Sinergi Mitigasi Bencana
Tahun baru belum jauh beranjak. Tapi bencana silih berganti menghampiri. Dunia semakin rapuh dan renta. Pekan pertama tahun baru 2014, disambut dengan banjir di Jakarta. Intensitas hujan yang tinggi di beberapa daerah hulu, menyebabkan Jakarta lumpuh beberapa hari. Bahkan ketidaksiapan pemerintah dalam mengantisipasi rutinitas tahunan ini menyebabkan air sempat mencium gerbang Istana Negara di Jakarta.
Lebih dahsyat dari banjir Jakarta, wilayah utara Pulau Sulawesi dihantam banjir bandang. Setidaknya empat kabupaten mengalami dampak dari musibah ini, yaitu Manado, Tomohon, Minahasa, dan Minahasa Utara. Puluhan ribu orang mengungsi. Rumah yang mereka tempati luluh lantah diterjang air yang tidak tertampung di bumi.
Dari sebelah barat Indonesia pun tidak ketinggalan. Gunung Sinabung meletus. Letusan raksasa yang telah tujuh abad diam itu, kali ini tak hanya mengeluarkan bahan vulkanik dari dalam gunung. Tapi juga memaksa ribuan orang untuk mengungsi. Korban pun berjatuhan.
Setelah Sinabung, bencana menghampiri tanah Jawa. Di ujung timur, letusan Gunung Kelud berhasil memaksa masyarakat sekitar panik. Abu vulkanik yang keluar bersama letusan gunung, terbang ke arah barat. Gunung Kelud yang terletak di wilayah Kabupaten Malang pada Kamis (13/2), memuntahkan isi perutnya. Seperti dilansir di beberapa media, erupsi Kelud mengakibatkan menyebabkan ribuan rumah warga di Kabupaten Kediri, Jawa Timur rusak.
Pemda Kediri mencatat setidaknya ada 19.136 bangunan yang rusak. Berdasarkan hasil pendataan tersebut, rumah warga yang rusak berat mencapai 8.622 unit, rusak sedang mencapai 5.426 unit, serta rusak ringan mencapai 5.088 unit.
Tapi, di balik pertemuan dengan musibah, selalu menyisakan sisi kemanusiaan yang heroik. Beberapa lembaga amil zakat menggelar aksi di lokasi bencana. Mulai dari evakuasi, hingga ke tahapan proses pemulihan seusai bencana. Di Kelud, difasilitasi oleh Forum Zakat Wilayah Jatim, mereka bergerak terpadu. Berikut catatan kiprah lembaga amil zakat, di banjir Jakarta, Pantura, Jawa Tengah, Manado, serta letusan dua raksasa bumi: Sinabung dan Kelud.
***
Sampai sepekan usai letusan Kelud, Puji Slamet (36) masih berada di pengungsian. Lelaki itu belum sempat melihat kondisi rumah, Puji khawatir kondisi rumahnya kian rusak akibat hujan kerikil dan abu Kelud. “Rusak itu pasti. Soalnya rumah saya hanya berjarak 8 kilometer dari puncak Kelud,” ujar warga Desa Asmorobangun, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri ini.
Selain rumah, pria yang sehari-hari mengais rezeki dari bertani cabe ini pun pasrah dengan nasib lahannya. Kendati begitu, ia berharap akan ada yang membantu membenahi rumah dan lahan pertaniannya.
“Jelas nggak ada penghasilan lagi selama saya di pengungsian. Saya milih aman saja untuk tetap di pengungsian karena rumah saya masuk zona bahaya. Walau pengen sekali bersih-bersih dan benerin rumah,” katanya.
Hal senada terlontar Ginten (45), tetangga Puji di Desa Asmorobangun. Ibu dua anak yang sehari-hari beternak dan bertani ini ingin ada perbaikan atas kerusakan lahan. Ginten yang juga bertani cabe ini memang optimis tanah di kawasan pemukimannya akan semakin subur pascaerupsi Kelud. Namun, hal itu butuh waktu.
“Kalau kayak gini, harus nunggu sampai 2 bulan lagi atau lebih. Tapi kalau hujan terus, bisa lebih cepat,” ujarnya. Meski ia tak menduga lahar dingin yang meluncur turun akibat kondensasi air hujan dengan abu vulkanik, menciptakan banjir dan membuat ia merinding.
