Zakat dan Maqashid Syariah
Menurut Ustadz Oni Sahroni, zakat dikategorikan perkara yang harus diketahui setiap muslim ( al-ma’lum min ad-Din bidh-Dharurah) tanpa terkecuali. Semua yang beragama Islam harus tahu tentang kewajiban ini dan tidak ada alasan mengelak karena ketidaktahuannya tentang kewajiban zakat. Barangsiapa mengingkari kewajiban ini, ia telah mengingkari rukun Islam. Sama halnya mengingkari rukun Islam yang lain, seperti puasa dan shalat. Jadi, zakat ini tidak hanya wajib, tetapi lebih tinggi dari hukum wajib, yaitu rukun iman dan ma’lum min ad-Din bidh-Dharurah.
Dari status hukum zakat tadi, ternyata hal ini selaras dengan maqashid zakat (tujuan disyariatkannya zakat), yaitu memenuhi kebutuhan para mustahik, yaitu fakir, miskin, amil, orang/pihak yang sedang dilunakkan hatinya, bentuk-bentuk perbudakan, orang yang berutang, orang yang berdakwah di jalan Allah, dan ibnu sabil. Jenis kebutuhan yang diberikan adalah kebutuhan keuangan (financial) untuk keperluan-keperluan mendasar. Dalam maqashid syariah, kebutuhan keuangan termasuk dalam kategori hifdzul maal (melindungi dan menyediakan kebutuhan akan keuangan).
Sementara itu, kebutuhan asasi (mendasar) para mustahik yang akan dipenuhi tersebut adalah kebutuhan yang wajib dan darurat, seperti makanan sehari-hari, tempat tinggal, modal usaha agar mereka berdaya, dan pendidikan. Semua itu masuk dalam kategori kebutuhan wajib dan primer ( dharuriyat). Begitu pula pihak-pihak penerima zakat merupakan komponen penting dalam struktur masyarakat. Jika tidak diselesaikan dan dibantu, mereka akan menjadi masalah sosial dalam masyarakat. Dalam ilmu maqashid syariah, target sebuah hukum harus setara dengan hukumnya.
Maqashid Syariah sendiri merupakan tujuan-tujuan umum yang ingin diraih oleh syariah dan diwujudkan dalam kehidupan. Dasar hukum dari kelima kebutuhan tersebut tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadist sebagai berikut : 1. Memelihara agama. Agama merupakan keharusan bagi manusia, dengan nilai-nilai kemanusiaan yang dibawa oleh ajaran agama, manusia lebih tinggi derajatnya dari hewan. 2. Memelihara Jiwa. Berupa hak untuk hidup secara terhormat dan agar terhindar dari tindakan penganiayaan, berupa pembunuhan, pemotongan angggota badan maupun tindakan melukai. 3. Memelihara Akal. Terjaminnya akal dari kerusakan yang menyebabkan orang yang bersangkutan tidak berguna ditengah masyarakat. 4. Memelihara Harta. Mencegah perbuatan menodai harta, misalnya pencurian. Mengatur muamalah serta transaksi ekonomi untuk meningkatkan kekayaan serta proporsional dengan cara yang dzalim dan curang. 5. Memelihara keturunan. Jaminan kelestraian populasi umat manusia agar tetap hidup sehat dan kokoh melalui penataan kehidupan rumah tangga dengan memberikan pedidikan dan kasih sayang kepada anak-anak agar memiliki kehalusan budi pekerti.
