Forumzakat – Sekolah Amil Indonesia menggelar agenda launching buku karya Ketua Umum Forum Zakat, Bambang Suherman yang berjudul “Friendraising beyond Fundraising” pada Jumat (11/2/2021) secara daring. Buku yang telah dipesan lebih dari 200 eksemplar sejak Pre Order pertamanya ini merupakan buah pikir dan pengalaman Bambang Suherman selama fundraiser di Dompet Dhuafa.
Dalam agenda tersebut, Bambang Suherman menjabarkan beberapa hal dari buku ini yang menurutnya harus menjadi sorotan. “Ada semacam kegamangan Lembaga Zakat untuk berdiri di atas nilai dasarnya sebagai nilai syiar, yaitu saat berbicara soal fundraising, dengan berdasar pengetahuan marketing yang diadaptasi, lalu kemudian dijadikan sebagai alat bagi pengetahuan untuk memasarkan zakat ke masyarakat tanpa memunculkan maka syiar zakat, sehingga ini yang kemudian melemah,” katanya.
“Yang muncul adalah syiar kemanusiaan saja, atau syiar kontribusi atau lebih sempit lagi syiar ajakan bertransaksi. Nah ini problem besar karena akhirnya orang tidak memahami apa yang dikomunikasikan oleh lembaga zakat ke masayarakat. Jadi publik akhirnya meletakkan lembaga zakat dengan alat bantu bayar, tidak berbeda dengan platform crowdfunding,” tuturnya
Lebih lanjut, zakat ini harus dikembalikan ke nilainya, nilai syariah ini didakwahkan dan prinsip dakwah harus bekerja, sehingga lembaga zakat yang tumbuh semakin kuat, dengan membangun hubungan dakwah.
Hal ini menjadi dasar kegelisahan paling mendalam, kenapa lembaga zakat ini tidak menjadi milik publik/masyarakat, seharusnya lembaga zakat hadir bukan sebagai alat tapi nilai. Sehingga saat masyarakat berinteraksi dengan lembaga zakat maka terlibat bersama dengan lembaga zakat menyeluruh, bukan hanya berbasis transaksional.
“Dari ini muncul kebutuhan evaluatif agar kita segera membangun kedasaran utuh lalu memperbaiki pola selama ini,” tandasnya.
Selain itu munculnya distrupsi pada public, yaitu adanya alat bantu bayar berbasis digital yang merubah perilaku masyarakat dalam transaksi. Hal ini perlu perhatian yang khusus karena jika pola pikir Lembaga Zakat hanya transaksi, tentu saja public memilih mana yang paling mudah, instan, sederhana dan cepat, karena itu crowdfunding lebih diminati.
“Padahal zakat tidak bisa disamakan dengan platform-platform itu. Lembaga Zakat haruslah mensyiarkan nilai lembaga bukan menawarkan hal-hal yang sifatnya transaksional,” jelasnya.
Tagline besar buku ini, Friendrising menggambarkan yaitu pertemanan adalah asset bagi syiar kebaikan, lembaga zakat harusnya mengambil posisi untuk merawat dan memperbesar jumlah pertemanan tersebut. “Kita tidak cukup modal (baik secara sumberdaya dan teknologi) untuk bersaing dengan platform digital, namun yang lebih penting dari itu kita lupa bahwa kita punya modal lebih besar yaitu nilai. Ironi jika lembaga zakat malah menjadi konsumen bagi instrument. Alat bayar inikan instrument, dan lembaga zakat yang harusnya jadi subjek pennggerak malah jadi lebih bergantung pada instrument,” bebernya.
Dengan kesadaran itu kita bikin penyegaran kembali bahwa kekuatan utama lembaga zakat bukan pada umpan yang dihasilkan dalam transaksi satu tahun proses, tetapi dari jumlah pertemanan dan keakraban yang dibangun antara lembaga dengan publik.
“Jadi public harus melihat lembaga zakat milik mereka, atau minimal teman mereka, supaya hubungan pertemanan ini mendasari proses jangka panjang, maka jika friendraising kita kembangkan maka kita sedang mengumpulkan sumber dayanya bukan mengumpulkan hasil dari interaksinya saja,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Forum Zakat, Irvan Nugraha mewakili Pengurus Forum Zakat menyampaikan ucapan sukacita atas terbitnya buku Friendraising beyond Fundraising. “Semoga buku ini menjadi penyemangat untuk aktivis gerakan zakat untuk produktif menulis buku dankarya aktualisasi dalam gerakan zakat sehingga dapat dimanfaatkan, dibaca sehingga terus mengalir kebaikannya dan jadi ide inovasi baru,” ujarnya.
“Yang ditulis oleh Mas Bambang merupakan sajian praktis dan menginspirasi. Tidak hanya menjaga loyalitas dan meningkatkan penghimpunan tapi lebih dari itu semua, jalin pertemanan, engagement, menjaga loyalitas dan impression tentang nilai dan program maka terjadilah kolaborasi. Dan tentu menyampaikan pesan kebaikan ke lebih banyak orang, dan tentu saja maka kita bisa mendapat feedback yang baik yang insyaAllah bermanfaat bagi lembaga dan umat,” katanya. (*)