Ditulis oleh Nana Sudiana – Direktur Pendayagunaan IZI
Dunia amil kini makin dipenuhi anak-anak muda. Mereka bukan hanya pelengkap penderita, bahkan sebagian-nya kini berposisi menjadi pemegang kunci-kunci utama sejumlah lembaga zakat.
Ditengah anak-anak muda ini, atau yang kerap disebut generasi milineal, ada sejumlah istilah gaul yang berkembang seperti : baper, bucin, gabut, gaje, gercep, asap, halu, japri, mager, mantul, pansos serta sejumlah istilah lainnya.
Istilah-istilah tadi yang berasal dari sejumlah istilah yang kemudian disingkat kini cukup popular. Dengan alasan tidak mau ketinggalan trend, istilah tadi kini semakin luas dipakai dalam pergaulan anak-anak muda tadi. Singkatan ini juga kerap digunakan di sosial media sebagai ekspresi yang mewakili hati mereka guna menyampaikan pesan pada lingkungan dan teman-teman mereka.
Sejumlah amil mungkin belum paham apalagi terbiasa menggunakan kata-kata tadi. Namun sejatinya istilah-istilah tadi memiliki relasi yang kuat untuk menggambarkan sedikitnya 5 tipe amil dalam perspektif istilah anak-anak muda gaul ini. Secara singkat gambaran amil sesuai istilah itu seperti uraian dibawah ini :
1. Amil Baper
Kata “baper” merupakan kependekan dari kata bawa perasaan. Istilah baper ini merujuk pada seseorang yang mudah memasukan ke dalam hatinya semua ucapan dan tindakan yang dilakukan orang lain. Istilah ini juga untuk mengungkapkan suatu keadaan yang berkaitan dengan perasaan. Baik itu perasaan sedih, senang, hingga marah.
Terkadang, istilah baper digambarkan seseorang yang hatinya luluh dan terbawa perasaan senang atau gembira saat mendengar kata-kata yang dilontarkan pihak lain. Atau sebaliknya, istilah baper ini diberikan pada seseorang yang tiba-tiba emosi atau marah hanya dengan suatu perkataan atau perbuatan kecil yang mungkin tidak sengaja atau hanya untuk bercanda.
Dalam dimensi dunia pengelola zakat, amil baper ini adalah seorang amil yang mudah tersinggung hati dan perasaan-nya oleh perkataan atau tindakan orang lain. Tindakan atau perbuatan ini bisa terjadi secara tidak sengaja oleh orang lain di sekitarnya atau bisa juga dalam dimensi yang lebih luas, adanya kebijakan yang merugikan dunia zakat dan kehidupan para amil.
Amil baper akan mudah marah, mendendam dan tak mudah menerima sebuah kondisi yang tak sesuai ekspektasinya. Hatinya mudah galau, sedih, marah, kecewa dan sebagainya. Bukan hanya sedih, marah, dan kecewa saja tetapi juga termasuk senang atau gembira.
Kenapa seorang amil mudah baper, ternyata kemungkinan karena ia tidak paham dengan baik apa tujuan esensinya menjadi amil. Ia juga kurang bisa dengan baik mengenali tujuan dirinya menjadi amil serta apa tujuan dan arah besar amil dalam gerakan kebaikan lewat dunia zakat dan filantropi Islam.
Perhatikan, bila ada amil yang mudah emosi, mudah marah atau kecewa terhadap lembaga atau dunia zakat, bisa jadi ia layak disebut amil baper. Untuk menyembuhkannya, ia harus rajin muhasabah, kembali memaknai jatidiri sebagai seorang amil.
2. Amil Bucin
“Bucin” adalah kependekan dari kata “budak cinta”. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan seorang pria atau wanita yang tergila-gila akan cinta. Walau cukup popular dalam pergaulan anak muda, istilah ini belum memiliki pengertian di KBBI atau Kamus Besar Bahasa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan bucin hanya dikategorikan sebagai bahasa prokem atau istilah gaul, terutama lazim digunakan di sosial media.
Latar belakang kata “bucin” juga merujuk pada jaman dahulu, dimana kata budak merupakan orang yang terikat dengan tuan-nya dan ia harus selalu menuruti perintahnya. Dalam dimensi bucin ini juga, menggambarkan seseorang yang rela berkorban dalam bentuk apa saja untuk seseorang atau pihak yang dicintainya, baik harta, jiwa, dan raga.
