Forumzakat – Forum Zakat menggelar agenda HRD OPZ Forum pada 23-24 Maret 2022, di The Margo Hotel Depok, yang diikuti oleh puluhan pimpinan HRD anggota FOZ dari seluruh daerah di Indonesia. Agenda ini merupakan pertemuan rutin pimpinan HRD OPZ se-Indonesia yang membahas isu-isu strategis mengenai manajemen amil. Pada tahun ini, HRD Forum mengangkat tema “Kolaborasi Strategis Manajemen Amil Gerakan Zakat”.
“HRD OPZ Forum merupakan forum strategis HRD OPZ se-Indonesia yang bertujuan mendiskusikan dan merancang kolaborasi strategis dalam mengembangkan manajemen amil gerakan zakat. Kita memiliki kewajiban untuk memastikan semua OPZ memiliki standar tata kelola amil yang baik.” kata Ketua umum Forum Zakat, Bambang Suherman.
Dia mengatakan, ada tiga hal penting yang perlu kita jawab pada forum ini. “Pertama, adaptasi lembaga zakat terhadap regulasi yang berlaku beserta dengan peraturan turunannya seperti SKKNI dan KKNI amil zakat, hal ini mengingat pentingnya sertifikasi amil dalam meningkatkan trust publik. Belum lagi, atas dimilikinya sertifikasi amil, kita juga ingin mendorong adanya promosi atau intensif sebagaimana profesi lainnya,” ujarnya dalam sambutan.
Bambang menambahkan, sertifikasi amil seharusnya diposisikan sebagai insentif bagi pengelola zakat bukan sebagai tambahan beban administratif yang berhubungan dengan legalitas lembaga zakat. Jadi, bagi pengelola zakat diberikan insentif tambahan atas kompetensinya yang dibuktikan dengan sertifikasi, seperti halnya sertifikasi guru.
Kedua, lanjutnya, adaptasi lembaga khususnya yang dipicu pandemi. “Sejak April 2020 lalu, kita menjalankan mekanisme yang sebelumnya belum pernah kita alami. Secara popular ini disebut dengan WFH, di tengah kekhawatiran kita terhadap virus, kita juga harus menjadi front liner untuk para mustahik,” tambahnya.
Dan hal ini, lanjutnya, membutuhkan model pengelolaan kerja baru yang adaptif dan standar baru dalam hal pengukuran kinerja amil. “Adanya mekanisme pekerjaan yang berbeda tentu sebaiknya ada standar baru untuk pengukurannya. Hal ini juga erat kaitannya dengan kompetensi tambahan tak hanya kompetensi dasar,” kata dia.
Ketiga, kita ingin mendorong kemampuan lembaga dalam mengelola amil dengan potensi yang belum terdeteksi, “Kita sebut ini Creative Minority, itu adalah amil-amil dengan ide kreatif yang tidak terdeteksi karena kelemahan sistem. Kita harus membangun sistem baru yang dapat mengakomodir Creative Minority di lembaga kita.” jelasnya
“Tentu setiap lembaga memiliki kekuatan dan kelemanahannya masing-masing. Bekerja secara kolaboratif merupakan salah satu cara mengatasi hal tersebut. Dengan berkolaborasi, setiap lembaga akan dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan lembaganya, sehingga dapat membentuk suatu strategi yang tepat dalam mengatasi kelemahan tersebut dengan bantuan lembaga lain,” katanya.
Agenda ini turut dihadiri oleh tim Penyusun Bahan Pengembangan Standar Kompetensi Kementrian tenaga Kerja RI (Kemenaker), Muhammad Gazally, Analis Kebijakan Ahli Muda pada Seksi Advokasi Harta Benda Wakaf Kementrian Agama RI (Kemenag), Achmad Soleh, Ketua Bidang Standarisasi LSP Keuangan Syariah/Penyusun SKKNI, Prioyo Prakoso, dan jajaran Pengurus Harian Forum Zakat. (*)