Beban Berat yang Menyelamatkan

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Oleh : Nana Sudiana (Direksi IZI & Sekretaris Jenderal Forum Zakat)

 

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu” ( Surat Al-Baqarah : 216)

Kehidupan tak selalu mudah dijalani. Apapun itu. Termasuk menjadi amil zakat. Apalagi ditengah pandemi Covid-19 yang entah kapan berakhirnya. Tak semua lembaga pengelola zakat bisa sukses menjaga eksistensi lembaganya, apalagi mampu bertumbuh dari waktu sebelumnya.

Ada sebuah cerita soal beban berat yang menyelamatkan ini. Kisah itu dibarengi dengan adanya sebuah foto truk besar yang hampir jatuh ke jurang. Foto dan cerita singkat tentang truk ini sempat populer dan beredar dari satu group WA ke group WA lain-nya, tampak sebuah mobil truk besar yang hampir tergelincir ke jurang. Namun truk ini menjadi selamat, justru karena besarnya beban yang dibawanya. Sehingga truk itu hanya kepala truknya yang meluncur sedikit ke bawah, namun badan serta muatan truk tetap berada di jalan aspal. Walau truk itu kepalanya menggantung hendak jatuh, namun driver dan penumpang lainnya selamat dan tak jatuh ke jurang.

Ada lagi cerita senafas yang sempat viral, yakni kisah selamatnya seorang pendaki Gunung Himalaya dari cuaca ekstrem yang mematikan. Awal cerita dimulai dari dua orang pendaki yang turun dari gunung dan dihadang cuaca amat dingin. Ditengah perjalanan mereka menjumpai seorang pendaki lain yang kakinya terjepit bebatuan.

Lelaki yang pertama ia terus berlalu dan meneruskan perjalanannya. Sedangkan lelaki yang kedua, ia terketuk hatinya dan menolong pendaki yang kecelakaan tadi. Dengan susah payah, akhirnya ia berjalan tertatih menggendong lelaki yang kakinya luka tadi. Dalam perjalanan, ia sering berhenti untuk beristirahat dan memulihkan tenaganya.

Lelaki penolong ini dengan bersusah payah dan beban berat dipunggungnya terus berjalan menyusuri kaki gunung. Ia menyangka bahwa temannya yang pergi duluan pastilah sudah sampai terlebih dahulu. Namun ketika akhirnya ia sampai di titik akhir ia turun, ia tak menjumpai temannya tadi.

Tak lama setelah ia sampai ke tempat aman, dan orang yang ia gendong telah ditangani tim medis. Ia tetap tak menemukan temannya. Setelah serombongan tim SAR mendekat, ia melihat sesosok jenazah tampak dibawa mereka. Jenazah ini terlihat membeku kedinginan karena suhu yang sangat ekstrem.

Dari Tim SAR juga akhirnya ia diberitahu, bahwa ia selamat justru karena membawa beban yang berat dipunggungnya sehingga ia justru berkeringat dan tetap hangat. Diluar itu, ternyata, gesekan punggungnya dengan orang yang ia gendong, itu juga menghasilkan panas yang mencegahnya dari kedinginan akibat suhu yang membekukan.

Kedua kisah tadi, sejatinya menjadi renungan kita bersama, bahwa dibalik beratnya beban kehidupan sebagai seorang amil, bisa jadi beban berat ini yang kelak menyelamatkan kita dari kesombongan, ujub, takabur serta merasa hebat. Beban yang berat yang dirasakan para amil juga, bisa jadi yang akan menyelamatkan kita dari panasnya api neraka.

Bisa jadi pula dengan beban yang berat, kita mengerti dengan benar kepada siapa pengabdian kita sejatinya kita berikan. Hal ini sebagaimana disenandungkan dalam syair cintanya Rabi’ah al-Adawiyah :

“Aku mengabdi kepada Tuhan

bukan karena takut neraka, Bukan pula karena mengharap masuk surga

Tetapi aku mengabdi,

Karena cintaku padaNya,

Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka,

bakarlah aku di dalamnya

Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata,

Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu yang abadi padaku”

Sekali lagi semoga semua beban berat yang seolah menancap dipundak kita semoga menjadi penyelamat hidup kita.