Forumzakat – Lahir dan tumbuh menjadi manusia dewasa merupakan sunatullah yang harus dijalani setiap manusia. Jika jatah kehidupan di dunia ini masih panjang, ia akan mengalami fase kehidupan yang tak pernah bisa dibayangkan sebelumnya. Menjadi tua, lemah, dan tak berdaya.
Di usia yang sudah tak muda lagi itu, bisa berkumpul dan menghabiskan sisa hidup bersama orang-orang tercinta adalah hal yang sangat diidamkan. Serta bisa bercengkrama dengan anak yang dilahirkan dan dibesarkan dengan jerih payahnya adalah impian semua orang.
Sayangnya, impian tersebut tak bisa diwujudkan Mak Titing, lansia berumur 70 tahun yang tinggal seorang diri tanpa anak-anak dan suaminya. Mak Titing adalah warga Kampung Sukaasih RT 01 RW 10 Desa Sukamukti, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung.
Sore itu masih sama seperti sore-sore lainnya yang pernah dilalui Mak Titing. Tangannya yang keriput harus kuat mengangkut ember berisi air bersih untuk persediaan di rumah. Untuk mendapatkan air bersih ini, Mak Titing harus berjalan kaki ke kamar mandi umum yang jaraknya sekira 200 meter.
Bagi Mak Titing, menempuh jarak 200 meter dengan seember air bukanlah hal yang mudah, apalagi di usia senjanya. Untuk mandi dan kebutuhan minum pun Mak Titing terpaksa menyusuri jalan setapak karena di rumahnya tak ada sumber air.
Ya, di rumah sangat sederhananya ini, Mak Titing tak punya kamar mandi. Hanya ada dapur dan ruang utama sekaligus tempat tidurnya. Di rumah beralas tanah berdinding bilik bambu penuh lubang ini Mak Titing tinggal seorang diri Saat ini, untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, Mak Titing hanya mengandalkan pemberian orang lain.
Waktu Terasa Berhenti
Sebelum suami Mak Titing meninggal enam tahun lalu, Mak Titing biasa aktif di majelis taklim. Ia juga tak harus bersusah payah mencari sesuap nasi hanya untuk menegakkan punggungnya. Meskipun penghasilan suaminya hanya cukup untuk makan sehari-hari, Mak Titing bahagia karena beban kehidupannya bisa dipikul bersama.
Setelah suaminya meninggal, waktu terasa berhenti begitu saja. Bahkan, salah seorang anak dan cucunya yang biasa membantunya pun meninggal dunia tak lama setelah suami Mak Titing meninggal. Mak Titing terpukul dan hidupnya kini semakin hampa.
Mak Titing mempunyai lima anak dan salah seorang diantaranya meninggal dunia. Menurut Ketua RT 01, Asep Heri, setelah suaminya meninggal dan rumahnya dijual, anak-anaknya jarang menemui Mak Titing, bahkan keberadaan beberapa anaknya pun sampai sekarang belum diketahui.
Masih menurut keterangan RT setempat, Mak Titing kerap berjalan sendiri dan mencari anak atau cucunya yang sudah meninggal. Ia juga kerap memanggil dan menganggap orang lain sebagai anaknya.
“Kadang kalau terlalu lapar atau terlalu rindu, Mak Titing suka gitu. Malah saya pernah nemuin Mak Titing keluar malam-malam, hujan dalam kondisi lapar pergi tanpa arah tujuan,” kata Asep.
Ditemui di rumahnya pada Senin (15/6/2020) usai mengambil air bersih, Mak Titing tampak sumringah. Disambutnya bantuan sembako dari Daarut Tauhiid (DT) dengan penuh suka cita. Hatinya semakin gembira karena untuk beberapa hari ke depan ia tak harus menahan rasa laparnya atau tidur dalam keadaan lapar.
Meskipun demikian, dalam lubuk hati terdalamnya Mak Titing sangat mengharapkan anak-anaknya datang menemuinya. Saat ditanya keberadaan anak-anaknya saat ini, Mak Titing hanya menjawab kalau anak-anaknya berada tak jauh darinya.
Tatapan matanya kosong dan berair seperti menahan sesak saat ditanya apakah Mak Titing rindu dengan anak-anaknya. Mak Titing juga selalu memaklumi jika anak-anaknya tak bisa menemuinya karena anak-anaknya sudah memiliki kehidupan masing-masing.
“Kantenan atuh Neng sono mah (Tentu saja Neng rindu),” ujarnya sambil terbata-bata sambil menahan isak.
Mak Titing hanyalah salah seorang dari sekian banyak lansia yang harus bertahan hidup sendiri. Sejak relawan DT Peduli mendapat laporan tentang Mak Titing, Mak Titing menjadi prioritas untuk mendapatkan berbagai bantuan dari DT Peduli dari mulai batuan sebako, kesehatan, dan bantuan lainnya. (*)