Oleh : Nana Sudiana
Suatu ketika, menjelang dua hari lagi ramadhan tiba, terjadi dialog antara seorang kakak dan adiknya yang beranjak remaja di sebuah rumah sederhana mereka.
Si adik bertanya : “Kak, boleh tidak pas ramadhan nanti aku sering-sering ngadem (mendinginkan diri dari cuaca panas) di mall?”
Kakak : “Emang kamu mau ngapaian di sana?”
Adik : “Lha, kakak kayak nggak tahu anak muda saja. Ya cuci mata dong kaka, sambil lihat-lihat barang disana, siapa tahu bisa jadi referensi untuk nanti menjelang lebaran bisa dibeli”.
Kakak : Dik, lebaran kan masih lama. Terus bisa tidak saat di mall itu kamu bisa tenang tilawah Qur’an, baca buku-buku untuk meningkatkan keimanan serta i’tikaf dan memperbanyak tadabur Al Qur’an”.
Adik : “Ih, kakak kuno dech !, masa di mall tilawah Qur’an. Lagian mana ada tempat nyaman untuk leluasa baca buku segala”.
Kakak : “Adik tahu tidak tujuan untuk apa moment ramadhan dihadirkan ditengah kehidupan seorang Muslim?”.
Adik : “Tahulah Kak, agar kita menjadi lebih taqwa kan?”.
Kakak : “Nah, itu sudah tahu. Berarti selama ramadhan, kita harus memastikan seluruh aktivitas kita mengarah pada ketaqwaan. Betul begitu kan?”
Adik : “Iya Kak. Tapi kan kalau sekedar ngadem saja boleh kan……sambil sesekali cuci mata?”.
Kakak : “Dik, ke mall itu tidak dilarang, apalagi kalau misalnya mau belanja kebutuhan untuk buka sama sahur anak yatim atau mereka yang kurang mampu. Atau membelikan baju-baju untuk mereka”. Kalau cuma mau ngadem-mah, mending di masjid atau mushola lho dik, sekarang Alhamdulillah banyak masjid atau musholla sudah dilengkapi pendingin udara, juga kadang disediakan minum dan ta’jil untuk sekedar membatalkan puasa.
Adik : ” Oh gitu ya Kak”. Kalau begitu saya ke masjid saja dech Kak, ngademnya sambil dapat pahala”.
Ramadhan, sebentar lagi tiba. Namun di negeri ini, yang justru sangat siap menyambutnya malah kebanyakan mereka yang tak berpuasa. Yang berarti mereka tak berhubungan dengan soal keimanan dan ketaqwaan. Ya, dunia industri makanan, kelengkapan ibadah, pakaian dan tentu saja segala asesoris ramadhan dan lebaran.
Ramadhan bagi dunia industri adalah event penting untuk mengeruk keuntungan yang besar. Apalagi moment ini sebulan lamanya, yang itu tidak didapati event selama ini dalam moment agama-agama yang ada atau bahkan dalam sebuah tradisi atau kebiasaan masyarakat. Hanya ramadhan, bulan dimana orang-orang yang belanja kadang lebih mengedepankan emosionalitas daripada rasionalitas. Ini tak lain karena di Ramadhan, orang-orang secara umum ingin ketika makan dengan makanan terbaik, ketika berpakaian pun di lebaran nanti dengan pakaian baru terbaik daei yang mereka bisa beli.
Ketika umat Islam tenggelam dalam kesyahduan Ramadhan, dalam kemuliaan bulan yang berjuluk seribu bulan, ternyata para pemburu untung alias pengusaha-pengusaha besar malah yang memenfaatkan moment ini untuk menangguk laba yang luar biasa.
Wajar kalau kita perhatikan, mall-mall di seluruh penjuru kota begitu sigap menyambut ramadhan. Belanja iklan jadi naik hampir dua atau tiga kali lipat dari reguler bukan masalah bagi mereka. Belum lagi iming-iming diskon dan berbagai macam hadiah menanti dengan tulisan-tulisan dan gambar yang mencolok di sekitar tempat mereka.
Lalu, apakah umat Islam tidak boleh ke mall?. Tidak sama sekali, boleh-boleh saja ke mall atau pusat-pusat perbelanjaan, seperti dialog kakak sama adiknya tadi di awal tulisan ini. Ke mall untuk belanja kebutuhan ramadhan dan lebaran bagi anak-anak yatim dan dhuafa justru di sisi Allah akan berbuah pahala, apalagi bila ikhlas dan hanya berharap ridha dari Allah Yang Maha Kaya.
Masalahnya, kalau ke mall justru jadi ajang kemaksiatan, dengan mengumbar pandangan yang tak terjaga, serta malah melupakan membaca Al Qur’an, itu yang kemudian semestinya dihindari. Jangan sampai ketika moment puasa ini menghendaki kita menjaga nafsu, malah kita meliarkannya, bahkan mengipasi nafsu ini lewat penjelajahan mata akan berbagai bentuk dan aneka ragam makanan serta pemandangan lainnya yang bisa berujung pada kemaksiatan.
Sebelum benar-benar kita memasuki ramadhan, mari kita azamkan untuk senantiasa memilih dan menjadikan ramadhan ini menjadi ramadhan mulia. Bulan yang kita jadikan luar biasa dalam event tahunan ibadah kita, sehingga tak sedikitpun kita kotori dengan kesia-siaan dan kemaksiatan dalam setiap helaan nafas kita selama menjalaninya.
Menjadikannya mulia atau biasa dalam bulan ini, itu pun terserah pada kita. Kalau kita yakin tahun depan masih bisa bertemu ramadhan kembali, silahkan saja leha-leha menjalaninya. Tokh mungkin tahun depan bisa diperbaiki. Namun, bila kita tak yakin bahwa usia kita akan mempertemukan kembali di ramadhan tahun depan, maka berjanjilah dalam hati, dengan sekuat janji dan kesungguhan untuk menjadikan ramadhan ini laksana ramadhan terakhir di usia kita. Menjadikannya ramadhan terbaik dan paling mulia dari ramadhan-ramadhan sebelumnya yang kita pernah jalani.
Selamat menempuh ramadhan ter-mulia dalam hidup kita, dan semoga kita atas ijin-Nya bertemu di Jannah-Nya.
Tanjung Barat menjelang fajar,
Rabu, 2 Juni 2016