Bagaimana Menjadi Pimpinan OPZ Ideal?

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp

Penulis: @Nana Sudiana (Sekjend FOZ & Direksi IZI)

“Seorang pemimpin adalah pemberi harapan”(Napoleon Bonaparte)

Gerakan zakat dan lembaga-lembaga di dalamnya terus tumbuh dan berkembang secara dinamis. Dari tahun ke tahun, menunjukan perbaikan yang terus menerus. Ada spirit inovasi, kreativitas dan pantang menyerah yang begitu kuat yang tumbuh di dalam gerakan zakat Indonesia. Semangat ini tentu saja menuntut perlunya kepemimpinan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang juga terus berkembang baik dan kuat. Para pimpinan OPZ idealnya bukan hanya mampu memimpin organisasinya, namun juga mampu menginspirasi para aktivis zakat atau amil-amilnya menjadi orang-orang yang mampu dan bersedia mencurahkan seluruh kemampuan terbaiknya demi kebaikan zakat dan masa depannya.

Tidak mudah memang untuk menjadi seorang pimpinan OPZ yang ideal serta didukung penuh oleh seluruh amil yang ada di organisasinya. Seorang pimpinan OPZ, selain harus memiliki kemampuan dan keterampilan sebagai amil zakat, ternyata ia juga harus bisa menjadi teladan dalam banyak urusan dan aspek lainnya. Di dunia zakat sendiri, ada beberapa hal yang dapat menjatuhkan karisma seorang pimpinan OPZ. Situasinya bahkan bisa lebih rumit, karena dapat menghilangkan dukungan mayoritas amil yang ada.

Ada 4 hal yang bila kita cermati, ternyata dapat menyebabkan ketidakpercayaan amil zakat di sebuah OPZ pada pimpinan-nya :

Pertama, rendahnya pemahaman pimpinan OPZ terhadap zakat dan pengelolaannya. Kondisi ini semakin buruk jika ditambah tidak adanya semangat belajar yang cepat tentang dunia zakat, termasuk dengan kemampuannya melihat situasi terkini, kompetisi yang ada dan tantangan kedepannya. Dampak dari hal ini juga, bisa terlihat dari tidak adanya rencana yang matang dan strategis dalam menjalankan roda organisasinya. Di luar hal tadi, implikasi yang akan terjadi juga bisa menyebabkan pimpinan OPZ memiliki kecenderungan untuk mengambil keputusan secara trial and error, bahkan dengan gaya sok tahu.

Kedua, tidak memiliki disiplin yang baik. Disiplin ternyata menjadi kata kunci untuk bisa ditaati dan dipatuhi. Tak cukup ancaman dan sanksi untuk membuat diikuti. Bahkan ditakuti. Bila pimpinan OPZ menegakan aturan dengan keras, dan dengan banyaknya sanksi, mungkin akan membuat amil yang ada tunduk. Tapi hal itu bukan berarti patuh, karena ketakutan terhadap aturan bisa jadi justru membuat amil yang ada menyiasati sanksi dengan cara-cara yang tidak pernah terbayangkan. Seorang pimpinan OPZ harus mempraktikan soal disiplin ini mulai dari hal yang sederhana misalnya datang dan memulai agenda tepat waktu sesuai rencana yang telah disepakati. Begitu pula dalam soal-soal rutinitas lainnya yang telah disepakati baik di internal organisasi maupun dengan eksternal organisasi. Selain itu, diperlukan pula keistiqomahan dalam menjalani agenda-agenda yang ada, termasuk terus menjaga konsistensi terhadap keputusan-keputusan yang diambil.

Ketiga, tidak mampu menciptakan team work. Pemimpin OPZ tak bisa bekerja sendiri. Ia harus menciptakan tim yang baik yang akan mendistribusikan tugas-tugas yang ada agar lebih efektif dan efisien. Pimpinan OPZ yang pintar memang menyenangkan bagi organisasi zakat, tapi memusatkan semua persoalan organisasi hanya ditangan satu orang jelas tidak sehat. Apalagi bila semua urusan akhirnya tergantung pada satu orang. Bila suatu saat ia tak sehat atau ada halangan lain, bisa berisiko dan justru menghambat laju organisasi. Apalagi kadang, muncul juga kesan karena terlalu memusatnya semua urusan pada pimpinan, kesan yang ada malah memunculkan asumsi bahwa Pimpinan tidak dapat mempercayai orang lain.

