Oleh Dimas Muhammad – LAZISMU Sudan
Digital Sebuah Keharusan
Pery Warjiyo dalam pidato kunci pada acara 13th International Conference and Call for Papers Bulletin of Monetary Economics and Banking di Bali mengatakan setidaknya terdiri empat ciri yang menandakan transisi era ini, salah satu dari empat ciri tersebut adalah semakin maraknya digitalisasi di segalah bidang. Euromonitor mencatat, penjualan online di Indonesia sudah mencapai 1,1 Miliar USD. Data sensus Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyebut, Industri e-commercer Indonesia dalam 10 tahun terakhir meningkat hingga 17 persen dengan total jumlah usaha e-commerce mencapai 26,2 juta unit.
Riset terbaru dari google (laporan e-conomy SEA 2018), menunjukkan bahwa ekonomi digital Indonesia tahun ini mencapai 27 miliar USD atau sekitar 391 triliun. Di sistem pembayaran juga mulai bermunculan uang elektronik (e-money). Data bank indonesia (BI) pada akhir 2018 melonjak 209.8 persen menjadi 2,9 miliar transaksi dibandingkan 2017 sebesar 943,3 Juta transaksi, volume transaksi uang elektronik telah mencapai 2,7 miliar transaksi atau mendekati angka pada akhir 2018. Hal yang sama juga terjadi pada nilai transaksi uang elektronik yanng melonjak 281,39 persen. Pada 2018 nilai transaksi uang elektronik mencapai 47,2 triliun. Angka tersebut meningkat sebesar 34,8 triliun atau hampir tiga kali lipat dibandingkan 2017 yang sebesar 12,4 triliun. Social media week 2016 menyatakan bahwa rata-rata orang indonesia menghabiskan waktu dengan smarthphone-nya selama 5,5 jam sehari, membuka 46 aplikasi dan alamat website dan cenderung membiarkan login secara terus-menerus pada aplikasi tertentu.
Berdasarkan laporan yang dihimpun kitabisa.com dalam Indonesia online giving report tahun 2018 tercatat bahwa sejak situs Crowdfunding tersebut berdiri, sebanyak Rp. 490 miliar dana berhasil dikumpulkan dari 17 ribu kampanye penggalangan dana secara online yang dilakukan. Lonjakan secara tajam terjadi pada periode tahun 2017 ke 2018 hingga mencapai 257 miliar.
Filantropi Islam
Filantropi Islam Khususnya Zakat, Infak, dan sedekah merupakan sumber daya pembangunan yang paling potensial di Indonesia. Data Baznas 205 menunjukkan potensi zakat Indonesia mencapai 286 triliun, sementara jumlah zakat yang berhasil di himpun pada tahun 2018 diperkirakan sebesar 6 triliun. Jumlah organisasi pengelolaan zakat juga mengalami peningkatan dan perkembangan yang lebih pesat dibanding lembaga filantropi lainnya. Untuk mengembangkan potensi zis ini, pemerintah memfasilitasi pendirian dan pengelolaan lembaga nonstruktural bernama Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), yang berwenang untuk melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Selain itu, pemerintah juga mendorong dan memfasilitasi keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan zakat melalui lembaga amil zakat.
Zakat pada dasarnya adalah institusi islam yang mendistribusikan kekayaan dari kelompok kaya (Muzakki) kepada kelompok yang telah ditentukan oleh Al-qur’an (mustahik) dan berdasarkan tata cara, pertimbangan fikih, dan teknis tertentu. Gebrakan baru dalam praktik zakat dipelopori oleh Ormas Muhammadiyah pada tahun 1920 yang membuat divisi sosial dan kesejahteraan untuk mengelola zakat dan mendistribusikannya kepada yang berhak (wibisono, 2015). Di zaman orde baru di mana presiden Soeharto lah yang memegang kendali praktik perzakatan nasional dengan berperan sebagai amil zakat nasional. Masyarakat yang ingin berzakat diwajibkan untuk mengirimkannya ke rekening presiden. Era reformasi ditandai dengan sebuah gebrakan baru, dimana setelah orde baru runtuh, inisiatif masyarakat untuk turut andil mengelola dana zakat semakin tinggi. Pada era ini BAZ dan LAZ sudah banyak terbentuk. Bazis DKI Jakarta, Bamuis BNI, yayasan dana sosial alfalah, Dompet Dhuafa republika, dan rumah zakat sebagai contohnya.