Tim Dompet Dhuafa melakukan pemantauan langsung di Kediri dan Malang sejak Ahad (16/2). Hasilnya ditemukan sekitar 600-an rumah yang sangat mendesak dibenahi. Menilik kondisi itu, Dompet Dhuafa akan membantu pembenahan di dua wilayah.
“Kecamatan Puncu di Kediri dan Kecamatan Ngantang di Malang. Khususnya renovasi atap dan genteng. Bisa sebesar Rp. 3 miliar dana yang dibutuhkan,” jelas Nugroho Indera Warman, Manajer Social Development Dompet Dhuafa.
Di Kecamatan Ngantang, kondisinya cukup memprihatinkan karena terdapat sekolah dasar yang atapnya rusak tertimpa pasir dan hujan abu vulkanik. Hal tersebut tidak luput menjadi perhatian pembenahan.
Tim DD juga memantau kondisi lahan yang rusak. Terdapat sekitar 900 hektare lahan pertanian cabai rusak. “Padahal, dalam kondisi siap panen,” terangnya. Imbas kondisi tersebut, harga jual cabai menurun drastis dari Rp 15.000 menjadi Rp 6.000 per kilogram. Hasil temuan di lapangan tersebut akan diteruskan ke tim Divisi Ekonomi Dompet Dhuafa. Selanjutnya, tim Divisi Ekonomi akan mengkaji intervensi yang bisa dilakukan.
Bagaimanapun, program pemulihan (recovery) sejatinya menjadi perhatian lebih saat bencana menerjang, seperti erupsi Kelud ini. Rusaknya infrastruktur seperti rumah dan sekolah serta denyut ekonomi warga seperti lahan pertanian menjadi bencana susulan warga. Saat ini, warga sudah dibuat bingung akan tinggal di mana, dan mendapatkan penghasilan dari mana. Meski logistik menumpuk.
Bambang Suherman, Sekjen Forum Zakat yang juga amil di Dompet Dhuafa (DD) menceritakan, bantuan siaga bencana dilakukan dengan berbagai program. Baik ketika bencana terjadi ataupun tahap pemulihan. Saat bencana, DD melibatkan sejumlah relawan, memberikan bantuan logistik, pengobatan, dan keperluan lainnya. “Termasuk proses evakuasi,” kata dia.
Seperti yang terlihat saat evakuasi korban banjir di Pati dan Kudus. Sejumlah korban yang masih terjebak banjir, dievakuasi menggunakan perahu karet DD. Pihaknya juga menyediakan perlengkapan evakuasi darurat, seperti tenda, tikar, hingga peralatan dapur umum.
Bantuan yang diberikan tak terbatas pada evakuasi, logistik, ataupun medis. Lebih dari itu, DD juga menggelar program bantuan lanjutan, baik selama masa pemulihan atau pascabencana usai. Seperti program pemulihan trauma melalui Sekolah Ceria. Ini disokong oleh beberapa relawan.
Menyangkut rekonstruksi rumah warga, DD memberikan bantuan pembersihan hingga pembangunan kembali rumah, secara gotong royong. Dan terpenting, tentunya pemulihan ekonomi.
Hilangnya mata pencaharian akibat banjir, mengakibatkan ekonomi para korban merosot. DD membuka kesempatan pelatihan wirausaha, termasuk pengajuan rencana usaha dengan proposal untuk pemberian bantuan modal awal. “Kami tetap melakukan pendampingan saat mereka memulai usaha,” ujarnya.
Bambang mencontohkan, korban bencana alam binaan DD yang lantas bangkit dan mandiri secara ekonomi cukup banyak. Bahkan, sukses membangun koperasi. Saat ini, ada setidaknya 30 koperasi usaha khusus korban bencana. Misalnya program pemulihan ekonomi yang terlaksana bagi korban jebolnya Situ Gintung, Ciputat, Tangerang Selatan.
Proses bantuan dari awal bencana hingga pemulihan menelan waktu kurang lebih dua tahun. Dompet Dhuafa mengalokasikan dana khusus untuk korban bencana tiap tahunnya. Pada 2013, DD menganggarkan dana sebesar Rp 10 miliar untuk korban bencana. Dana tersebut sebagian besar diambil dari sumbangan insidental saat terjadi bencana. Bila ternyata kurang, ditambah dengan dana kemanusiaan hasil sumbangan umum, baik sponsor perusahaan maupun perorangan.