Keempat, adanya penyalahgunaan wewenang. Ini persoalan krusial dalam kepemimpinan dimanapun, termasuk di lingkungan amil zakat. Tindakan-tindakan yang mengarah pada praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme di OPZ bisa berbahaya bagi masa depan organisasi. Bila praktik ini tumbuh, apalagi dimulai dari level pimpinan OPZ, maka bisa mengancam keberlangsungan lembaga OPZ-nya. Cepat atau lambat, praktik-praktik ini akan menghancurkan kredibilitas pimpinan OPZ dan lalu lembaganya. Makanya hal-hal tadi perlu dicegah dan diantisipasi agar tak terbuka peluang ia tumbuh.

 

Memimpin dengan Keteladanan
Karena menjadi pimpinan OPZ ini tidak ada sekolahnya, juga tidak ada kursus atau pelatihannya, maka semua pimpinan OPZ harus memastikan dirinya, begitu ia diamanahi jadi pimpinan di sebuah OPZ, maka secepatnya ia harus belajar lagi tentang kepemimpinan dan menguatkan komitmen untuk jadi pimpinan OPZ yang baik. Dan terus menerus berdoa dan memohon pada Allah agar ia dikuatkan dan diberi kemudahan dalam memimpin OPZ-nya dan dijauhkan dari segala ketidakbaikan dan godaan untuk berbuat dan berlaku tidak adil ketika memimpin.

Bila akhirnya kita ditakdirkan Allah jadi pimpinan di sebuah OPZ,  maka carilah tahu atau bisa juga meminta pihak lain untuk membantu terkait sejumlah elemen yang ada dalam sebuah OPZ. Bagi sebuah OPZ yang ingin terus tumbuh dan berkembang, elemen-elemen ini penting dan akan terus menjadi penting di masa yang akan datang.

1. Marketing Zakat
Sebagai pimpinan OPZ, jangan pernah menganggap remeh marketing. Marketing atau penghimpunan ibarat darah bagi keberlangsungan kehidupan organisasi. Dengan hasil penghimpunan yang memadai, sebuah OPZ bisa berkesempatan membiayai program-program yang dimiliki, termasuk membiayai sdm yang ada. Dengan penghimpunan yang memadai pula, masa depan organisasi mulai bisa disusun langkah demi langkah.

Pimpinan OPZ harus melihat marketing dalam perspektif yang strategis. Melihat keseluruhan prosesnya mulai hulu sampai ke hilirnya. Seorang pimpinan OPZ juga harus paham dengan baik terkait perencanaan bisnis lembaganya. Ia juga harus memiliki pandangan yang menyeluruh terhadap sistem pemasaran yang melibatkan customer, supplier, channel, competitor, dan environment. Pimpinan OPZ tidak mungkin dapat mengambil keputusan yang benar terkait marketing bagi organisasinya bila pandangannya tidak menyeluruh, keengganan meng-update diri dengan perkembangan elemen-elemen sistem pemasaran merupakan kesalahan fatal yang bisa berakibat pada high cost learning dari eksekusi kebijakan yang gagal.

Pimpinan OPZ juga harus memahami perlunya perbedaan penawaran produk atau jasa untuk segmen pasar yang ditujunya. Pimpinan OPZ bisa saja sangat yakin dengan suatu produk tertentu yang akan menjadi andalan perolehan penghimpunannya dengan memaksakan keunggulan produk yang ada atas keinginan calon muzaki yang ternyata sudah dipenuhi oleh OPZ-OPZ lainnya.

Pimpinan OPZ harus mampu mengintegrasikan dan mengontrol fungsi-fungsi pokok dalam marketing zakat. Beberapa OPZ dengan sengaja membuat strategi marketingnya dengan “memecah” internal direktorat marketingnya menjadi divisi pemasaran berbagai program yang tidak terintegrasi satu sama lain. Masing-masing unit dikelola oleh para program manager yang terpisah satu sama lain. Mereka berharap menemukan penekanan terhadap siapa yang paling bertanggung jawab terhadap pemasaran program masing-masing.