Setelah era reformasi transformasi pengelolaan dana zakat masuk pada babak baru di mana zakat masuk dalam ranah hukum positif melalui terbentuknya UU no 38 tahun 1999. Pada undang-undang ini zakat dapat dikelola oleh BAZ maupun LAZ dan bagi lembaga yang tidak amanah akan mendapatkan sanksi. Namun dalam undang-undang ini terdapat kelemahan, yakni lemahnya kerangka regulasi dan institusional zakat nasional karena baik LAZ dan BAZ berperan sebagai operator, sehingga fungsi regulator dan pengawas tidak ada. Kemudian dengan disahkannya undang-undang 23 tahun 2011 terdapat beberapa fungsi BAZ di tingkat nasional yang semula sebagai operator menjadi operator dan regulator. Kementerian agama berfungsi sebagai pengawas kepatuhan syariah. Baik BAZ maupun LAZ pun dibedakan tingkatannya menjadi Tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Melalui undang-undang yang baru dapat diyakini adanya penguatan BAZ dan pelemahan LAZ di mana BAZ memiliki kuasa penuh terhadap pengelolaan zakat di tingkat nasional dengan bantuan pemerintah, sedangkan LAZ berdasarkan pasal 17 berfungsi membantu BAZNAS dalam mengumpulkan zakat dan wajib melakukan pelaporan keuangan secara berkala kepada BAZNAS. Bagi pihak yang pro dengan fungsi ganda BAZNAS sebagai regulator meyakini bahwa peran BAZNAS sangat signifikan sebagai aktor yang dapat menentukan arsitektur zakat nasional kedepannya.
Pengelolaan Zakat Digital
Menurut Ketua Umum Baznas Periode 2015-2022 Prof. Bambang Sudibyo, terdapat tujuh resolusi yang disepakati dalam World Zakat Forum (WZF) untuk mengembangkan zakat global dengan memanfaatkan kemajuan teknologi digital yang ada saat ini. Komitmen zakat harus memberi perhatian tidak hanya pada bagaimana zakat dikumpulkan dan didistribusikan sebagaimana mestinya, tetapi juga bagaimana zakat dikelola secara profesional, efektif, efisien, dan beradabtasi dengan kemajuan teknologi yang bergerak cepat. Relevansi teknologi blockhain dengan manajemen zakat telah banyak dibahas. WZF menyarankan semua anggota WZF untuk mengeksplorasi lebih lanjut potensi pengelolaan zakat dengan teknologi blockhain. Jika dibandingkan dengan pemberian secara langsung ke individu tertentu, membayarkan zakat atau sedekah melalui lembaga formal dan menginvestasikan dana dalam obligasi syariah dapat memerluas jangkauan, menyasar orang yang benar-benar membutuhkan, serta memberikan solusi yang lebih strategi dan berkelanjutan. Kendala yang ditemukan ialah terdapat beberapa tantangan berupa ketidakefisien dan kurangnya transparansi dalam kegiatan penghimpunan, pengelolaan, penyaluran, hingga perbedaan pandangan dari beberapa ulama, oleh karena itu diperlukan adanya aturan atau fatwa yang mengatur permasalahan tersebut.
Blockhain adalah buku besar terdesentralisasi yang dapat diperbaharui sebagai catatan, transaksi, nilai, dan/atau program secara transparan. Blochain ini dapat melacak transaksi, kapan transaksi tersebut selesai, dan dimana dana digunakan untuk menghindarai adanya inefisiensi dan korupsi di lembaga, dengan kata lain ialah akan ada perhatian khusus yang lebih besar terkait tranparansi, dan akuntabilitas dari muzakki. Saat ini International Centre for Education in Islamic Finance (INCEIF) sedang mengembangkan aplikasi Blockhain untuk zakat atau sedekah, madzhab pemikiran yang di anut baik Syafi’i, Hanafi; Hambali, Maliki, pilihan proyek yang didanai, hingga muzakki menentukan mustahik yang diinginkannya. Setelah pembayaran zakat dilakukan, proses tersebut akan terdaftar pada sebuah node di Blockhain. Muzakki akan menerima pemberitahuan terkait pemanfaatan dana zakat beserta kredibilitas scorecard dari proyeknya. Hal ini akan mampu meningkatkan kepercyaan di kalangan muzakki bahwa zakat yang telah mereka bayarkan benar-benar telah disalurkan ke mustahik yang tepat. Teknologi blockhain ini tidak hanya dapat dimanfaatkan untuk melacak transaksi, akan tetapi dapat juga memberikan manfaat bagi masyarakat dalam identitas, digital, Smart contracts, pasokan makanan, deteksi adanya Fraud dan hal lain yang akan terus berkembang.
