Prof Amelia Jabarkan Perkembangan Zakat Indonesia 1999 Sebagai Visi GZIE 2045

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
review cetak biru perkembangan zakat

GZIE atau Gerakan Zakat menuju Indonesia Emas 2045 sudah mulai digaungkan oleh penggiat zakat mulai saat ini. Salah satunya upaya dari Forum Zakat pada Rabu (07/02/2024) lalu yang mengadakan Focus Group Discussion yang membahas bedah buku Cetak Biru Pengembangan Zakat Indonesia 2011-2025 di FH UI, Depok.

Prof. Amelia Fauzia, MA, Ph.D selaku Guru Besar Sejarah Islam Indonesia UIN Syarif Hidayatullah turut hadir sebagai narasumber. Beliau memaparkan catatan historis sejarah perkembangan zakat di Indonesia sejak tahun 1999 dengan melontarkan pertanyaan sebagai awalan, “Roadmap GZIE 2045 untuk lembaga atau sektor?”.

Dalam menyampaikan catatan historis perkembangan zakat di Indonesia sejak 1999, Prof Amel lebih banyak menggunakan point of you dari sisi kebijakan dan dorongan transformasi yang masif dan dinamis. Adapun tiga hal utama yang dijabarkan Prof Amel sebagai visi GZIE 2024, antara lain:

1. Transformasi Perkembangan Zakat sejak 2011

Mendengar kata “transformasi” tentunya memberikan pikiran yang berkaitan dengan proses yang cepat dan berubah-ubah. Dalam hal ini, Prof Amelia menjabarkan transformasi perkembangan zakat sejak 2011 yang masif dan dinamis. Pertama, berkaitan dengan kelembagaan yang menyangkut Undang-Undang, aturan lainnya, dan badan yang mengelola.

Kemudian Prof Amel menuturkan, sejak 2004 sudah mulai digagas filantropisasi yang mendorong modernisasi berdasarkan ijtihad. Hal tersebut berkaitan dengan kelembagaan, fikih, program yang dihasilkan seputar SDGs.Prof Amel juga berpendapat bahwa zakat menjadi gerakan besar filantropi Indonesia yang diakui.

Dengan pengakuan tersebut, gerakan zakat kemudian mendapat kepercayaan publik sehingga ekonomi filantropi senantiasa mengalami peningkatan dengan cakupan trans-nasional. Hal tersebut dapat meluaskan potensi zakat yang dapat masuk ke berbagai ruang, bidang, maupun aktor.

Meskipun transformasi zakat sudah dicanangkan, tentunya dapat menemui kesulitan. Contohnya, pada perbedaan visi maupun misi masing-masing lembaga. Bukan menjadi masalah besar jika dihadapi dengan bijak melalui kontestasi kolaborasi potensi.

2. Faktor Pendorong Transformasi Dinamis dan Masif

Berkaitan dengan faktor pendorong transformasi, Prof Amel berpendapat bahwa hal tersebut harus didukung oleh banyak pihak. Seperti keterlibatan pemerintah dan masyarakat sipil, memanfaatkan kondisi politik di Indonesia sebagai potensi gerakan zakat, memaksimalkan kontribusi dakwah Islam, semangat solidaritas kemanusiaan bangsa, dan terus menggaungkan gerakan filantropi dan kemanusiaan global.

3. Bangun Prinsip dan Kesamaan untuk Pertimbangan

Dalam hal membangun prinsip dan kesamaan untuk pertimbangan, Prof Amel mengingatkan agar pegiat zakat perlu realistis pada kondisi dan kekuatan yang ada serta mengutamakan keseimbangan antara kepentingan negara dan masyarakat umum. 

Mempertimbangkan dengan penuh matang tentang operator, regulator, dan pengawas menjadi upaya yang harus dilakukan. Kesadaran terhadap konteks kemaslahatan agama di Indonesia, basis alur keuangan, dan potensi lembaga zakat sebagai SSO serta dapat subsidi pengurangan pajak dapat terus diupayakan.

Itulah tiga hal utama yang disampaikan oleh Prof Amel pada FGD Penyusunan Peta Jalan Gerakan Zakat Nasional menuju Indonesia Emas 2045. Semoga catatan historis sejarah perkembangan zakat sejak 2011 dapat meneruskan dan mengembangkan kebaikan yang ada.