Sebagai seorang Pimpinan OPZ, ia harus tahu dengan baik bahwa kompetisi antar unit pemasaran program tidak selalu menghasilkan hasil akhir yang baik. Untuk itulah diperlukan kebijakan strategis lembaga yang justru menyatukan tim pemasaran yang ada dalam naungan orientasi yang sama, yakni untuk mencetak gol bersama bagi OPZ-nya, bukan sekedar memperbesar ambisi menjadi “top scorer” semata.

Pimpinan OPZ juga mau tidak mau ia harus mempelajari terkait persoalan sales yang potensial dan profitabilitas dari different market segments, customers territories, products, channels. Pimpinan OPZ juga saat yang sama, tak boleh terlalu fokus hanya pada program-program utama di OPZ-nya sehingga melupakan potensi dari segmen, area, produk atau saluran distribusi yang layak untuk digarap. Sikap terbuka terhadap masukan dan kritis dalam menganalisis informasi adalah kunci untuk melihat berbagai kesempatan yang mendukung pencapaian sasaran organisasi.

Pimpinan OPZ juga perlu memonitor dan memutuskan alokasi anggaran berdasarkan prioritas dan prinsip cost effectiveness untuk pos marketing expenditures. Ada kalanya seorang pimpinan OPZ berpikir sangat kompleks untuk alokasi anggaran yang tidak memiliki peran signifikan dalam laporan keuangan—sehingga meminta hitungan feasibility study berulang-ulang, tapi kurang jeli dalam melakukan kalkulasi untuk sebuah proyek yang berisiko besar hanya karena memandang orang yang mengajukan proyek atau preferensi pribadi terhadap proyek tersebut. Anggaran pemasaran yang sudah disetujui untuk dialokasikan sebaiknya dieksekusi tanpa campur tangan pimpinan OPZ lagi.

2. Program Pendayagunaan
Banyak pimpinan OPZ menganggap bahwa urusan program pendayagunaan zakat itu mudah dibanding urusan lainnya. Hal tersebut justru keliru, urusan pendayagunaan jauh lebih rumit dan kompleks dan memerlukan waktu yang panjang. Diperlukan upaya serius untuk terus menerus melakukan improvment bagi program-program pendayagunaan yang disusun oleh sebuah OPZ. Selain itu, butuh juga sdm berkualitas yang mumpuni untuk mengeksekusi program-program yang telah disusun dan paska programnya.

Selama ini ada anggapan yang keliru bahwa suksesnya sebuah program adalah ketika launching dan dihadiri banyak pihak, termasuk muzaki, media dan tokoh atau pejabat. Padahal bila kita dalami, suksesnya sebuah program sejatinya tergantung pada goal apa yang hendak dicapai pada masing-masing program. Launching atau peresmian program adalah langkah awal yang menjadi penanda bahwa program bisa dimulai dan semua komponen dan variabel suksesnya program telah lengkap tersedia.

Dengan posisi pendayagunaan yang semakin penting, OPZ harus mulai memikirkan program pendayagunaan apa yang paling tepat untuk melayani kebutuhan mustahik penerima zakat. Bila seorang pimpinan OPZ menempatkan banyak department head pada divisi-divisi yang ada pada direktorat pendayagunaannya, bisa jadi malah akan lebih banyak diwarnai konflik dibanding effort  untuk implementasi meraih jumlah mustahik yang dibantu.

Saat yang sama, Pimpinan OPZ juga jangan pernah bersikap reaktif dalam menyikapi program-program OPZ lainnya. Justru yang sudah mulai dipikirkan adalah bagaimana ia bisa menjadi bagian dan turut menyempurnakan program-program yang telah ada sebelumnya. Hal ini menunjukan kedewasaan organisasi ditengah dinamika gerakan zakat. Ini juga membuktikan bahwa bila OPZ memiliki kemampuan dan kekuatan serta memiliki  core competency yang jelas, maka ia tak perlu cemas dan khawatir. Apalagi bila OPZ tadi sudah memiliki rencana dan sasaran jangka pendek dan jangka panjang organisasinya, maka program-program OPZ lainnya sama sekali bukan ancaman.