***
Prasetyo Purworo, amil Rumah Zakat Jakarta, yang turut terjun ketika banjir melanda Jakarta Januari lalu bercerita, bencana yang datang memang mengharuskan manusia untuk lebih bersyukur, muhasabah dan menjadikan kejadian ini sebagai motivasi.
Dalam catatan Pras, akan ketiga hal di atas adalah, bersyukur setidaknya masih selamat dari musibah tersebut. Sedangkan arti muhasabah, dalam banjir yang terjadi ada peran tangan manusia yang menyebabkan bencana air tak terelakan. Lalu, bagi ia sendiri, bencana menjadi sebuah lecutan untuk merenungkan amanah untuk menolong masyarakat, baik dalam mengubah perilaku, akhlak, dan pemahaman masyarakat terhadap lingkungan.
Rumah Zakat melakukan tiga kegiatan yaitu rescue, penanganan pengungsi serta pembersihan pasca bencana. Pras diamanahkan sebagai kordinator penanganan wilayah bencana banjir. Ia bersama relawan RZ lainnya, turun ke tujuh belas titik banjir se-Jadetabek.
Selain melakukan tindakan penyelamatan, RZ membuka dapur umum di daerah yang paling telak terhantam efek banjir, yaitu Bukit Duri Jakarta Selatan. Dengan mengandalkan jaringan yang telah tersedia, RZ pun berhasil menyalurkan bantuan ke wilayah lain di Jakarta, Tangerang dan Bekasi.
Bentuk bantuan lainnya berupa layanan rescue korban yang terjebak banjir dan evakuasi. Layanan kebutuhan pokok berupa penyediaan makanan matang, pengobatan gratis, penyuluhan kesehatan, pakaian layak, obat-obatan, popok, pembalut, air bersih dan toilet. Layanan pendukung semisal pembukaan posko dapur umum, pengobatan gratis, trauma healing, penyuluhan kesehatan dan pemberian makanan tambahan.
Kendala di lapangan bisa teratasi dengan sinergi dengan lembaga lainnya. Intinya, tidak ada satu lembaga pun yang bisa menangani bencana sendiri tanpa bantuan lembaga lainnya. Kadang RZ punya logistik, tapi tidak punya alat ataupun SDM. Tapi di lembaga lain punya. Kadang juga sebaliknya. “Itulah pentingnya sinergi tanggap bencana dalam Forum Zakat,” kata Pras.
CEO Rumah Zakat Nur Efendi mengatakan, RZ secara berkelanjutan memiliki program bantuan saat terjadi bencana hingga pascabencana. Saat terjadi bencana RZ membantu evakuasi korban bencana, baik banjir, tanah longsor, gempa bumi, maupun erupsi gunung berapi.
Setelah mereka melakukan evakuasi, kata dia, pihaknya mendirikan posko bagi para pengungsi dan memenuhi segala kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal mereka sementara. “Biasanya waktunya tujuh hari pascabencana,” ujarnya.
Lewat dari satu pekan, RZ memberikan bantuan lanjutan. Bantuan bukan berupa logistik, tetapi upaya pemulihan perekonomian para korban. Ada pula pengadaan air bersih dan sanitasi serta posko kesehatan. Selain itu, para relawan RZ bahu-membahu bersama semua elemen, untuk aksi bersih-bersih. Seperti bersih-bersih pascabanjir Jakarta.
Nur Efendi menjelaskan, RZ menganggarkan secara khusus untuk korban bencana sebesar 10 persen dari dana kemanusiaan secara keseluruhan. Pihaknya juga membuka donasi khusus untuk sumbangan para korban.
Dia menegaskan, bantuan korban tersebut bersifat umum. Tidak hanya menyasar kalangan Muslim. Siapa pun yang membutuhkan pertolongan, tanpa memperhatikan asal-usulnya akan dibantu. “Bantuan kemanusiaan ini bersifat universal,” ujar alumni IAIN Walisongo ini.
Ke depan, Rumah Zakat memasang target bantuan bagi lima juta orang berdaya. Seluruh program dapat terintegrasi untuk memberdayakan masyarakat. Pemberdayaan dimulai dari kelompok kecil, 10 hingga 20 orang per desa, meningkat ke kecamatan, kota, hingga provinsi.
