BALIKPAPAN — Potensi zakat Indonesia mencapai 270 triliun rupiah. Namun, baru satu persen yang terpenuhi. Di sisi lain, masalah data mustahik juga menjadi kendala penyaluran zakat. Dua masalah ini menjadi bahasan utama dalam Seminar Zakat Nasional yang berlangsung di Balikpapan, Kalimantan Timur, pada 21-23 Januari 2014.
Dalam kesempatan itu, Baznas juga memberikan penghargaan kepada para bupati dan wali kota. Oleh Baznas mereka dianggap mendorong suksesnya program pengembangan zakat di daerah masing-masing. Walikota Balikpapan, Rizal Effendy merupakan salah satu kepala daerah yang mendapatkan penghargaan tersebut.
Sejak tahun 2002, perolehan zakat yang dihimpun Badan Amil Zakat Nasional mengalami kenaikan. Rata-rata dalam lima tahun terakhir, kenaikan mencapai 24,56 persen. Meski begitu, potensi zakat yang mencapai Rp. 270 triliun baru terpenuhi satu persen.
Untuk itu, Baznas melalui lima program yang dijalankan berharap akan lebih maksimal menyerapan zakat di seluruh Indonesia, dan pada akhirnya dapat menyalurkan kepada mereka yang membutuhkan secara tepat sasaran. Itu sebabnya, pembentukan database mustahik terintergrasi menjadi satu capaian penting yang ingin diwujudkan Baznas. Apalagi, Indonesia belum memiliki data ini.
Harus diakui tidak mudah menjaring para mustahik. Apalagi, lembaga amil zakat, seperti Dompet Dhuafa, sudah memiliki definisi masing-masing. Yang pasti, ada beberapa hal penting yang selanjutnya menjadi pijakan awal untuk menuju data terintergrasi, seperti misal ketersediaan data yang berasal dari Biro Pusat Statistik (BPS) dan BKKBN.
BAZNAS sudah menyiapkan satu mekanisme data terpadu. Data yang dimaksud terkait pendataan nasional mustahik. Persiapan ini menjadi satu bahasan penting dalam Seminar Zakat Nasional. Melalui seminar ini, Baznas berharap dapat memperoleh masukan guna mempercepat integrasi data.
Ketua Umum Baznas, Didin Hafiudin mengatakan integrasi data ini memiliki urgensi penting, utamanya dalam penyaluran zakat. Diharapkan, data yang terintegrasi akan menghindarkan penyaluran zakat terulang, sekaligus menambah akurat jangkauan sasaran zakat.
Proses pembentukan data mustahik tak lama lagi bisa segera direalisasikan. Badan Amil Zakat nasional (BAZNAS) akan menggunakan data BKKBN. Direktur Pelaksana Baznas, Teten Kustiawan melihat dari perkembangan yang ada realisasi data mustahik terintegrasi tidak butuh waktu lama. Karena data utama dari BKKBN bisa disinergikan dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
“Kita sudah melakukan pertemuan dengan LAZ, Baznas memastikan data yang dimiliki LAZ tidak akan hilang. Justru data yang ada dapat dikonfirmasi. Bukan membuang data atau melakukan survei lagi,” katanya.
Sejauh ini, lanjut dia, Baznas tinggal merumuskan dan mendesain struktur data base seperti apa. Intinya, model yang telah dijalankan Kabupaten Sragen akan menjadi contoh. Tentu, cakupannya jauh lebih luas. “Saya kira Insya Allah siap, dua tahun,” ujarnya.
Baznas tengah mempersiapkan data mustahik terintegrasi. Data ini dimaksudkan guna menyalurkan zakat dengan tepat sasaran. Saat ini, baik Baznas atau Lembaga Amil Zakat memiliki data yang berbeda soal mustahik.
Lima Catatan Penting
Lima poin penting dirumuskan dalam Seminar Zakat Nasional, Rabu (22/1) di Balikpapan. Kelima poin ini nantinya menjadi agenda Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) selama setahun ke depan.
Direktur Pelaksana Baznas, Teten Kustiawan memaparkan kelima poin tersebut.
Pertama, sepakat, baik pemateri dan peserta, integrasi data mustahik secara nasional itu kebutuhan dan mendesak.
Kedua, perlunya standar mustahik, dengan memperhatikan sisi syariah dan aktual.
Ketiga, ada beberapa sumber data, yang mendapat jadi data rujukan, memang sumber data ini memiliki standar kriteria yang berbeda. Karena itu, melalui data sumber ini bisa dilakukan verifikasi. “Sragen sudah memulai itu. Secara nasional data itu ada dua, BPS perindividu, BKKBN yang per keluarga,” ucapnya.
Keempat, Integrasi mustahik akan berbasis IT sistem. Ini memang tidak bisa diwujudkan dalan waktu dekat. Dari perlunya sistem IT ini, SIM Baznas (SIMBA) bisa dikembangkan. “Kami merasa, dengan SIM Baznas, sudah 60 persen, kalau pun ada data base di BKKBN, maka tinggal migrasi saja. Jadi, tidak perlu dari nol,” kata Teten.
Kelima, perlunya penyediaan dan persiapan infrastruktur sumber daya manusia (SDM) dan peralatan. “Kalau ditanya berapa dana, maka kita lihat SDM dan peralatannya,” ujarnya.[]