3. Support Sistem
Seorang pimpinan OPZ harus tetap proporsional dalam memimpin dan mengendalikan organisasinya. Ia saat yang sama juga harus terlibat dalam pengelolaan research development, finance, sdm dan lainnya. Bagian-bagian di luar penghimpunan dan pendayagunaan dalam sebuah OPZ harus dikelola dan diberi arahan agar selalu kompak dan menjaga harmoni dalam bekerja. Kekompakan, soliditas dan saling membantu masing-masing akan menghilangkan ego dan kepentingan sempit unit yang ada.

Pimpinan organisasi harus mendorong dan menumbuhkan kebersamaan dalam membangun OPZ. Hal ini diperlukan untuk membangun kualitas organisasi pengelola zakat yang baik serta memiliki kualitas kepemimpinan yang kuat. Pimpinan organisasi juga dibutuhkan untuk memahami pentingnya research untuk pengembangan organisasinya ke depan. Dengan dukungan riset yang memadai, serta data dan informasi yang kuat, diharapkan pimpinan OPZ bisa mengambil keputusan yang tepat dan akurat.

Selain hal tadi, pimpinan OPZ juga diharapkan bisa membuat jajaran staf mampu menangkap arah strategi organisasi untuk diimplementasikan dengan baik. Pimpinan yang baik, mampu menyampaikan pesan sekaligus membangkitkan optimisme di kalangan amil zakat yang dipimpinnya.  Pesan bukanlah sesuatu yang harus disampaikan secara verbal, namun kebijakan-kebijakan organisasi yang secara konsisten mengarah pada suatu pola pencapaian tertentu adalah pesan yang lebih mengena bagi amil zakat yang ada.

Menemukan Jalan keluar
Pemahaman-pemahaman dan berbagai keterampilan yang harus dimiliki dan dikuasai oleh seorang pimpinan OPZ bersifat mutlak. Semakin baik tingkat penguasaanya, maka ia akan semakin bisa dipercaya amil internal organisasinya sekaligus semakin punya peluang membawa kebaikan bagi organisasinya. Aspek-aspek tadi juga dapat menjadi ukuran kualitas pimpinan OPZ ditengah dinamika gerakan zakat di negeri ini.

Dalam soal penghimpunan, semakin baik dan terampil pimpinan OPZ-nya, maka sebuah lembaga akan semakin efektif dalam menjalankan persoalan marketingnya. Dengan situasi ini, organisasi yang ada akan semakin cepat membawanya pada goal organisasi yang direncanakan. Dengan kemampuan dan keterampilan pimpinan OPZ yang baik juga, banyak persoalan yang muncul akan mudah diselesaikan.

Adapun dalam sisi pendayagunaan, pimpinan OPZ yang paham betul esensi pendayagunaan, akan menunjukkan kapasitas kepemimpinan yang baik dan cepat tanggap atas perkembangan program yang terjadi. Termasuk didalamnya terkait program-program kebencanaan atau kedaruratan yang memerlukan keputusan cepat namun tetap terukur dan terencana baik. Kepemimpinan di level pendayagunaan yang baik juga adalah kepemimpinan yang cepat tanggap dan sistematis kerjanya. Artinya kepemimpinan ini melahirkan sistem yang responsif dalam menanggapi kejadian-kejadian yang ada di luar program yang telah direncanakan sebelumnya.

Dari hal-hal tadi, setidaknya ada tiga hal yang harus jadi orientasi pimpinan OPZ ketika mereka menghendaki jalan keluar terbaik bagi organisasinya, baik atas masalah yang muncul hari ini maupun di masa yang akan datang. Berikut ini ketiga orientasi tadi :

Pertama, Pimpinan OPZ selalu harus punya rencana strategis yang memadai. Rencana ini baik yang sifatnya untuk sasaran jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Dengan rencana yang dimiliki, kita jadi lebih mudah mengukur situasi yang ada dan termasuk memetakan isu dan persoalan yang terjadi agar lebih sistematis dalam menemukan jalan keluarnya. Dengan didukung juga dengan informasi yang up to date dan memadai, rencana yang ada tadi tentunya akan semakin baik.