***
Yayasan Baitul Mal Bank Rakyat Indonesia juga menunjukkan kiprahnya. Pada Jumat (14/2), tim YBM BRI bertolak menuju tempat pengungsian di Kabupaten Malang, sebelumnya telah berkoordinasi dengan BRI Kanwil Malang. YBM mendirikan lima titik posko di Kabupaten Kediri dan Malang. Di Kediri, YBM mendirikan tiga posko, yaitu di halaman BRI Unit Wonorejo, BRI Unit Wates dan posko pengungsian Segaran. Sementara di Kabupaten Malang, YBM mendirikan posko di halaman BRI Unit Ngantang.
Dalam pelaksanaan tanggap bencana Gunung Kelud ini YBM bekerjasama dengan Kanwil BRI Malang dan BRI Peduli. Selain mendirikan lima posko, YBM juga memberikan bantuan logistik untuk survivor (warga selamat yang bertahan di lokasi bencana) Gunung Kelud, yang terdiri dari bahan makanan, keperluan ibu dan anak (pembalut, popok bayi, susu, makanan bayi), dan selimut.
YBM bersama BRI Peduli juga menyediakan layanan medis. Hingga pertengahan Februari, tim medis YBM telah memberikan pelayanan kepada 614 orang pasien di dua posko kesehatan yaitu 368 pasien di Kediri dan 246 pasien di Ngantang.
Selain bantuan logistik dan bantuan kesehatan, YBM juga membagikan masker kepada pengguna jalan di sekitar posko YBM. Menurut Salman Al-Farisi, Kepala Divisi Sosial YBM BRI, bantuan YBM bukan hanya ini saja.
“Ke depan, YBM akan melakukan assesement terhadap daerah yang terkena dampak erupsi untuk mengetahui program apa yang cocok pasca bencana,” ujarnya. Tanggap bencana Kelud adalah salah satu program dari Divisi Sosial YBM, yaitu Berbagi Syiar Rakyat Indonesia.
***
Mini, relawan Yatim Mandiri yang turun ke posko bencana Kelud mengatakan, sehari setelah Kelud meletus, Tim Yatim Mandiri membelah menjadi dua. Satu menuju Kediri dan sisanya menuju Blitar.
Dia menuturkan, semakin mendekati wilayah erupsi, hujan abu vulkanik semakin deras menemani perjalanan menuju lokasi tersebut. Dalam catatannya, wajah orang-orang saat itu terlihat begitu panik. Perubahan status Kelud memang begitu cepat. Perubahan status siaga ke awas terjadi dalam hitungan jam.
Dalam penanganan bencana, Yatim Mandiri menyiapkan bantuan kepada bayi dan wanita, seperti selimut bayi, popok bayi, susu dan masker. Pada saat itu, masih banyak pengungsi yang belum mengenakan masker. Padahal abu vulkanik sangat berbahaya bagi pernafasan.
Dalam distrubusinya, Yatim Mandiri mencatat, beberapa daerah yang telah disentuh bantuan fisik, seperti 200 paket sembako untuk desa Sumbersari Blitar, 200 paket sembako untuk warga desa Kampung Anyar Blitar, 1.000 kaleng Sosis Super Gizi Qurban, pakaian layak pakai, layanan kesehatan, dan bantuan perbaikan masjid dan musola.
Dalam perjalanannya, posko kesehatan ini menjadi penting didirikan. Karena selama beberapa hari di daerah pengungsian, pengungsi mulai terserang penyakit ISPA, mag, dan mata. Selama 13 hari pengungsi ditangani oleh dua dokter dan dua perawat.
Beberapa hari setelah erupsi primer Kelud, status Kelud diturunkan kembali menjadi siaga. Walau masih ada aktivitas vulkanik, tapi sifatnya kecil. Otoritas setempat akhirnya membolehkan pulang bagi para pengungsi. Anjuran ini seperti angin segar bagi para pengungsi. Mereka pun tak mau berlama-lama di daerah pengungsian, dan ingin segera kembali ke rumah masing-masing.