Dalam pandangan psikologi, berdasarkan teori psikologi Sigmund Freud, bucin ini terjadi yang ketika seseorang mengidealisasikan orang lain baik secara sadar maupun tidak. Kalau ada pepatah yang berbunyi bahwa “cinta itu buta”, kira-kira seperti itulah orang yang bucin. Ia gelap mata dan kadang berbuat tak logis demi sesuatu yang ia cintai. Ia juga rela berkorban apapun demi seseorang yang ia cintai.
Dalam dunia zakat, amil bucin ini adalah amil yang terlalu mencintai profesinya sebagai amil. Bisa juga memandang secara berlebihan lembaganya, sehingga ia mencintainya secara membabi buta. Di mata amil seperti ini, dunia amil seolah satu-satunya harapan dan sumber kebahagiaan bagi dirinya. Sehingga ketika ada sesuatu yang tak benar, ia seolah menutup mata dan tak mau tahu.
Amil yang bucin, terlihat setia dan pengertian bagi lembaganya. Namun sejatinya, bila soal cinta ini dilakukan berlebihan, ia akan tak mampu melihat secara obyektif akan adanya kesalahan atau kekeliruan yang terjadi. Ia terbutakan dengan cintanya, sehingga akal dan nuraninya yang suci tertutup rasa suka yang menggelora.
Saat seorang amil masuk jebakan untuk menjadi bucin, ia makin tidak logis dalam berpikir dan selalu merasa lembaganya adalah lembaga yang paling sempurna. Secara psikologis, amil yang bucin bisa terjadi karena keadaan mental atau emosional yang lemah.
Amil yang bucin juga akan susah menerima kritik dan masukan dari orang lain. Ia memiliki pandangan tertutup dan kesadarannya cukup rendah sehingga ia tidak berpikir terbuka dan menerima perbedaan dan beragam kenyataan yang ada. Amil ini juga kadang mereka tidak peduli dengan pihak lain dan sangat fokus dengan lembaga atau seseorang yang dia cintai.
Untuk mengurangi dampak terjadinya amil bucin. Sebuah lembaga pengelola zakat harus memastikan adanya value yang seimbang dari para amilnya. Mereka diajarkan mencintai lembaganya, namun tetap rasional dan obyektif sehingga memiliki kemampua untuk berpikir mandiri dan independen. Tidak tergantung berlebihan pada lembaga atau pihak lain, saat yang sama ia juga punya kemampuan bertindak dan menolak bila ada ajakan yang tidak baik atau bertentangan dengan moral dan ajaran agama.
3. Amil DIY ( Do It Yourself)
Kata DIY merupakan kependekan dari “Do It Yourself” dalam Bahasa Indonesia memiliki arti “lakukan sendiri”. Bila kita runut sejarahnya, kata “DIY” ini sudah lama digunakan secara umum sejak tahun 1950 di Amerika Serikat. Awalnya, kata ini digunakan untuk aktifitas yang mandiri mengarah kepada kegiatan membangun, merakit, membuat sendiri tanpa bantuan tenaga ahli atau professional.
Kata “DIY”, merupakan kegiatan yang bisa melatih ketekunan, kererampilam dan bahkan kemandirian. Contoh dari kegiatan tersebut adalah hal-hal yang berpengaruh pada kehidupan sehari-hari yang mudah seperti membetulkan saluran air yang tersumbat, membetulkan atap atau merakit barang yang dibeli di toko bangunan.
Menurut Wikipedia Indonesia, DIY adalah metode membangun, memodifikasi, atau memperbaiki sesuatu tanpa bantuan seorang ahli atau profesional. Aktivitas DIY tidak memerlukan bahan dan alat yang rumit, malahan menggunakan bahan dan alat yang biasa kita gunakan sehari-hari.
Amil yang Do It Yourself (DIY) adalah amil ideal. Ia adalah amil yang mandiri dan selalu punya keseimbangan dalam menempatkan dirinya di internal dan eksternal lembaga. Ia bergerak di dalam, membantu menyelesaikan beragam masalah lembaganya, saat yang sama ia juga berorientasi ke luar. Ia selain punya kemampuan, dedikasi, ternyata juga punya keterampilan yang nyata untuk membantu memudahkan orang lain.
Amil DIY ini adalah tipe amil yang inovatif dan selalu ingin bermanfaat. Mereka bukan orang yang iseng atau kurang kerjaan, namun dalam jiwa mereka ada spirit kreativitas untuk meringankan sesama. Sehingga semangatnya selalu menyala demi terlibat menyelesaikan urusan apa saja di sekitar mereka.
4. Amil Gercep atau ASAP
Kata Gercep berasal dari kata “gerak cepat. Istilah Gercep masuk ke dalam bahasa gaul yaitu ragam bahasa Indonesia nonstandar yang lazim digunakan oleh anak muda dalam pergaulan sehari-hari. Kata ini bermakna Tanggapan yang cepat oleh seseorang terhadap sesuatu yang telah terjadi.
