Forumzakat – Ketua Umum FOZ mengatakan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) telah melakukan formula intermediary (organisasi perantara) di forum tahunan Indonesia Philanthropy Fest (FIFest) 2022. “Lembaga Zakat Nasional (Laznas) memiliki wilayah kerja dan tuntutan yang luas untuk bisa memberikan manfaat dalam skema nasional, nah untuk menjangkau itu yang secara regulasi dibolehkan, OPZ membuat cabang sebagai perpanjangan tangan,” jelasnya pada Rabu (22/6/2022).
OPZ memiliki beberapa skema cabang, misalnya ada Dompet Dhuafa membuat kerjasama dengan lembaga provinsi/kabupaten dengan beberapa prasyarat untuk menjadi representasi brand cabang. “Hubungan kerjasamanya diikat dengan kesepakatan brand. Inilah cara untuk kita untuk bisa mengelola di tingkat lapangan wilayah 3T,” ujar Bambang yang juga menjabat sebagai Direktur Aliansi Strategis dan Komunikasi Dompet Dhuafa.
Bambang juga mengatakan, “Ada beberapa tantangan dan peluang dalam hal ini, mulai dari potensi pengembangan model intermediary yang sangat besar di Indonesia dengan jumlah komunitas mitra yang melimpah. Kemudian skema manajemen OPZ belum banyak yang didesain dalam bentuk intermediary, pemahaman lembaga tentang program yang masih sangat terbatas, baik model maupun luas sebaran penerima manfaat,” tuturnya.
Selain itu, menurutnya, OPZ ini bisa menjalankan fungsi ganda baik eksekuktor maupun intermediary, seperti Dompet Dhuafa. “Jika ada program baru pada aspek pengembangan dan advokasi biasanya DD mengelola sendiri desain program tersebut, jika tematik regular maka digeser ke intermediary,” lanjutnya.
Bambang juga membagikan tiga perspektif dalam menjalankan formula intermediary. “Dalam perspektif program, mobilisasi SDM/Fundraising, dan tata kelola, formula tentu menarik dan punya beberapa keuntungan. Dari sisi program misalnya, kita bisa mendesain program tematik yang fokus misal, Pendidikan, kesehatan, ekonomi bahkan budaya dll. Jika OPZ ini harus menginisiasi program sendiri maka pengelolaannya akan sangat berat, maka formula intermediary sangat efektif,” jelasnya.
Formula ini juga sangat memungkinkan untuk programnya dapat dipotret dalam perspektif global oleh para expertise.
Dalam perspektif mobilisasi/fundraising, lembaga mitra yang akan menangkap sumberdaya. “Partisipasi masyarakat akan besar karena mitra kita sangat siap untuk menyalurkannya dan skala lembaga tentunya akan sangat besar. Formula ini juga kan menghasilkan portopolio keunggulan, sebagai etalase program lembaga. Secara aspek popularitas, positioning dan trust public pun akan terkelola dengan baik,” bebernya.
Lebih lanjut, dalam perspektif tata kelola formula intermediary akan memperkuat sistem layanan mulai dari keuangan, komunikasi dan program dengan mekanisme pelaporan yang rapi dan detail. “Desain perencanaan strategis lembaga terbentuk secara kolaboratif, terbuka dan sesuai kondisi lapangan,” tandasnya.
Sebagai informasi, secara umum, peran intermediary sangat diperlukan karena bisa membantu organisasi-organisasi kecil di berbagai daerah yang memiliki program yang bagus, tapi kesulitan untuk mendapatkan dukungan pendanaan. Peran intermediary juga bisa menghindarkan lembaga yang sudah besar untuk berhadapan atau berkompetisi langsung dengan lembaga-lembaga yang lebih kecil.
Dengan peran ini, lembaga intermediary justru bisa membantu lembaga yang lebih kecil dan pada saat yang sama memperkaya program-program yang dijalankan. Peran intermediary juga diperlukan untuk membantu peningkatan kapasitas organisasi yang lebih kecil, khususnya dalam isu perencanaan dan pengelolaan program, monitoring dan evaluasi, serta fundraising, dan keberlanjutan keuangan organisasi.
Agenda diskusi ini juga turut dihadiri oleh Suzanty Sitorus, Wakil Ketua Badan Pengurus Filantropi Indonesia, Anik Wusari, Pengurus Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) sebagai pembicara dan Agus Budiyanto, Direktur Eksekutif Forum Zakat sebagai moderator.