Saat ini dunia sedang memasuki masa meredanya globalisasi seiring dengan kemunculan era digitalisasi. Munculnya era digital ini telah mengubah model bisnis, metode produksi dan distribusi, serta cara sebuah perusahaan maupun lembaga dalam melakukan kompetisi (OECD,2018). Teknologi digital yang muncul saat ini mampu mengurangi biaya dalam melakukan produksi, selain itu banyaknya platform digital yang mulai muncul telah memudahkan perusahaan kecil untuk bisa menjual produknya secaraonline tanpa hambatan jarak kepada pelanggan asing dan mampu menjadi “perusahaan multinasionalmikro”. Saat platform digital menjadi ruang lingkup global, maka biaya komunikasi dan transaksi lintas batas juga akan berkurang. Hal ini yangmemungkinkan perusahaan ataupun lembaga terhubung dengan pelanggan dan pemasok dinegara mana pun. Globalisasi dulunya untuk perusahaan multinasional besar, tetapi platform yang muncul sekarang ini mengurangi skala minimum yang diperlukan untuk menjadi bisnis global, memungkinkan bisnis kecil dan pengusaha di seluruh dunia untuk berpartisipasi (Manyika etal., 2016). Teknologi menjadi alat yang membantu sebagian besar pekerjaan manusia dan mampu memenuhi kebutuhan manusia dengan cepat.
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) beberapa aspek yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam rangka memaksimalkan bonus demografi, yaitu penanganan anak usia sekolah, peningkatan etoskerja, pendidikan kewirausahaan, serta kompetensi skills (Kominfo, 2014). Pew Reseach Center mendefinisikan generasimilenial sebagai mereka yang lahir antara tahun1981 hingga 1996 (saat ini berumur 24 hingga 39 tahun) dan struktur ini yang sekarang mendominasi struktur umur di Indonesia(diperkirakan sekitar 34% dari total penduduk Indonesia di tahun 2020). Generasi milenial merupakan generasi yang unik dan berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya karenaadanya kemajuan dalam hal teknologi. Setidaknya ada tiga hal yang menjadi penyebab utamamengapa generasi millenial berbeda dengan generasi lainnya, yaitu munculnya smartphone, meluasnya jaringan internet, dan munculnya jejaring media sosial (Ali & Purwadi, 2016). Terlebih, Pew Research secara terbuka menjelaskan bahwa keunikan dari generasi millenial ini adalah bahwa mereka tidak bisa dipisahkan dengan teknologi dan hiburan.
Tantangan Amil Sudan
Dengan berbai macam dinamika yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia di Sudan, nampaknya diperlukan suatu kerja keras dari seluruh lapisan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Amil salah satu kompenen masyarakat di tuntut untuk selalui melakukan inovasi sosial, sehingga permasalahan yang terjadi bisa diselesaikan dengan baik dan tuntas.
Berbagai hal yang telah dilakukan oleh amil khsusnya di Lazismu Sudan di bidang pendidikan ialah pemberian beasiswa bagi mahasiswa yang kurang mampu dan juga yang berprestasi, kegiatan beasiswa ini menurut PF Pensosbud KBRI Khartoum musurifun merupakan sebuah “oksigen bagi mahasiswa”, agar bisa bernafas dan menghirup udara segar, dalam hal lain kegiatan peningkatan softskill bagi amil juga telah dilaksanakan dengan tujuan ialah memperkuat kemampuan amil di berbagi bidang guna memberikan ruang bagi mereka untuk lepas landas dan tidak kudet tentang hal-hal dasar yang perlu mereka kuasai di bidang yang mereka geluti. Bidang sosial yang merupakan garapan utama Lazismu pun memiliki kejadian yang nampaknya perlu sangat diperhatikan. Kejadian yang tidak di inginkan nampaknya menjadi berita bulanan yang terdengar di telinga masyarakat, sebut saja Kecelakaan, Pencurian, orang sakit, sering terjadi walaupun dalam kuantitas yang beragam di setiap bulannya. Di sisi inilah Amil Lazismu sudan di tuntut untuk berusaha semaksimal mungkin untuk membantu agar sesuai dengan motto yang di gaungkan memberi untuk sesama.
Dan pada akhirnya menyelesaikan masalah merupakan tugas kolektif semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Di setiap kelompok masyarakat memiliki kelebihan dan kekurangannya, rasa gotong royong akan terus dikedepankan dikarenakan zaman ini harus banyak dan kaya akan kolaborasi dari seluruh pihak sudah bukan zamannya lagi kita beradu gengsi demi sebuah hal pendek yang merugikan diri.
(referensi : buku amil era digital FOZ, Majalah Annashi)