Walau sudah ada jaminan dari pihak TNI mengenai keamanan rumahnya, pengungsi masih mengkhawatirkan kondisi ternak mereka. Ternak bagi para pengungsi sudah seperti keluarga. Maklum saja, kebanyakan pengungsi mengandalkan ternak untuk menyambung hidup. Sebagian besar pengungsi berprofesi sebagai petani dan peternak. Tanah pertanian dan ternak mereka tidak sempat diselamatkan ketika erupsi pertama terjadi.
Atas dasar itu juga, Yatim Mandiri membuka layanan kesehatan di kampung-kampung. Tujuannya, agar kesehatan para korban erupsi Kelud tetap terjaga walau sibuk dengan proses pemulihan ternaknya.
Hampir setiap rumah tertutup oleh debu tebal. Sejauh mata memandang, hanya warna abu-abu yang tersaji. Tak ada warna lain. Bagian rumah yang dinilai paling membutuhkan perbaikan adalah atap rumah. Bahkan, ada beberapa rumah sudah tidak beratap lagi.
Selain membantu proses pemulihan beberapa rumah, Yatim Mandiri pun mencetuskan program Gotong Royong Resik-resik Masjid dan Mushola. Hal ini dinilai perlu, karena bagaimana pun juga, sesulit apapun keadaan pengungsi, Yatim Mandiri ingin membantu pengungsi untuk tetap bisa beribadah dengan nyaman dan tenang. Program ini sengaja dicetuskan karena banyak masyarakat yang sudah terlanjur sibuk dalam menangani rumah-rumah mereka.
Dalam pendistribusian bantuan, Yatim Mandiri juga dibantu oleh Forum Zakat Wilayah Jatim. Dalam hal ini, FOZ Wil Jatim selaku kordinator beberapa lembaga zakat lainnya memiliki informasi titik-titik mana saja yang belum tersentuh bantuan bencana. “Hal itu sangat membantu untuk meratakan distribusi bantuan agar tidak tumpang tindih antara LAZ, ujar Ketua FOZ Wil Jatim, Guritno.
***
PKPU tak tinggal diam. Lembaga Kemanusiaan Nasional itu juga bersiap memberikan bantuan kepada korban banjir sejak curah hujan pertama meninggi. Mereka akan bersiaga selama dua bulan sesuai anjuran Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BPNB).
CEO PKPU Agung Notowiguno, Senin (13/1), mengatakan kesiapan PKPU disesuaikan prakiraan musim hujan yang diprediksi berakhir pada pengujung Februari. PKPU menyebarkan siaran pesan yang berisi ajakan untuk bergabung menjadi relawan, medis, dan nonmedis. Untuk relawan medis, diperuntukkan bagi tenaga kesehatan, seperti dokter, perawat, apoteker, dan yang sejenis.
Sementara untuk relawan nonmedis, siapa saja bisa bergabung untuk membantu evakuasi, dapur umum, pengelolaan masyarakat, dan berbagai kegiatan lain. PKPU sudah mengerahkan 50 orang tim inti yang terbagi dalam enam tim yang tersebar di Jabodetabek.
Posko utama dipusatkan di kantor PKPU di Condet, Jakarta Timur. Sebanyak 42 posko di kantor PKPU di daerah seluruh Indonesia juga disiagakan. “Saat di lapangan, tim inti PKPU juga melibatkan masyarakat,” kata Agung.
GM Pendayagunaan PKPU, Erwin Setiawan, mengatakan, kegiatan evakuasi dilakukan untuk menyelamatkan nyawa manusia saat terjadi bencana. Sedangkan kegiatan non-rescue biasanya terkait dengan program rehabilitasi kelanjutan tanggap darurat berupa pelayanan kesehatan, pemulihan trauma, dan program sosial ekonomi.
Erwin menjelaskan, dalam membantu korban bencana alam, PKPU berkoordinasi dengan pemerintah setempat dan juga Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Dalam aksi tanggap darurat PKPU membantu evakuasi ke posko pengungsian, menyediakan dapur air bersih dan air hangat khusus ibu dan balita yang sedang menyusui. Tak ketinggalan juga penyediaan toilet umum.
Bagi lansia dan ibu hamil, PKPU juga menyediakan serambi nyaman, yaitu tempat istirahat. Langkah ini seperti yang ditempuh untuk korban Sinabung dan Manado. Khusus Sinabung, pihaknya sukses mendapatkan tangki air jumbo untuk penampungan air bersih.