Adapun istilah “Asap” merupakan sebuah inisial dari kalimat bahasa Inggris, yaitu ‘As Soon As Possible’. Akronim ini bisa diucapkan sebagai kata ‘asap’ dan sering digunakan dalam beragam konteks, seperti dalam pekerjaan, bermain games online, dan lain-lainnya.
Gercep atau asap, esensinya hampir sama yakni adanya tindakan atau gerakan yang cepat dan segera tanpa menunggu. Aktivitas ini juga mengandung pesan sebuah anjuran kepada seseorang untuk bisa bergerak lebih cepat saat melakukan sesuatu hal.
Lalu apa makna gercep bagi amil?. Amil yang gercep atau asap adalah amil yang selalu bergerak dan bertindak cepat. Mereka selalu bersegera dalam menjalankan kebaikan dan menolong sesama. Bagi amil tak ada istilah nanti dalam membantu urusan orang lain. Bagi mereka, kecepatan ini penting, juga efektivitas, karena menyangkut keselamatan dan kebaikan sesama.
Amil yang gercep dan melakukan sesuatu dengan segera akan dicintai masyarakat dan insyaallah tak akan kekurangan dukungan dan kepercayaan dari mereka. Sepanjang amil-amil ini konsisten untuk gercep dan asap, maka soal penghinpunan dana lembaga mereka, tak usah cemas. Publik pun pasti akan melihat lembaga dan amil-amil mana yang di lapangan bekerja dengan baik, tulus dan senantiasa cepat dan bersegera memenuhi panggilan untuk berbuat baik.
5. Amil Pansos
Kata pansos menurut KBBI, adalah usaha yang dilakukan untuk mencitrakan diri sebagai orang yang mempunyai status sosial tinggi, dilakukan dengan cara mengunggah foto, tulisan, dan sebagainya di media sosial. Pansos umummya dilakukan orang-orang yang suka mencari perhatian publik, terutama di media sosial. Orang yang suka pansos, mungkin akan populer, namun kalau tak melakukan tindakan nyata yang bermanfaat, Ia hanya akan menjadi hiburan semata. Ia ada namun tak dirasakan manfaat keberadaannya.
Orang yang biasa pansos, akan memenuhi beranda akun sosial medianya dengan mencitrakan diri yang selalu positif, selalu dalam keadaan bahagia dan hidup sukses. Orang-orang ini hidup seolah bukan di dunia nyata, mereka kadang terpaksa melakukan apapun untuk terus popular dan dikenal publik.
Walau mungkin tak merugikan pihak lain, orang yang terbiasa pansos seringkali dipandang memiliki perilaku negatif. Mereka ini secara karakter terus membangun image yang tak nyata dari waktu ke waktu, bahkan bisa saja ia menghalalkan segala cara untuk melakukan panjat sosial demi popularitasnya.
Bagi amil zakat, tentu saja pansos lebih banyak mudharatnya dibandingkan dengan manfatnya. Pansos ini ini walau terlihat sebagai fenomena yang wajar, namun bagi amil jadinya tak sederhana. Ia bisa berisiko merusak kejiwaan seseorang dan pada akhirnya mendorong pada sikap riya.
Bagi amil yang berlebih dalam membangun citra dirinya, ini akan merugikan dihadapan para muzaki dan mustahik. Ia akan dipandang berlebihan, apalagi bila telah benar-benar maniac dalam pansos-nya. Karena dampak negatif yang akan ia lakukan adalah, amil ini akan terjebak pada sesuatu yang nisbi. Ia akhirnya akan hanya melakukan pertemanan dengan mereka yang memiliki sesuatu yang mereka inginkan atau butuhkan. Saat yang sama, mereka juga hanya akan menghargai relasi yang ia bina berdasarkan popularitas dan status karena hal itu adalah kebutuhan utama mereka dalam menjaga image dan citra dirinya di ranah sosial media mereka.
Demikian kelima gaya atau tipe amil berdasar istilah-istilah di dunia anak-anak milineal. Istilah yang ada sendiri tak selalu bermasalah, apalagi salah. Namun bagi amil, istilah ini menjadi penting manakala bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari apa yang ada.
Amil harus tetap rendah hati, namun tak perlu rendah diri. Amil juga harus terus berkerja cepat, efektif dan memudahkan sesama. Dengan kerja-kerja yang terus menerus diperbaiki, semoga akan terus menghasilkan dampak positif yang makin luas.
Semoga. (*)