Kembali pada relasi zakat dengan Maqashid Syariah, zakat selaras dengan Maqashid syariah yang terkait dengan aspek menjaga harta mustahik. Aspek menjaga atau melindungi harta mustahik ini dapat dilakukan dalam wujud berbagai program pendayagunaan zakat. Dalam implementasinya terdapat 8 indikator yaitu : perolehan pendapatan yang halal, adanya peningkatkan pendapatan, pemenuhan kebutuhan keluarga, terjauhkan dari hutang ribawi, menjaga harta zakat dengan tidak konsumtif, berusaha menabung dan bersedekah dari pendapatan yang diperoleh, menggunakan keuntungan untuk mengembangkan usaha. Pendapatan dari program yang disupport dari dana zakat dapat dipastikan halal karena berasal dari pendayagunaan dana zakat. Agama Islam sangat melarang untuk memberi nafkah melalui jalan yang haram.
Dalam dimensi sosial, zakat merupakan bentuk tanggung jawab manusia di bumi untuk saling tolong-menolong dan berbagi antar sesama. Zakat dengan begitu, dapat berperan sebagai katalisator untuk saling menguatkan antar elemen masyarakat, terutama yang secara ekonomi (harta) lemah dan memerlukan bantuan dari pihak lain yang lebih kuat (muzaki). Dalam situasi tadi, dalam sistem sosial kemasyarakatan juga, zakat diharapkan dapat memberantas kemiskinan, menumbuhkan rasa kepedulian dan cinta kasih terhadap golongan yang lebih lemah. Dalam perspektif ekonomi, zakat juga menjadikan perekonomian akan bergerak cepat, terbangun persaudaraan di antara pelaku ekonomi, dan kesenjangan ekonomi pun akan menyempit. Zakat dengan kata lain dapat digunakan sebagai pendorong dan pengendali perekonomian agar tercapai falah (kesejahteraan lahir, batin, dunia dan akhirat) baik generasi sekarang maupun yang akan datang.
Pendayagunaan Zakat di Era Pandemi
Saat ini dunia sedang mengalami pengalaman baru yang tak tertandingi selama 2 abad terakhir. Dampak yang dihasilkan oleh wabah Covid-19 melampaui dampak dari Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Corona bukan sekedar penyakit yang menyerang kesehatan manusia, akan tetapi juga menyerang tatanan ekonomi, sosial dan politik seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, wabah ini datang justru ketika ekonomi sedang kurang cerah situasinya. Kemiskinan Indonesia sebelum Krisis Covid-19 menunjukan bahwa kemiskinan kita masih belum tuntas tertangani dengan baik. Berdasarkan data BPS per Maret 2019 Jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat 25,14 juta jiwa atau 9,41 persen dari total 260 juta penduduk Indonesia. Ada sebanyak 9,91 juta penduduk yang masih masuk kategori sangat miskin. Saat yang sama, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih “berputar-putar”, di angka 5 persen. Dan ketika Covid-19 ini masuk ke Indonesia kemudian berkembang menulari banyak penduduk Indonesia, dampaknya bukan hanya pada soal kesehatan semata, namun juga berdampak pada kondisi ekonomi masyarakat, termasuk fakir miskin yang menjadi mustahik zakat.
Sebagaimana kita tahu, Pandemi Covid-19 ini merupakan bencana global. Bukan hanya negara berkembang atau yang kurang maju saja yang terkena wabah ini. Namun, saat ini berdasar update data dari WHO yang dikutip situs resmi Pemerintah Indonesia untuk Covid-19, yakni https://www.covid19.go.id, yang terdata pada tanggal 17 April 2020 sampai pukul 16:00 WIB, tercatat bahwa Pandemi ini telah menyebar di 213 negara. Adapun data yang terinfeksi tercatat ada 2.078.605 kasus terkonfirmasi.
Adapun kematian yang terjadi berjumlah 139.515 kematian. Di Indonesia Covid-19 telah diketahui muncul di seluruh propinsi. Adapun data secara nasional tercatat jumlah orang yang bersatus positif Covid-19 ada 5.923. Data yang sembuh ada 607. Data meninggal ada 520 orang. Adapun 10 besar propinsi yang terdampak penyebaran kasus Covid-19 di Indonesia secara peringkat adalah : Provinsi DKI Jakarta (2.815), Jawa Barat (632), Jawa Timur (522), Sulawesi Selatan (332), Banten (311), Jawa Tengah (304), Bali (124), Papua (89), Sumatera Utara (79)dan Kalimantan Selatan (74).