Selain evakuasi, PKPU menyediakan posko kesehatan dengan tenaga medis dan obat-obatan yang cukup untuk pertolongan pertama. Mereka juga memiliki relawan dokter dan perawat yang selalu siap sedia membantu di posko kesehatan.
Soal pemulihan trauma, PKPU merekrut relawan guna memulihkan psikologi anak-anak korban bencana. Sedangkan program sosial ekonomi, PKPU memberikan pelatihan wirausaha. Seperti di Sinabung, ada pelatihan membuat kue kering dan pijat refleksi.
Dia menyebutkan, PKPU menganggarkan dana bencana sebesar Rp 2 miliar untuk 2014. Pihaknya pun menerima donasi bagi para donator yang ingin menyumbangkan dananya bagi korban bencana alam. Pihaknya menargetkan bisa menjangkau korban bencana alam lebih luas lagi.
PKPU, memiliki Kampung Tangguh dan Sekolah Siaga Bencana. Mereka berharap setiap kampung rawan bencana memiliki satu alarm agar saat terjadi bencana mereka telah siap siaga secara mandiri.
Sementara di Jawa Timur, kiprah PKPU bagi korban erupsi Gunung Kelud salah satunya adalah penyediaan air minum bagi warga. Tidak adanya sumber air yang bisa dipakai warga Dusun Sabiyu Sumberejo, Desa Besowo, Kec. Kepung, Kediri yang digunakan sehari-hari mendorong PKPU untuk menyediakan air bersih.
Mereka menggunakan saluran air PDAM milik Zainal Abidin, tokoh masyarakat setempat sebagai tandon. Langkah ini dilakukan mengingat sekitar 300 kepala keluarga atau sekitar 90 persen warga di dusun itu tidak berlangganan PDAM. Selama ini mereka mengandalkan sumber air di kaki gunung, serta lebih irit dari segi biaya karena hanya mengeluarkan uang Rp 2.500 dengan jumlah pemakaian bebas.
“Kami sebenarnya telah menghubungi pihak PDAM untuk penyediaan air bersih ini, namun karena responnya kurang, ditambah kebutuhan air untuk masyarakat mendesak maka kami menyediakan air bersih untuk warga dengan biaya kita tanggung,” kata Maksum, Penanggung Jawab Pos Besar PKPU di Kediri, Kamis (27/2).
Air PDAM yang mengalir ke rumah Zainal dimasukkan ke dalam tandon penyimpanan air yang telah disediakan oleh Dinas Pekerjaan Umum di depan jalan masuk dusun, dan air itu bisa dimanfaatkan oleh semua warga. Pemanfaatan tandon dengan sumber air dari PDAM yang berasal dari rumah Zainal dirasakan PKPU lebih irit biaya jika dibandingkan dengan menyupai air menggunakan truk tangki.
“Kalau menggunakan truk tangki untuk mengangkut lima kubik air biayanya Rp 150 ribu, sedangkan jika menggunakan air PDAM dengan harga normal cukup Rp 50 ribu. Jadi untuk 10 kuiuk saja kita bisa hemat Rp 250 ribu,” kata Maksum.
Sebelum erupsi Kelud, untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga mendapatkan dari sumber air lereng Gunung Kelud yang dialirkan melalui pipa. Pemilik tandon PDAM yang dipakai PKPU, Zainal Abidin, mengatakan, PDAM sebenarnya telah membuat jalur pipa yang bisa digunakan bila terjadi bencana, dan bila air dari sumber gunung berhenti, warga tetap bisa menikmati air.
“PDAM kemudian meminta warga untuk menjadi pelanggan, namun warga menolak dengan alasan mahalnya tarif PDAM. Sebab biasanya mereka cukup bayar Rp 2.500 untuk akses air yang berlimpah,” kata Zainal.
Kini setelah Kelud meletus, sumber air terhenti, warga kesulitan air. PDAM tidak menyalurkan air, karena beralasan keterbatasan sumber sejak Gunung Kelud meletus. “Selama ini saya salah satu pelanggan PDAM saat warga lain tidak bersedia jadi pelanggan,” katanya.
Selama dua hari, dari Senin sore (24/2) dan Selasa sore (25/2) telah mencapai 11 meter kubik. Untuk biaya masih belum bisa dikalkulasikan. Maksum mengatakan belum mengetahui apakah angka 11 meter kubik ini menjadi rata-rata pemakaian per 2 hari. “Saya belum dapat informasi apakah seluruh warga telah menggunakan tandon air ini,” katanya.
