Penulis: Bimo Winardianto, Mahasiswa, Peneliti Grup Riset Nanomaterial (Nanofiber)
Indonesia merupakan negara yang terletak di antara dua benua dan dua samudera. Berdasarkan data dari Bank Dunia, jumlah penduduknya menempati peringkat ke empat terbanyak di dunia dengan jumlah mencapai 249,9 juta jiwa pada sensus tahun 2013 [1]. Jumlah tersebut hanya kalah dari Tiongkok, India, dan Amerika Serikat yang masing-masing menempati posisi satu hingga tiga.
Selain itu, Indonesia juga merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Jumlahnya mencapai 204 juta jiwa atau sekitar 12,7% [2]. Belum lagi dengan fakta sumber daya alam yang cukup melimpah, Indonesia seharusnya bisa menjadi negara maju terutama di kawasan Asia Tenggara. Akan tetapi, Indonesia masih digolongkan sebagai negara berkembang. Salah satu permasalahan serius yang masih dihadapi saat ini adalah kemiskinan.
Kemiskinan merupakan kondisi saat suatu penduduk memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan. Badan Pusat Statistik mengelompokkan penduduk miskin berdasarkan dari kebutuhan makanan dan kebutuhan nonmakanan.
Tercatat pada data BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 28,59 juta orang atau sekitar 11,22%. Ada peningkatan jumlah penduduk miskin dari tahun 2013 yang berjumlah 28,07 juta orang. Hal tersebut berarti masih ada sekian puluh juta orang yang belum hidup sejahtera dan butuh penanganan lebih lanjut dari negara.
Pada pasal 34 UUD 1945 ayat 1 disebutkan bahwa ‘Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara’. Salah satu penyebab kemiskinan di Indonesia adalah tidak meratanya pembangunan yang diselenggarakan oleh negara sehingga hanya sebagian kelompok orang saja yang mendapatkan akses.
Dapat kita lihat bersama bahwa pembangunan seolah terpusat di kota-kota besar. Indikasi ini terlihat dari jumlah perputaran uang yang terjadi. Jika kemiskinan terus dibiarkan, perekonomian akan tersendat karena orang kaya akan semakin kaya dan orang miskin akan semakin miskin.
Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah berusaha mengurangi tingkat kemiskinan dengan berbagai program. Beberapa yang populer di antaranya adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan dasar Instruksi Presiden pada tahun 2005, 2008, 2013, dan berlanjut hingga saat ini, serta Dana Desa yang langsung diteruskan ke setiap desa sejak awal pemerintahan Pak Jokowi dan program-program pemicu Penerimaan Pajak yang setiap tahunnya terus dikaji.
Program-program tersebut sudah berjalan cukup efektif meski ada beberapa pihak yang meragukan pelaksanaannya. Beberapa alasan yang menjadi bahan kritik terkait program-program tersebut, diantaranya program BLT yang dinilai sebagai solusi pragmatis jangka pendek, dana desa yang belum terserap secara baik, maupun penerimaan pajak yang hanya tercapai 100% sebanyak dua tahun saja dalam kurun sebelas tahun terakhir.
Adapun potensi lain untuk mengatasi kemiskinan adalah zakat. Berdasarkan jumlah populasi muslim di Indonesia, zakat memiliki potensi yang cukup besar.
Kebangkitan Zakat
Zakat adalah memberikan bagian tertentu dari harta yang berkembang jika sudah sampai nishob untuk keperluan tertentu [3]. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga dan wajib dikeluarkan oleh seorang muslim. Jenis zakat pun bermacam -macam, mulai dari zakat perniagaan, zakat saham dan obligasi, zakat profesi, hingga zakat harta.
Zakat memang berbeda dari pajak karena zakat diperuntukkan khusus kepada delapan golongan orang Islam, yakni orang fakir, miskin, budak, orang yang memiliki banyak hutang, mu’alaf, pejuang di jalan Allah, musafir, dan amil zakat. Zakat dapat membantu negara melakukan pengantasan kemiskinan akibat dari penyaluran pajak yang tidak terserap 100% pada sasaran.
Jika zakat diterapkan secara ideal di Indonesia maka potensi dana yang terkumpul akan sangat besar. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), potensi zakat yang dapat terkumpul pada tahun 2015 adalah sebesar 280 triliun rupiah. Akan tetapi, kenyataannya zakat yang terkumpul baru 4 triliun atau 1,4% saja [4].
Kesadaran muslim di Indonesia untuk membayar zakat masih rendah. Beberapa faktor di antaranya adalah kurangnya ilmu yang dimiliki, kredibilitas lembaga zakat, anggapan pembayaran dobel untuk membayar pajak dan zakat, maupun animo publik untuk menunaikan zakat.
Pemerintah juga telah berusaha untuk memacu penerimaan zakat secara nasional. Dua di antaranya adalah peraturan pemerintah tentang pajak dan zakat serta dorongan pemerintah dalam menumbuhkan lembaga-lembaga zakat.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 tahun 2010 tentang zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangi dari penghasilan bruto menyebutkan bahwa pembayaran pajak kepada negara dapat dikurangi dari jumlah zakat wajib yang dibayarkan. Akan tetapi, peraturan ini belum banyak diketahui oleh para wajib pajak dan wajib zakat.
Begitu pula dengan pertumbuhan lembaga-lembaga penerima zakat milik pemerintah di tingkat nasional, provinsi hingga ke daerah-daerah yang cukup banyak. Secara perorangan, Presiden Joko Widodo telah mencontohkan penunaian zakat dengan membayar zakat mal dan zakat profesi sebesar 40 juta rupiah ke BAZNAS.
BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. Presiden juga memerintahkan para jajaran menterinya untuk melakukan hal yang sama. Contoh baik ini seharusnya dapat ditiru oleh seluruh warga negaranya.
Dari berbagai ulasan tersebut, sudah saatnya Warga Negara Indonesia sadar akan pentingnya zakat sebagai solusi dalam mengentaskan kemiskinan yang menjadi persoalan serius bangsa ini selama bertahun-tahun. Mari kita wujudkan bersama ‘Kebangkitan Zakat’ di Indonesia !
Referensi :
– The World Bank, 2015, Data Population, http://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.TOTL, diakses pada 20 Juli 2016 pukul 22.00 WIB
– Badan Pusat Statistik, 2010, Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut, http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabeltid=321&wid=0diakses pada 20 Juli 2016 pukul 22.10 WIB
– Ustadz Qomar Su’aidi, Lc, 2004, Definisi Zakat dan Hikmah Disyariatkannya Zakat http://salafy.or.id/blog/2004/11/07/definisi-zakat-dan-hikmah-disyariatkannya-zakat/diakses pada 20 Juli 2016 pukul 23.00 WIB
– Badan Amil dan Zakat Nasional, 2016, Kebangkitan Zakat, http://pusat.baznas.go.id/berita-artikel/kebangkitan-zakat/diakses pada 20 Juli 2016 pukul 22.30 WIB