Oleh Imam Nawawi, Anggota Bidang Inovasi & Literasi Forum Zakat
Forum Zakat – Sejauh ini perang Israel-Iran dipandang akan sangat berdampak terhadap ekonomi global dan Indonesia. Terlebih jika Iran mengambil langkah memblokir Selat Hormuz. Jika eskalasi konflik itu meluas, maka secara langsung dampak buruknya juga akan menghantam kehidupan ekonomi sehari-hari masyarakat, utamanya kenaikan harga BBM. Nah, sudahkah pemerintah siap menghadapinya? Lantas bagaimana Lembaga Amil Zakat (LAZ) akan memainkan peran pentingnya dalam situasi yang sulit?
Indonesia sebagai net importir minyak pasti akan merasakan dampak kenaikan harga minyak dunia. Terlebih dalam situasi APBN yang sebagian pengamat nilai sedang tidak baik-baik saja. Bahkan dunia usaha pun akan mengalami tekanan karena kenaikan harga energi pasti berdampak terhadap biaya produksi dan operasional dunia usaha. Pada saat yang sama, kemiskinan dan pengangguran masih menjadi jurang dalam yang belum teratasi hingga kini. Jika benar nanti terjadi kenaikan harga BBM, maka itu akan semakin memukul ekonomi rakyat.
Tanpa situasi itu pun Indonesia sudah dalam kondisi yang butuh perjuangan panjang dalam mengangkat harkat dan martabat rakyat. Bagaimana tidak, dalam data Indeks Kelaparan Global, Indonesia memperoleh skor 16,9, menempatkan bangsa ini pada urutan ketiga dengan tingkat kelaparan tertinggi di Asia Tenggara (RRI, 2024). Selain itu, sekitar 25% anak di Indonesia mengalami kelaparan setiap hari, sebuah angka yang memprihatinkan dan memerlukan perhatian serius (CNN Indonesia, 2024).
Peran LAZ yang Urgen
Dalam kata yang lain, Lembaga Amil Zakat, pasti juga akan terkena guncangan kenaikan harga minyak dunia itu. Ada 3 faktor utama mengapa hal ini terjadi.
Pertama, Lembaga Amil Zakat adalah gerakan syariah ke-Islam-an yang langsung bertugas membantu orang-orang lemah secara ekonomi (dhuafa). Kenaikan harga minyak yang juga mengerek kenaikan harga BBM pasti akan menimbulkan tekanan besar bagi kelompok rentan ekonomi itu. Dalam hal ini LAZ perlu mencari cara bagaimana “melindungi” warga dhuafa dari ancaman terburuk. Setidaknya tetap bisa tertolong.
Kedua, Lembaga Amil Zakat adalah mitra pemerintah dan kaum kaya (aghniya) dalam mengaktualisasikan gerakan moral mensejahterakan sesama atas dasar iman dalam Islam. Jika pemerintah mengalami tekanan secara ekonomi, pun demikian dengan kelompok mapan secara ekonomi, secara rasional mereka akan bertahan. Minimal mengurangi angka kepedulian hingga pada nilai paling rendah. Sebagian kelas menengah, mungkin memilih akan menahan diri dari belanja kebaikan, seperti berinfak. Kondisi ini menjadikan dukungan muzakki (pembayar zakat) terhadap LAZ dapat berfungsi secara maksimal juga menurun.
Ketiga, Lembaga Amil Zakat telah berkontribusi terhadap upaya memberdayakan masyarakat. Jika tekanan ekonomi benar-benar terjadi dan memukul rakyat, maka mereka yang baru akan mentas dari kemiskinan menjadi kembali terseret ke level semula. Hal ini karena setiap LAZ telah bergerak dalam gerakan pemberdayaan ekonomi guna membantu masyarakat rentan keluar dari kemiskinan.
Melakukan mitigasi terhadap itu semua, LAZ penting meningkatkan kesiapan dalam menghadapi situasi yang kemungkinan besar akan terjadi. LAZ perlu menyiapkan program yang secara langsung menjawab ancaman tersebut. Langkah paling mungkin adalah mengubah skema pendayagunaan secara “radikal”. Yakni dengan mengerahkan dana kelola zakat, infak dan sedekah, untuk mencegah kaum dhuafa tidak bisa makan, tidak bisa sekolah dan tidak bisa hidup layak selama krisis ekonomi berlangsung.
Kuat dari Tantangan
Namun demikian LAZ sebagai institusi yang lahir dengan idealisme keadilan ekonomi tidak akan melemah apalagi menyerah pada keadaan. Sebab krisis ekonomi bukanlah hal baru. Pun sekuat apapun krisis itu melanda juga tidak pasti akan mematikan peradaban. Justru ini adalah karunia dari Allah SWT bagaimana kita bisa survive, baik sebagai umat, bangsa dan negara.
Langkah paling konkret adalah LAZ harus mampu menyadarkan muzakki untuk insaf akan prinsip-prinsip dasar hidup di dunia ini dengan tetap mengacu pada landasan iman. Misalnya, apakah bersedekah pada saat krisis ekonomi adalah buruk? Secara idealisme Islam justru menegaskan bahwa sedekah terbaik adalah ketika kita dalam situasi sulit.
Lebih dalam secara hakikat, Rasulullah SAW bersabda, “Sedekah tidak akan mengurangi harta.” (HR. Muslim).
Mungkin ekonomi menekan dompet masyarakat, utamanya muzakki. Namun, mereka yang tetap memilih bersedekah, berinfak, akan tetap mendapat jaminan dari Allah berupa keberkahan dalam hidup di dunia dan akhirat. Dalam kata yang lain LAZ harus berperan agresif dalam mengajak kelompok kaya (muzakki) tak lupa inti kehidupan dunia. Bahwa dalam situasi sulit, utamanya secara ekonomi, keberkahan dan pertolongan Allah bisa kita undang dengan tetap bersedekah, peduli dan membantu sesama.
Tentu ini adalah hal biasa bagi LAZ dalam melakukannya. Akan tetapi dalam situasi krisis ini bukan lagi perkara ringan. Meyakinkan orang dalam situasi sulit untuk tetap berbagi menolong yang lain atas dasar iman, benar-benar butuh kreativitas tinggi dalam cara dan berbahasa.
Namun lebih jauh, hal yang sangat penting LAZ persiapkan adalah spiritualitas amil. Karena sisi paling mendasar dari LAZ adalah bagaimana sistem kerjanya tak selalu mengacu pada manajemen yang modern belaka. Akan tetapi bagaimana semua itu berangkat dan bermuara pada kekuatan spiritual. Cara-cara kita tunduk dan patuh kepada Allah untuk mengajak orang lain yakin tunduk dan patuh pula kepada Allah, sehingga bisa menebar manfaat bagi sesama.
Jika LAZ mampu menjaga stabilitas dukungan muzakki terhadap mustahik dalam situasi ekonomi sulit, maka sungguh ini benar-benar keberkahan dari hadirnya LAZ di bumi Indonesia. Bukankah LAZ punya pengalaman akan hal itu dalam menghadapi situasi mencekam di era pandemi Covid-19? Ke depan pun akan bisa, sejauh LAZ benar-benar memiliki persiapan dalam semua sisi, terutama persiapan spiritualitas.