Barang siapa menguasai komunitas, maka dia menguasai pasar. Demikian paparan Bapak Djoko Adhi Saputro, Kepala Perwakilan Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) Jawa Tengah dalam Seminar Strategi Jitu Fundraising Zakat di kampus IPMAFA Pati, Senin, 28 Nopember 2016, hasil kerjasama Prodi Zakat Wakaf IPMAFA, IZI Jateng, MES Pati, USB, dan Arta Mas Syariah. Oleh sebab itu, Lembaga Zakat, harus membentuk atau masuk dalam komunitas dan fokus mewarat komunitas tersebut sebagai mitra efektif dalam menggalakkan dana zakat.
Di era globalisasi sekarang, komunitas menjadi trend di berbagai wilayah di Indonesia. IZI Jateng misalnya, menargetkan komunitas majlis pengajian sebagai mitra IZI dalam menggalakkan zakat. Selama ini, IZI sudah menjadi kerjasama dengan komunitas Hijab dan ternyata hal ini sangat efektif karena menyimpan potensi zakat yang besar. Hal ini menjadi tantangan bagi lembaga amil zakat dalam menggalakkan fundraising.
Menurut Bapak Djoko, fundraising adalah proses mempengaruhi masyarakat baik perorangan atau lembaga agar menyalurkan dana kepada sebuah organisasi atau suatu kegiatan penggalangan dana bagi program tertentu. Tujuan fundraising adalah : Bertahan Hidup, Pengembangan, Menghapus ketergantungan, Membangun basis Dukungan, dan Kelangsungan Lembaga. Adapun jenis fundraising adalah : Pemasaran Langsung, yaitu sistem fundraising interaktif yang mengunakan satu atau lebih media komunikasi untuk menghasilkan tanggapan atau donasi yang dapat diukur pada suatu lokasi. Sedangkan Pemasaran Tak Langsung adalah berbagai kegiatan yang dilakukan untuk tujuan fundraising dengan memanfaatkan program secara tak langsung. Pemasaran langsung meliputi: Kampanye, Iklan, Direct mail, Telemarketing, Direct dialogue, dan Counter. Sedangkan pemasaran tidak langsung adalah: Pemotongan penjualan, Produk Campuran, Kerjasama Promo Charity, dan Event Fundraising.
Kaprodi Manajemen Zakat Wakaf IPMAFA Dr. Jamal Ma’mur Asmani, MA, dalam acara tersebut menjelaskan, potensi zakat di Indonesia sangat besar, yaitu 217 trilyun, di Jawa Tengah sekitar 17 trilyun, dan di Pati sekitar 20 milyar untuk zakat individu (bukan perusahaan). Namun, realitasnya masih jauh, yaitu 4,3 trilyun secara nasional, sekitar 100 milyar se-Jawa Tengah, dan 1,5 di Pati, hasil dari BAZNAS dan LAZ. Hal ini disebabkan banyak faktor. Pertama, kesadaran masyarakat yang masih rendah. Hal ini berbeda dengan haji yang sangat tinggi kesadaran masyarakat. Kedua, belum banyak lembaga zakat yang kredibel dan professional dalam mengelola zakat, sehingga masyarakat tidak punya trust (kepercayaan) untuk menyalurkan zakatnya lewat lembaga. Ketiga, sanksi pemerintah yang tidak tegas kepada orang yang tidak membayar zakat. Hal ini membutuhkan usaha serius dari seluruh elemen, khususnya ulama dan cendekiawan dalam mengoptimalkan sosialisasi sadar zakat. Pemerintah juga harus tegas memberikan sanksi kepada orang-orang yang wajib berzakat tapi tidak melakukannya. Lembaga juga harus meningkatkan skills dan kompetensi profesionalitasnya dalam menggalakkan zakat supaya lahir trust masyarakat dalam menyalurkan zakatnya.
Ketua MES Pati, H. Mumu Mubarak mengatakan, lembaga amil zakat harus bangun dari tidurnya dengan bergegas meningkatkan kompetensi fundraising zakat karena masyarakat menanti gebrakan lembaga zakat. Jangan sampai umat Islam malas berzakat karena lemahnya lembaga amil zakat dalam pengelolaan zakat. Sedangkan sekretaris BAZNAS Pati, KH. Muslihan mengatakan, BAZNAS Pati akan mengoptimalkan penggalangan zakat sampai ke pelosok untuk optimalisasi penghimpunan zakat yang manfaatnya kembali kepada umat. BAZNAS Pati akan membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di setiap kecamatan supaya tergali potensi zakat yang besar. Langkah ini diharapkan mampu menggalakkan fundraising zakat yang bertujuan menggapai kemaslahatan umat, khususnya kemandirian ekonomi di masa depan.