisa digunakan bagi amil zakat yang ada. Impian menuju SKKNI yang digagas FOZ tidak dimatikan, tetap dirawat dan dipelihara dengan keyakinan nantinya bisa menuju ke sana.

Adapun yang kedua mengenai Sekolah Amil Indonesia (SAI), FOZ memandang bahwa untuk menuju tangga lahirnya amil zakat yang kompeten, yang merujuk standar kompetensi amil yang tersertifikasi BNSP, amil yang ada perlu dilatih dan dibekali dengan baik. Setelah cukup memadai, nantinya amil yang telah mengikuti SAI akan diukur standarnya dengan standar kompetensi amil zakat.

Standar ini sendiri merupakan rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan. Standar tadi yang akhirnya bernama SKK khusus atau SKKNI.

SAI yang didirikan FOZ pada awal 2016 diarahkan menjadi pusat pendidikan amil berkualitas di Indonesia (Indonesia Amil Education Center). Salah satu kenggulan pendidikan di SAI adalah materi ajarnya yang terintegrasi dengan skema sertifikasi profesi Amil Zakat yang terstandar nasional Badan Nasional Sertifikasi Profesi(BNSP). Selain untuk kepentingan sertifikasi amil, SAI juga disiapkan untuk ikut andil dalam memajukan peningkatan kapasitas amil zakat di Indonesia.

Menuju Ekosistem Pemberdayaan

Dalam menguatkan ekosistem zakat, FOZ harus bekerja lebih keras dalam mewujudkan kolaborasi seluruh anggotanya. Termasuk soal ini adalah urusan pemberdayaan berbasis zakat.

FOZ harus hadir dan terus memberikan apresiasi setinggi-tingginya bagi anggotanya yang terus melakukan terobosan atau inisiatif untuk berkolaborasi dalam sejumlah program bersama. FOZ juga perlu terus membangun kemitraan dengan kementrian, BUMN, Peneliti, dan lembaga-lembaga lain demi memajukan legiatan yang mengarah pada peningkatan dan pembentukan ekosiatem pemberdayaan zakat.

FOZ harus terus memastikan semangat sharring dan kolaborasi yang jadi spirit FOZ sejak awal perkumpulan ini lahir terus menyala dan dikembangkan serta dirawat seluruh member FOZ. Semuanya harus menyadari gerakan zakat di negeri ini merupakan gerakan zakat yang terbesar di Asia, bahkan mungkin di dunia, yang melibatkan demikian besar jumlah muzaki dan mustahik, serta begitu banyak organisasi yang terlibat dengan segala keragaman dan kompleksitasnya.

Fokus penciptaan ekosistem pemberdayaan ini penting adanya. Walau saat ini masih ada kendala bagi sejumlah OPZ dalam mengurus legalitas lembaganya, semoga hal ini tak mengurangi kesungguhan untuk terus berkolaborasi menciptakan solusi bagi umat.

Pekerjaan Rumah (PR) besar ini bagi gerakan zakat Indonesia, memang tak mudah. Sebagaimana kita tahu, dalam menciptakan ekosistem pemberdayaan berbasis zakat ini, tentu ada kompleksitas akibat luasnya pekerjaan dan beragamnya aktor utama dalam kolaborasi.

OPZ di Indonesia ini kan unik, walau sekilas tampak sama, sesungguhnya ada perbedaan yang nyata. Kalau salah-salah mendekatinya, bisa jadi tujuan yang mulia menjadi berantakan gara-gara komunikasi yang terbangun tak sesuai ekspektasi para pihak di dalamnya.

Sejumlah elemen pengelola zakat di negeri ini idealnya harus sadar, bahwa zakat semestinya mampu mendorong penguatan dan pemberdayaan masyarakat dhuafa secara nyata. Kini, persoalan berlomba dalam urusan penghimpunan sudah tidak lagi relevan. Juga bertanding dengan sesama OPZ untuk jadi yang terhebat bukan lagi masanya.

Tantangan ke depan dalam kehidupan umat, memaksa kita untuk menyusun langkah kolaborasi dan sinergi nyata. Sudah saatnya kita beralih perspektif, yang tadinya fokus pada besarnya penghimpunan, secara perlahan kita geser bersama-sama ke arah penguatan pendayagunaan zakat. Dari yang tadinya mengarusutamakan muzaki, kita imbangi dengan memperhatikan dengan baik urusan mustahik.

Mulai saat ini, kita ajak pihak ketiga (peneliti, akademisi, fasilitator) dan beragam pihak yang ada untuk mempermudah dan mengakselerasi proses perbaikan dan peningkatan hidup mustahik. Melalui peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini, termasuk pelibatan teknologi keuangan dan IT, OPZ harus berdiri paling depan dalam  memecahkan masalah kehidupan mustahik. Sudah saatnya ekosistem pemberdayaan dibangun secara sungguh-sungguh dengan melibatkan berbagai pihak untuk memuliakan mustahik.

