Pengembangan KNKS Dikritik Akademisi

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Aset Keuangan Syariah Mencapai Rp.3.952,1 Triliun

Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang diresmikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) awal Agustus lalu, dikritik oleh para akademisi. Mereka menilai pemerintah  tak serius dengan pengembangan keuangan syariah, terutama implementasi KNKS.

Peneliti ekonomi syariah SEBI School of Islamic Economics, Azis Setiawan, mengatakan bahwa konsep KNKS sebenarnya sudah ada, tetapi implementasinya tak kunjung selesai.

“Kita lihat misalnya peraturan presiden untuk pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) sampai sekarang belum selesai juga. Padahal, sudah dari awal tahun diwacanakan. Kalau perhatian dan speed-nya tidak ditambah, akan makin ketinggalan dengan negara-negara lain,” ujar Aziz, pekan lalu.

perpes pembentukan KNKS hingga saat ini  masih dalam proses harmonisasi dan belum ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. proses tersebut menurut Aziz terlalu lambat, dan hal itu menunjukkan belum padunya dukungan lembaga-lembaga terkait. Tak heran harmonisasi pun terkesan belum berjalan. “Padahal, dulu dijanjikan Mei 2016 sudah beres,” kata Aziz.

Ia berharap, tujuan dari komite tersebut untuk menyinergikan upaya pengembangan keuangan syariah yang akan dilakukan oleh semua pemangku kebijakan bisa berjalan. Selain itu, diharapkan juga ada terobosan-terobosan kebijakan yang konkret sehingga market keuangan syariah semakin besar.

Sebelumnya, Staf Ahli Menteri PPN Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur, Pungky Sumadi, menjelaskan, dalam merencanakan pembentukan satu organisasi, dasar hukumnya harus jelas. Ini, lanjut dia, yang belum selesai pada KNKS. Dia mengakui, pembentukan dasar hukum KNKS memang agak lambat karena beberapa kementerian masih mempermasalahkan beberapa isu.

Namun, Pungky melihat, hal itu tidak menjadi penghalang dan memang harus dilalui. Dibanding saat KNKS sudah berjalan malah tersandung, lanjut dia, maka lebih baik dimatangkan sekarang. Setelah peraturan presiden untuk KNKS selesai, baru tim teknis seperti direktur eksekutifnya bisa direkrut. “Perpres KNKS sendiri sudah selesai di Kementerian Hukum dan HAM, tapi masih ada beberapa pasal yang harus dibahas bersama karena ada yang belum pas,” kata Pungky.

Dalam masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia (AKSI) diindentifikasi beberapa persoalan utama dalam pengelolaan zakat, terutama dalam perbaikan pengelolaan dana zakat yang masih berpeluang untuk dikembangkan.

Peran pemerintah, pemerintah daerah, Baznas, dan lembaga amil zakat (LAZ) ke depan perlu diperjelas agar proses pengelolaan zakat cepat maju dan berkembang. Selain itu, transisi pengawasan dan supervisi Baznas perlu diproporsikan dari sebuah lembaga sosial keagamaan menjadi sebuah lembaga keuangan keagamaan.

Terkait hal tersebut, Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, lembaganya akan berkoordinasi dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) soal pemanfaatan dana zakat untuk program pengentasan kemiskinan. “Kita akan koordinasi apa yang dimiliki Baznas untuk kegiatannya dengan kegiatan pemerintah. Kan daripada bikin sendiri tapi hasilnya tidak optimal, mending nyatu. Yang penting kan hasilnya,” kata dia di Jakarta, pekan lalu.

Bambang menilai, potensi dana zakat cukup besar, terutama zakat yang dihimpun oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Pada tahun lalu, dana zakat yang dikumpukan oleh Baznas mencapai Rp 4 triliun. Sedangkan, pada 2016, Baznas menargetkan dana zakat yang terkumpul mencapai Rp 5 triliun. Walaupun, sebenarnya angka tersebut masih jauh dari potensi zakat yang dapat mencapai sekitar Rp 200 triliun.