***
Sebuah gerakan yang dinamakan ‘Satu Hati untuk Indonesia’ mengajak masyarakat untuk menggalang dana kemanusiaan guna membantu dan menjalankan program pemulihan di daerah bencana. Gerakan tersebut terdiri dari Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Al Azhar, Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), dan Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES).
Harry Rachmad, Direktur Al Azhar Peduli Umat, mengatakan pihaknya menyiapkan beberapa bantuan untuk korban di Gunung Kelud. Salah satunya perbaikan rumah bagi beberapa masyarakat yang terkena korban. “Kita siapkan sekitar Rp 100 juta untuk rumah,” ujar Harry, Rabu (26/2).
Harry menjelaskan kegiatan untuk membantu para pengungsi bukan saat bencana saja, tetapi usai terjadinya bencana. Pihaknya menggerakkan tim relawan mulai dari banjir Jakarta, letusnya Sinabung, banjir Sulawesi Utara, sampai dengan membantu korban Gunung Kelud.
Anggaran yang dikumpulkan nantinya bukan hanya perbaikan, namun memberikan modal untuk membangun perekonomian masyarakat di sekitar Kelud. “Kebutuhan para pengungsi tidak hanya tanggap bencana saja, yang khawatir mereka pulang, ekonomi rusak, kebun hancur,” ungkap Direktur Eksekutif Pusat Ekonomi Syariah, Ismi Kushartanto.
Sementara itu, Lembaga Amil Zakat Lembaga Manajemen Infaq (LMI) Malang, Jawa Timur memberikan bantuan logistik, makanan dan obat-obatan untuk pengungsi Gunung Kelud di Malang.
Kepala Cabang LMI Malang Ahmad Jubaidi mengatakan, LMI adalah lembaga sosial kemanusiaan yang secara khusus menangani bencana. “Saat erupsi Gunung Kelud terjadi, kami memberikan bantuan makanan berupa mie instan dan makanan ringan serta susu dan air mineral,” katanya di sela-sela pemberian bantuan untuk pengungsi di Pujon Kulon, Malang, Ahad (16/2).
LMI memberikan bantuan logistik berupa pakaian layak pakai, masker, sabun mandi, pasta gigi, sampo hingga sikat gigi. Tak hanya itu, LMI juga mengirimkan bantuan medis, obat-obatan serta relawan tenaga medis seperti dokter. Untuk bantuan medis, LMI menggandeng Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI).
LMI mulai memberikan bantuan sejak Jumat (14/2) pagi di 10 titik di Kabupaten Malang yaitu Pujon Kidul, Kasembon, dan Pujon Kulon. Ia menargetkan dapat terus membantu warga selama pengungsi masih ada. “Bahkan pascapengungsi kembali ke rumah, kita akan programkan pengobatan masal,” ujar Jubaidi.
Selain lembaga zakat, lembaga kemanusiaan seperti Aksi Cepat Tanggap (ACT) juga bergerak di lapangan. Vice President Humanity Network Department ACT (Aksi Cepat Tanggap), Muhammad Insan Nurrohman mengatakan, bencana merupakan persoalan laten yang memiliki daur ulangnya, sehingga penanganan bencana pun dilakukan. “Bahkan, sebelum terjadi bencana,” kata dia.
ACT melakukan latihan siaga bagi relawan yang membantu korban bencana alam saat evakuasi. Secara umum, bantuan yang diberikan ketika bencana ialah yang bersifat memenuhi kebutuhan darurat seperti evakuasi pengungsi, posko pengungsi dan logistik.
Sedangkan pascabencana, ungkap dia, ACT menggulirkan Program Earlier Recovery. Bantuan pascabencana dilakukan ACT dengan memberikan bantuan pendidikan sekolah, renovasi rumah, dan modal usaha untuk membangkitkan ekonomi mereka.
Dia menyebutkan, anggaran dana bencana ACT merupakan donasi masyarakat yang kontinu. Tidak ada jumlah yang pasti dana yang digelontorkan karena bantuan kemanusiaan bagi korban bencana tidak dapat berhenti sampai mereka pindah dari pengungsian.[]