Jelas akan menjadi kendala serius bagi organisasi, bila ternyata pimpinan organisasinya tidak memiliki kemampuan untuk menyusun rencana bagi sasaran jangka pendek dan jangka panjang yang berkaitan dengan organisasi zakat dan gerakannya. Walaupun pada akhirnya semua pimpinan OPZ mampu memiliki rencana strategis yang baik. Pertanyaannya, seberapa sesuai sasaran jangka pendek, menengah dan jangka panjang tersebut dengan kemampuan organisasi dan peluang penghimpunan zakatnya?.

Kedua, pimpinan OPZ harus menguasai informasi kunci yang strategis dengan baik. Beberapa kali terjadi, ada pimpinan OPZ yang ternyata tak begitu memahami kunci informasi organisasi zakat dengan baik. Kadang masih kita jumpai kejadian di konperensi pers atau media ekspose, ada pimpinan OPZ yang menyebutkan suatu angka ternyata setelah dicermati, ia menyampaikan keterangan yang tanpa dasar informasi yang jelas, terkini, dan memadai. Jadi bagi mereka, data kunci di database organisasi haruslah dikuasai dengan baik. Termasuk ke dalam data kunci yang penting ini adalah plan organisasi ke depan, bahkan bila perlu rincian atas target-targetnya serta capaian-capain per jenis program maupun secara keseluruhan. Selain itu, diperlukan juga informasi penunjang yang menguatkan progres data yang diceritakan, apakah misalnya alasan kenapa meningkat atau menurun dari periode sebelumnya.

Ketiga, pimpinan OPZ harus meminta jajaran manajemen organisasinya untuk menyiapkan contingency plans atas uncontrollable factors. Ini penting untuk melakukan antisipasi terhadap sejumlah perubahan yang mungkin terjadi. Perubahan kebijakan atau regulasi, atau perkembangan situasi yang tidak menguntungkan bisa saja terjadi setiap waktu. Untuk itu secara reguler monitoring terhadap uncontrollable factors ini perlu dilakukan seraya melakukan update terhadap concontingency plans secara periodik. Pimpinan OPZ harus paling depan dalam urusan perubahan strategis ini. Apalagi kalau sudah menyangkut keselamatan dan eksistensi organisasi.

Ibarat laju sebuah perahu, tak seluruh permukaan lautan landai dan dangkal. Belum lagi soal riak ombak dan hempasan angin. Semakin perahu melaju ke tengah lautan, situasinya tentu semakin harus lebih hati-hati dan penuh kewaspadaan. Di situasi ini, bukan hanya keterampilan dan kemahiran yang akan menyelamatkan agar perahu tak karam, tapi juga mentalitas sang pemegang dayung. Diperlukan ketenangan, kewaspadaan tinggi serta kemampuan menemukan celah dibalik tingginya gelombang yang akan datang. Gelombang boleh jadi keras menerpa, namun bila seorang nelayan tetap tenang dan waspada, ia semakin punya peluang bisa selamat dan pulang. Ia bisa kembali ke daratan, bahkan dengan membawa ikan yang bisa ia jual untuk meneruskan siklus kehidupan keluarganya.

Semoga kita semua Allah jadikan orang yang bertanggungjawab dihadapan-Nya, atas seluruh amanah yang ada di pundak kita. Semoga Allah juga mudahkan amanah para pimpinan Organisasi Pengelola Zakat, baik yang bertugas di Baznas maupun di LAZ. Zakat yang diharapkan umat bisa membantu dan jadi solusi atas masalah-masalah yang dihadapi umat semoga menjadi kenyataan yang sebenar-benarnya. Semoga pula para amil yang ada diberikan kemampuan dan kekuatan untuk menjadikan zakat sebagai solusi yang masalah para mustahik.

 

Semoga