Di tengah pandemi Covid-19 peran zakat semakin penting
Dalam sesi konferensi pers melalui video conference, Selasa (31/3/2020) lalu, Wakil Presiden Republik Indonesia, Ma’ruf Amin mengatakan, bahwa saat ini merupakan waktu yang tepat bagi umat Islam untuk membayarkan zakatnya sebelum bulan Ramadhan tiba. Beliau mengatakan bahwa adalah sangat tepat bagi umat Islam, terutama bagi orang-orang kaya yang biasa mengeluarkan zakatnya setiap Ramadhan sebaiknya dimajukan waktunya (pembayaran) karena masyarakat sangat membutuhkan.
Wapres juga dalam kesempatan ini meminta Badan atau Lembaga Pengelola Zakat yang berada di pusat dan daerah untuk segera memungut dan mengumpulkan zakat dari masyarakat. Dasar pemikiran Wapres adalah, dengan pembayaran zakat yang dipercepat, maka penyalurannya juga bisa dipercepat, terutama bagi masyarakat yang membutuhkan. Apa lagi dalam situasi pandemi Covid-19 seperti saat ini. Penyaluran zakat juga diharapkan membantu menanggulangi dampak yang mungkin terjadi akibat wabah Covid-19, termasuk kelangkaan bahan makanan dan kesulitan warga miskin memperoleh makanan dan kebutuhan pokok lainnya.
Zakat sebagaimana kita tahu merupakan salah satu bagian dari rukun Islam. Bagi yang telah memenuhi syarat dan ketentuan untuk berzakat, ia adalah sebuah kewajiban. Zakat sendiri bisa berupa zakat fitrah maupun zakat maal. Zakat fitrah hanya dikeluarkan pada waktu bulan Ramadan, sedangkan waktu pembayaran zakat maal lebih luas dan leluasa, sesuai dengan keberadaan harta yang akan dizakati.
Zakat diberikan kepada 8 golongan (ashnaf) yang berhak menerimanya (mustahik), terutama fakir miskin. Dalam implementasinya, pengelolaan zakat di masa klasik, mulai masa Nabi Muhammad SAW sampai Khulafaur Rasyidin, zakat benar-benar menjadi ujung tombak kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Islam. Hal ini terus berlanjut sampai pada masa Tabiin. Umat Islam yang kurang mampu benar-benar diperhatikan dan kesejahteraannya terpenuhi.
Bila zakat dikelola secara benar dan penuh kesungguhan, idealnya zakat dapat mengurangi kesenjangan masyarakat, terutama mengurangi mereka yang berkategori fakir dan miskin. Dalam ajaran zakat juga, ada filosofi yang sangat mendalam bahwa adalah kewajiban orang-orang kaya untuk memperhatikan mereka yang miskin dan dhuafa. Dan sebaliknya, sesungguhnya ada hak orang miskin atas harta yang dimiliki oleh orang-orang kaya.
Dengan demikian proses penunaian zakat bukan hanya akan mensucikan harta kekayaan dan jiwanya orang-orang yang berzakat. Namun ia sejatinya juga “transfer keberdayaan” dari para muzaki (the have) kepada penerima zakat (mustahik). Dengan demikian, akan ada “aliran kemaslahatan” yang terus mengalir tak pernah putus. Bila zakat ini telah menjadi gaya hidup masyarakat Islam di sebuah tempat, apalagi dengan jumlah muzaki yang signifikan. Tentulah kelolaan dananya pun akan besar jumlahnya. Dan ini akan berdampak pada berkurangnya kaum miskin dan menumbuhkan kesejahteraan ditengah masyarakat.
Terkait pemanfaatan dana zakat (dan juga infak dan sedekah), UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, khususnya dalam Bab III tentang Pengumpulan, Pendistribusian, Pendayagunaan dan Pelaporan, menyebutkan dalam pasal 25 bahwa : “Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam”. Kemudian dalam Pasal 26 dan 27-nya disebutkan : “Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat”.
Terkait pendayagunaan zakat untuk usaha produktif disebutkan di bagian Pasal 27 : “Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi. Dan Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri”. Dari aturan yang ada, jelas zakat ini secara syariat dibagikan untuk yang beragama Islam. Dan dalam penyalurannya, sebelum membantu usaha produktif harus melihat dulu kebutuhan dasar mustahik apakah sudah terpenuhi atau belum.
Situasi pandemi Covid-19, memunculkan kekhawatiran akan banyaknya orang miskin yang terdampak kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Orang-orang miskin yang secara tidak langsung terkena dampak Corona setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 misalnya : pekerja harian di sektor informal dan kaum ekonomi lemah yang mengandalkan kehidupannya dari upah harian yang mereka dapatkan.
Terkait inilah, selaras dengan apa yang disampaikan Wapres Ma’ruf Amin, Menteri Agama RI, Fachrul Razi meminta pengelola zakat, baik Baznas maupun LAZ agar mempercepat pengumpulan dan pendistribusian zakat maal atau zakat harta ke masyarakat. Bahkan dengan tegas, menag mangatakan bahwa akan lebih baik bila lembaga-lembaga pengelola zakat juga mengajak umat Islam yang telah memenuhi kewajiban membayar zakat maal untuk menunaikannya sebelum Ramadan 1441 Hijriyah.
Menag berencana akan segera menerbitkan surat edaran terkait anjuran percepatan berzakat ini. Menag beralasan bahwa zakat yang segera terkumpul bisa segera terdistribusi kepada mustahik yang membutuhkan lebih cepat. Menurut Menag, zakat dapat berperan sebagai upaya jaring pengaman sosial terhadap warga terdampak Covid-19. Kepada para pengelola zakat juga, Menag meminta memprioritaskan pendistribusian ZIS secara langsung untuk masyarakat yang ada di lapisan bawah.
Harapannya, bisa segera membantu meringankan beban hidup, menjamin kebutuhan pokok, dan menjaga daya beli warga masyarakat yang terdampak Covid-19. Walaupun begitu, Menag menyampaikan bahwa pendistribusian zakat harus tetap dilakukan sesuai ketentuan syariat dan protokol Covid-19. Zakat yang akan dibagikan harus dilayani dengan cepat, mudah, dan aman. Perlu diperhatikan juga segala kegiatan oleh amil zakat, baik yang fokusnya untuk kegiatan pengumpulan maupun pendistribusian zakat, harus mengindari kontak langsung seperti tatap muka, atau malah mengumpulkan muzaki atau mustahik. Apapun kegiatan para amil wajib memperhatikan protokol untuk menghindari penyebaran Covid-19.
Ditulis oleh Nana Sudiana (Sekjend FOZ & Direksi IZI)
Baca juga: Pendayagunaan Zakat di Era Pandemi Covid-19 (Vol 2) Pendayagunaan Zakat di Era Pandemi Covid-19 (END)