Mustahik sudah sepatutnya dimuliakan, karena ia ada untuk menjadi tantangan terbesar kehadiran gerakan zakat. Mustahik harus ditempatkan sejajar muzaki, bahkan dalam urusan kosentrasi memajukan dan menguatkannya ia perlu terus diistimewakan agar menjadi bukti seberapa kuat cintanya sebuah OPZ dalam meneladani ajaran Nabiyullah Muhammad SAW.

Dalam kehidupannya, Nabiyullah tidak pernah menjauhi orang-orang miskin dengan alasan apa pun. Beliau justru suka mendekat karena mencintai mereka dengan setulus hati. Hal ini sebagaimana dikisahkan dalam kitab Al-Barzanji, karya Syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al-Barzanji, halaman 123, yang artinya: “Beliau mencintai fakir miskin, duduk bersama mereka, membesuk mereka yang sedang sakit, mengiring jenazah mereka, dan tidak pernah menghina orang fakir”.

Akhlak Rasulullah terhadap orang-orang miskin tersebut hendaknya membuka kesadaran kita bahwa tidak selayaknya kita mengaku cinta Rasulullah tetapi pada saat yang sama kita menjauhi orang-orang yang beliau cintai.

Bagaimana bisa kita akan dikumpulkan bersama Rasulullah sementara kita menjauhi orang-orang yang beliau sendiri memohon kepada Allah untuk dikumpulkan bersama mereka. Karena itu, barangsiapa berharap dikumpulkan bersama Rasulullah kelak di akhirat, hendaklah mencintai orang-orang miskin dan mau berinteraksi dengan mereka. Untuk maksud ini memang diperlukan sikap rendah hati atau tawadhu’ sebagaimana dicontohkan beliau.

Orang-orang miskin memang harus kita dekati dan cintai karena ini adalah sunnah Rasulullah. Barangsiapa menjauhi sunnah beliau sesungguhnya ia bukan umatnya. Ungkapan ini sejalan dengan hadits beliau yang diriwayatkan dari Anas radliallahu anhu yang artinya: “Maka barang siapa tidak suka dengan sunnahku sungguh ia bukan umatku”.

Untuk itu semua diperlukan kemampuan dari seluruh stekholders zakat yang diinisiatori oleh FOZ untuk menciptakan ekosistem pemberdayan zakat yang nyata dan bisa hadir dengan mudah di tengah masyarakat dhuafa.

FOZ harus mendorong OPZ memberikan akses yang mudah pada mustahik zakat dimanpun di negeri ini termasuk mereka yang ada di pelosok bahkan di area 3T sekalipun. Dengan dukungan teknologi finansial terkini, mestinya hal ini bukan jadi kendala lagi. Bila ini terimplementasi, jelas ini akan mempercepat dukungan mustahik untuk merdeka dari sulitnya akses bantuan finansial. Kemerdekaan finansial seperti ini yang sejatinya kemerdekaan dan kebebasan sejati dari kemiskinan dan kefakiran.

Dengan mustahik yang mudah mendapatkan askes bantuan, maka implikasinya akan mempercepat perputaran uang dan mengarah pada penguatan kemampuan keluarga miskin untuk bisa lebih produktif. Dengan percepatan batuan untuk kehidupan orang-orang miskin ini, semoga kehidupan ekonomi mereka bisa perlahan meningkat.

Dalam pengembangan berikutnya, tidak menutup kemungkinan mustahik akan mampu juga dibukakan akses pada peluang pasar secara nasioanal untuk memasarkan hasil produksi mereka. Dengan begitu, kendala jarak, sempitnya pasar, dan terbatasnya interaksi pengembangan produk bisa terpecahkan. Maka melalui itu semua, mimpi tadi sebagian-nya FOZ bebankan pada Digizakat.

Digizakat, sebuah mimpi sharring dan kolaborasi ekosistem zakat untuk mewujudkan akses luas bagi mustahik, muzaki, amil dan seluruh stekholders zakat untuk kemajuan gerakan zakat Indonesia. Digizakat juga, walaupun saat ini masih sedang dirintis, hadir untuk memulai langkah, menggandeng semua pihak yang memiliki visi, misi dan kecintaan yang sama untuk menjadi hamba yang punya tanggungjawab dan kiprah yang jelas agar bisa dicintai Nabi-Nya karena dekat dengan orang-orang miskin dan dhuafa. Semoga.

#Ditulis di Condet Raya, Menjelang Fajar Rabu, 7 Agustus 2019