Dampak ekonomi Covid-19 menurut S &P Global dalam sebuah laporan yang dipublikasikan pada Jumat (6/3/2020), menuliskan Virus Corona dapat menimbulkan kerugian pada perekonomian Asia Pasifik sebesar US$ 211 miliar atau setara dengan lebih dari seperlima output perekonomian RI dalam setahun. Menurut Bank Dunia, Pandemi Covid-19 akan menambah jumlah penduduk miskin di kawasan Asia Timur dan Pasifik, termasuk Indonesia, hingga 11 juta orang. Di Indonesia yang baru berjalan satu bulan lebih sejak kasus ini diumumkan Presiden RI (3/3/2020) saat ini telah nyata dampaknya pada perekonomian. Di Jakarta, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah menerima laporan adanya data pekerja /buruh yang sudah di-PHK dan dirumahkan tanpa menerima upah (unpaid leave) karena wabah Covid-19. Per 3 April 2020 tercatat ada 21.797 pekerja yang dirumahkan dan 3.611 pekerja yang di-PHK.
Dampak ekonomi Pandemi-19 ini segera terlihat di lapangan, misalnya sempat muncul fenomena panic buying (harga bawang bombai, jahe merah, hingga harga masker naik signifikan dibanding saat normal). Beberapa dampak lainnya juga bermunculan, seperti daya beli masyarakat menurun, adanya peningkatan Inflasi dalam periode waktu ke depan, serta akan terjadinya pertambahan angka kemiskinan. Bagi mustahik zakat, bukan hanya muncul kekhawatiran akan adanya kemungkinan terpapar Covid-19, namun juga, dengan adanya kebijakan Social Distancing, maupun Phiysical Distancing yang kemudian diikuti kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) akan berdampak menjadi ‘Economic Shock’ bagi mustahik. Kebijakan-kebijakan tadi dapat menyebabkan kegoncangan ekonomi, baik secara mikro mapun makro. Secara makro, negara akan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Bagi kalangan fakir miskin (mustahik zakat) kemungkinan akan mengalami ‘’goncangan ekonomi” di tingkat rumah tangga para mustahik yakni berupa goncangan penghasilan, kesehatan, dan konsumsi terutama bagi mereka yang memiliki penghasilan harian. Dampak lanjutan dari situasi ini selain akan terjadinya “economic shock” bagi mustahik yang mengakibatkan aktivitas ekonomi mustahik akan menurun sehingga berimplikasi pada kemampuan daya beli mustahik yang secara langsung juga akan menurun. Dampak lainnya secara luas akan berimbas pada : (1). Produksi pangan terancam menurun, (2). Kelangkaan (ketersediaan) pangan terganggu, dan (3). Kenaikan harga bahan pangan.
Di tengah Pandemi ini, Zakat (dan juga infak dan sedekah) berperan signifikan dalam mengurangi dampak langsung maupun tidak langsung akibat Pandemi Covid-19 ini. Peran ZIS dalam Pandemi Covid-19 menurut Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi sangat strategis. Makanya ia mendorong gerakan Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) lebih digencarkan lagi untuk membantu sesama di tengah pandemi virus Corona (Covid-19). Masih kata beliau-nya : “Covid-19 ujian sekaligus momentum untuk saling bantu. Sekarang, saatnya Ziswaf tampil dengan peran fundamental melalui program nyata membantu dan memberdayakan masyarakat,” ucapnya.
Ditulis oleh Nana Sudiana (Sekjend FOZ & Direksi IZI)
Baca juga:
Pendayagunaan Zakat di Era Pandemi Covid-19 (Vol 1) Pendayagunaan Zakat di Era Pandemi Covid-19 (END)